08. Lembar Kelam 🍁

3.2K 452 37
                                    

⚠️⚠️

--

BAU obat tercium kuat di sepanjang lorong rumah sakit, di susul gemertak langkah yang mengisi sepi di tengah suasana menuju unit perawatan intensive.

Kedua pasangan Ibu dan Anak itu berjalan beriringan dengan tangan yang saling bertaut, raut khawatir terpancar jelas di wajah mereka, senada dengan bayangan bening yang mendesak ingin keluar namun di tahan sekuat mungkin hingga kedua irisnya memerah.

Langkah itu akhirnya tiba di hadapan ruang ICU, namun mereka hanya bisa diam membeku di depan pintu yang tertutup rapat dari dalam.

"Lembayung... "

Ucapan itu terdengar lirih, matanya menatap nanar kedepan, sedetik kemudian disusul dengan bening yang akhirnya luruh setelah sebelumnya sekuat mungkin wanita itu tahan sejak langkahnya pertama kali menginjak lantai rumah sakit.

"Bunda, kita duduk dulu, yaa. Kita tunggu di sana aja..."

"Nggak, Lembayung pasti sedang kesakitan di dalam. Bunda harus masuk."

Tangan itu lalu meraih pintu di hadapannya, memukulnya beberapa kali hingga mendorongnya secara paksa. Namun sia-sia, pintu tersebut tetap berdiri kokoh tanpa terbuka sedikit pun.

"Tolong buka pintunya, anak saya pasti sedang kesakitan. Dia butuh Bundanya, tolong buka... "

"Bunda... Bunda tenang dulu, oke? Kita tunggu disini sampai dokternya selesai ngobatin Lembayung, ya?"

"Tapi Lembayung sedang kesakitan di dalam, Aru!"

Tangis wanita itu kembali pecah, sementara tubuhnya perlahan jatuh terduduk di atas lantai. Pandangan matanya hampa, bibirnya mengucapkan nama Lembayung begitu lirih.

Masih teringat jelas di kepalanya, bagaimana anggota kepolisian menghubunginya dan memberi informasi bahwa telah terjadi sebuah kecelakaan yang melibatakan sang putra. Jiwanya bahkan runtuh seketika saat mendengar kecelakaan itu terjadi karena sebuah mobil yang melaju kencang dari arah berlawanan hingga menabrak ojek online yang membawa Lembayung.

Bohong jika Jyotika tidak hancur, dia bahkan berteriak keras sesaat setelah mendengar kabar itu.

"Bunda... "

Arutala meraih tubuh wanita itu dan memeluknya erat, membiarkan bahunya di basahi oleh air mata sang Bunda. Tangannya lalu terangkat untuk mengusap lembut bahu yang bergetar, berusaha memberi kekuatan meski jiwa lelaki itu sama hancurnya.

Kini hanya suara isak tangis Jyotika yang mendominasi, sampai beberapa detik kemudian terdengar riuh langkah yang berjalan mendekat.

Sosok itu adalah Gema, dia berdiri dengan penampilan berantakan. Seragam sekolah basah kuyup, rambut acak-acakan, juga wajah yang hampir kehilangan rona.

Jyotika menoleh cepat, sorot matanya menajam dan rahangnya mengeras menunjukkan keangkuhan.

Plak

Dan setelahnya, Gema hanya bisa diam memejam. Menikmati ngilu yang menjalar di permukaan pipinya. Bahkan ketika tangan dingin Bundanya berkali-kali menghantamnya, Gema tetap diam dengan bibir yang terkunci rapat.

"Masih berani kamu datang kesini, huh?!"

"Dari awal, kamu memang hanya pembawa masalah. Mau kamu sebenarnya apa? Setelah sebelumnya kamu jadi penyebab suami saya meninggal. Sekarang kamu juga mau buat saya harus kehilangan anak saya?!"

Gema tahu, pada akhirnya dia yang akan di salahkan. Maka yang selanjutnya Gema lakukan hanya tetap diam menunduk, tidak menyangkal saat Bundanya menuding dirinya sebagai pembawa masalah.

Senja Yang Dilupakan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang