Bagian 2

2.3K 274 19
                                    

Happy Reading





Arga menghela napas panjang, membuat karbondioksida itu saling bercampur dengan asap kendaraan yang menguar hebat di sekilingnya. Menambah rasa sesak dalam dadanya.

"Kemarin dipukulin, sekarang ditendang. Nanti apa lagi?" Gumamnya setelah menenggak minuman soda yang dibelinya beberapa menit yang lalu.

Ia kini sedang duduk diteras sebuah market dengan sekantong plastik besar disisi kananya yang berisi bahan kebutuhan rumah.

Kata siapa Arga beristirahat dirumah akibat luka yang didapatnya kemarin? Hari ini memang dia tidak bersekolah, tapi bukan berarti ia bisa beristirahat. Menjadi pembantu, itulah gantinya. Setelah mendapat dua tendangan keras diperutnya.

Mungkin benar kata Renjuno Gustomo alias Renjun, mana mungkin Pak Abraham memberi izin Arga untuk tidak masuk sekolah.

"Sebenarnya gue ini anak kandungnya atau bukan sih?" Sebelum pertanyaan itu terjawab, Arga sudah lebih dulu beranjak. Kemudian membuang kaleng soda itu ke tempat sampah.

Berdiri disisi jalan, Arga menjulurkan kaki kanannya. Membuat seseorang yang tengah melewatinya itu tersandung dan berakhir jatuh.

Brukk

"Bangsat!" Arga tersenyum kala mendengar umpatan si korban. Tangannya terjulur mengambil sebuah tas hitam yang tergeletak disana sebelum akhirnya segerombolan orang datang menghajar orang tersebut.

"Jambret kok letoy." Ledek Arga sebelum akhirnya menyerahkan tas itu kepada si pemilik. "Ini Bu tasnya. Lain kali hati-hati, disini emang rawan jambret."

"Iya nak, terimakasih ya." Arga mengangguk.

"Itu—wajahmu,"

"Haha, ini bukan karena jambret itu kok Bu. Ini—tanda lahir." Tidak mungkin kan Arga bilang karena dipukulin Ayahnya?

Wanita itu mengangguk paham, "Oh begitu. Nama kamu siapa, nak?" Tanya ibu itu.

"Arga, Bu. Ya sudah saya mau pulang dulu." Namun baru beberapa kakinya melangkah, ia kemudian berbalik, "Bu itu jambretnya jangan dipenjarain ya. Kasian anak istrinya nungguin dirumah."

Lagi, wanita itu hanya mengangguk. Lalu setelahnya Arga benar-benar pergi untuk pulang kerumahnya. Meninggalkan wanita berumur 38 tahunan itu yang tengah menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Arga ya?"

**

"Nanta!"

"Lo beneran mau ikut?" Tanya Nanta pada Anaya ketika gadis itu sudah berada disampingnya.

"Iya, dia kan calon kakak ipar gue." Kata gadis itu di sertai kekehan diakhir kalimatnya. Membuat Nanta seketika mencibir disela kegiatannya yang sedang memasangkan helm di kepala sang kekasih.

"Kalo Arga jadian sama Shanaya, gue jamin mereka akan ngobrol lewat telepati."

Anaya tertawa lalu membenarkan ucapan lelaki itu. Saudara kembarnya memang tipe orang yang pendiam. Ah, mungkin lebih tepatnya kalem dan lemah lembut. Jika Anaya tipe orang periang, ceria, dan cerewet. Maka Shanaya kebalikannya. Tapi ada satu yang sama, yakni sama-sama pintar.

"Yang kayak begitu tuh biasanya hubungannya langgeng tau." Kata Anaya seraya menaiki motor sport milik Nanta. Dan setelahnya mereka mulai meninggalkan area parkiran sekolah.

"Kita nggak begitu tapi langgeng-langgeng aja tuh." Kilah Nanta disela fokusnya menyetir motor.

"Ya karena ada gue yang mau ngalah disini."

ArgaNantaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang