“Sshh..” Jero membuka matanya. Ia ingin memegang kepalanya yang sedikit nyeri, tapi tidak bisa.
Tubuhnya terikat di sebuah kursi, ikatan pada tubuhnya sangat kuat. Ia meringis kesakitan. Ia menggelengkan kepalanya pelan berharap bisa menghilangkan rasa nyeri pada kepalanya.
Jero tersadar sesuatu, tadi ia bersama Jino. Dimana pria bertubuh tinggi itu sekarang?
Kepala Jero mencari cari ke sekeliling ruangan. Ini adalah gudang, ugh Jero akan sangat membenci tempat berantakan ini.
Ketemu!
Sama sepertinya, Jino kini juga tengah di ikat. Tapi Jino masih terlelap, dan juga Jero dapat melihat darah mengering di pelipis Jino. Sepertinya Jino mendapatkan pukulan keras di kepalanya.
Jero menggeliat tidak jelas. Tangannya di ikat dengan posisi ke belakang. Ia ingin meraih handphonenya yang berada di saku. Ia ingin menghubungi abang dan adiknya.
BRAK!
Pintu gudang terbuka kasar. Menampilkan sosok pria bertopeng dan wanita yang juga bertopeng. Mereka berdua terlihat sangat serasi.
Mata Jero tertuju pada tangan sang pria yang tengah membawa pedang di pundaknya. Pedang itu berkilau, terlihat sangat tajam.
Jero kembali pura-pura pingsan saat kedua orang itu masuk kedalam gudang. Ia menutup matanya rapat dan tidak bergerak sedikitpun.
“Haha sepertinya aku akan melakukannya seperti peraturan awal. Satu persatu diantara kalian yang ditemukan akan di bunuh.”
“Sebenarnya aku tidak ingin merenggut nyawa seseorang. Tapi tadi Jero dan Jino mencoba kabur. Dan aku tidak ada pilihan lain.”
Mata Jeno langsung terbuka lebar saat namanya disebut. Apa ini kesalahannya?
Munculnya kedua orang tersebut membuatnya sadar kalau kedua orang itulah yang membuat mereka memainkan permainan ini sekarang.
Jero sedikit melirik pada kedua orang yang kini sedang berjalan santai mendekati Jino. Pedang panjang itu diseret dengan lamban, menyebabkan suara gesekan antara pedang itu dan lantai gudang.
“Sekarang?”
Wanita itu mengangguk.
Dengan cepat pria itu menebas kepala Jino hingga putus. Kepala Jino menggelinding ke kaki sang pria.
Jero memejamkan matanya erat. Sangat menyakitkan melihat pembunuhan baru saja terjadi di depan matanya, terlebih lagi orang yang dibunuh adalah adiknya. Ia menahan agar isi perutnya tidak keluar karena jijik melihat darah Jino yang mengalir kedekatannya.
“JINO TERELIMINASI.”
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] 1. Petak Umpet
Fanfiction[SUDAH TERBIT] [NCT DREAM × TXT] ❝Kesalahan mereka yang mengajak orang tidak di kenal untuk bermain.❞