Happy Reading
.
Arga menghela napas lega bersamaan dengan tertutupnya buku matematikanya. Meregangkan ototnya sebentar lalu menenggak ice coffe yang berada dimeja belajarnya. Jam memang baru menunjukkan pukul setengah 6 petang, namun Arga sudah selesai belajar. Sengaja, karena malam nanti ia berniat akan mencari Mamanya lagi.
"Gue seharusnya nggak minum coffe hari ini, tapi gue rasanya butuh banget." Gumamnya pada segelas ice coffe digenggamannya yang tinggal setengah.
Arga adalah tipekal orang yang jika minum coffe tubuhnya akan gampang lelah. Entah apa alasannya Arga juga tidak tahu. Dan setelah menghabiskan waktunya di cafe dekat supermarket tadi, Arga memutuskan untuk membeli ice coffe dan pulang. Hari ini dia tak memperoleh apa yang dia harapkan. Sedikit memberi rasa kecewa pada dirinya.
Meletakkan minuman coffe itu kembali, Arga lantas memilih untuk merebahkan tubuhnya di kasur. Memejamkan mata sembari menikmati betapa nyamannya benda datar ini.
"Gue harus gimana ya? Nama aja nggak bisa buat cari Mama." Terdengar nada keputus asaan dalam kalimat itu. Karena tadi saat dia menggunakan nama itu untuk mencari Mamanya, tak ada satupun orang yang kenal.
Lagi, Arga menghela napas, matanya berganti menerawang langit-langit kamarnya, "Apa gue tanya aja sama Ayah ya?" Lalu ia menggeleng, "Nggak, nanti dia bisa marah lagi. Dan yang paling parah, dia bakal bikin gue mati sebelum ketemu sama Mama."
Di saat Arga tengah berpikir, tiba-tiba terdengar pintu terketuk. Maka dengan begitu Arga membukanya.
"Ada apa, Bi? Ayah udah pulang ya?" Tanyanya dengan kepala celingukan.
"Belum, Den."
"Terus?" Arga menyerngitkan dahinya.
"Ada yang mau Bibi bicarain, soal Mamanya Aden. Ini," Bi Inem lantas menyerahkan secarik kertas. "Ini alamat rumah Mamanya Aden."
Arga lantas terkejut,, "Bibi dapat darimana?"
"Tadi Bibi tanya sama Pak Yanto,"
"Kok Pak Yanto baru bilang?!" Tanya Arga cepat, membuat Bi Inem yang akan berbicara pun urung.
"Pak Yanto kan nggak tau kalau Aden lagi cari Bu Vara. Den Arga juga pasti tahu, dirumah ini tidak ada yang boleh menyebut Bu Vara apalagi membahasnya." Mendengar itu Arga mengangguk paham. Benar, selama ini tidak ada yang pernah membahas identitas Mamanya secara terang-terangan. Seolah memang sengaja ditutupi.
"Tapi, Pak Yanto tahu alamat Mama dari siapa?"
"Katanya, dulu dia pernah lihat Bu Vara memasuki rumah di alamat itu saat akan mengantar Bapak ke kantor. Namun, dia juga tidak pernah memastikan dengan datang kesana secara langsung. Karena Bapak pasti akan langsung memecatnya jika mengetahui hal tersebut. Jadi dia hanya menulis alamatnya dan menyimpan itu baik-baik. Sebab dia yakin, cepat atau lambat Aden pasti akan mencari tahu."
Arga bergeming, tak tahu harus bereaksi seperti apa. Disisi lain dia kecewa dengan sikap Ayahnya, namun disisi lain dia juga senang sebab masih ada orang yang mau membantunya. Mata dengan warna secoklat hazelnut itu menatap penuh harap pada kertas yang terlihat sudah usang dan lecek yang berada dalam genggamannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ArgaNanta
FanfictionGelap dan Terang. Mungkin itu adalah kata yang pas untuk menggambarkan bagaimana kehidupan Arga dan Nanta. Arga si malam yang gelap dan sunyi. Dan Nanta si pagi yang cerah dan ramai. Disini kita akan belajar dari keduanya. Bagaimana Arga yang beru...