02. Pecahan Masalah 🍁

4.2K 573 30
                                    


[ sebelum itu, please... don't be a silent reader:']
.
.

PEKIK riuh seisi kelas pecah setelah dering nyaring bel pulang sekolah mengintrupsi. Kantuk yang semula melanda karena pelajaran sejarah di jam terakhir seketika hilang begitu saja, berganti dengan langkah para siswa yang bersahutan meninggalkan ruangan setelah seorang guru paruh baya yang mengajar saat itu keluar lebih dulu.

Ketika semua sibuk mengisi sepi lorong temaram menuju halaman depan, Gema masih diam di bangkunya. Ia malas jika harus berdesakan dengan siswa lain, maka dari itu ia lebih memilih beranjak saat keadaan sudah mulai sepi.

Cowok itu baru saja memejamkan matanya sebentar, namun bunyi dari ponselnya yang menandakan sebuah pesan masuk membuatnya tersadar dan kembali membuka matanya.

Lantas Gema segera menarik ponselnya dan membuka pesan yang ternyata dari sang kakak.

Kak Aru
|Lo sekarang jangan balik dulu.
|Bunda lagi kambuh dan gue gak mau Bunda tambah stress karena ngeliat lo.
|Gue kabarin lagi kalo keadaan Bunda udah lebih tenang.

Gema

Gue ngerti.|


Gema mengigit bibirnya kuat-kuat, berusaha meredam sesak yang tiba-tiba muncul. Ia benci dirinya yang menjadi alasan dibalik kesedihan Bundanya. Perlahan Gema merasakan panas yang membakar kedua matanya ketika ingatan kelam itu terlintas dalam benaknya.

Malam itu, ketika sebuah pertengkaran hebat terjadi antara Ayah dan Bundanya. Kedua orang dewasa itu saling melempar nada tinggi. Bundanya menatap tajam tanpa ragu pada Ayah yang sudah menampilkan raut wajah muak.

Tak perlu menjadi besar untuk mengetahui alasan dibalik pertengkaran itu. Hanya dengan mendengar namanya disebut beberapa kali di dalam perdebatan mereka, Gema kecil tahu bahwa ia adalah api yang membakar sumbu pertengkaran antara Ayah dan Bunda.

Ayah menuntut kasih sayang Bunda pada Gema sebagaimana semestinya yang di dapatkan seorang anak. Sedang Bunda merasa tak terima karena menurutnya yang lebih pantas mendapatkan hal itu adalah Lembayung.

Kondisi fisik Lembayung sejak lahir memang berbeda dengan Gema. Oleh karena itu Bunda seolah berbalik memunggungi Gema demi merengkuh Lembayung.

Tidak perduli seberapa keras Ayah memohon, Bunda masih tetap sekeras batu yang sangat sulit dihancurkan. Maka dengan emosi yang masih menyala, Ayah memilih pergi dari rumah setelah sempat meraih kunci mobil.

Hingga ketika daun pintu menutup dengan sempurna dan menenggelamkan sosok tegap Ayah. Saat itu, Gema tak pernah menyangka bahwa keesokan paginya sang Ayah pulang dengan keadaan yang sangat jauh berbeda. Ayahnya pulang, namun tidak benar-benar pulang.

Membawa kenyataan yang seketika menghancurkan seisi rumah beserta jiwa-jiwa di dalamnya.

Sembari berderai air mata, Bunda berkata bahwa Gema lah penyebab kepergian Ayah. Dan orang yang seharusnya paling bertanggung jawab atas kematian ayah, adalah Gema.

Gema mengerjap ketika satu tetes air mata berhasil menyentuh pipinya, cowok itu kemudian memejam sebentar saat dirasa udara di sekitarnya seperti berubah menjadi belati yang menghujam dadanya. Luka itu nyata, terasa sakit, namun tak berdarah.

Ia menghela nafas perlahan, mencoba menata kembali hatinya yang berantakan. Netranya lalu beredar menyadari keadaan kelas sudah sangat sepi. Lantas ia segera bangkit dan meraih tasnya.

Gema baru saja melewati pintu kelas dan berjalan beberapa langkah, namun telinganya sayup mendengar keributan dari arah lain. Hingga sebuah kekehan terdengar sesaat setelah suara pukulan menggema di sepanjang lorong.

Senja Yang Dilupakan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang