Surat Berhenti Untuk mu

2 0 0
                                    

Surat Berhenti untuk mu

3 maret 1977
Ku tulis surat ini, bersama dengan keletihan hati ku menahan diri. Menahan beban akan sikap mu selama ini. 41 tahun sudah, aku menunggu waktu-waktu untuk sekedar jujur, walau hanya berani melalui tulisan tangan.

Selamat sore, duhai kau yang ku panggil langit malam. Dari sisimu aku gantungkan bintang bintang kehidupan, dahulu sebelum semulua sembilu.

Dari diriku yang menggelantung diantara panasnya asteroid, menahan benturan antara meteor dan gerigi ego mu. Maka di kedalaman waktu yang begitu jauh, akan aku tuliskan.

Dan aku ingin menyampaikan isi surat ini dengan awal kata. Berhenti!!!

Berhenti untuk khawatir...
Khawatir terhadap diriku, keadaanku, dan semua yang akan datang padaku. Aku bisa berdiri sendiri. Aku bisa melewati dengan caraku sendiri. Aku hanya perlu doa dari orang orang yang dulu mengerti, bukan perasaan ego untuk melindungi namun menjelma menjadi limitasi. Kau bukan tuhan terhadap diri ini.

Berhenti untuk terlihat seperti super hero.
Kau tidak perlu memaksa diri untuk terlihat bergaya. Menjadi kata keren diantara modus ikhlas karena kau ingin di ulas

Berhenti menjadi pemberi senja
Aku bukan lagi malam yang mendatangimu, atau fajar yang mengiring kau bertandang di ujung barat sana. Tak usah kau repot untuk menasehatiku seperti senja. Memberi kenang sementara lantas pergi dengan pasti akan kembali. Aku benar benar mengerti, maka di bulan-bulan berikutnya akan ku kenalkan kau mendung timur dan barat.

Berhenti dengan semua perasaan
Keterlibatan nama mu, di sepenggal sejarah ku dulu, adalah karena perasaan yang tidak terungkapkan. Semua urusan terboncengi akan perasaan. Hingga diri tidak bisa memberi sekat antara kawan dan pasangan. Semua menjadi kusut hanya karena terbawa hati yang kalut. Bukan siapa siapa, namun perasaan seperti segalanya. Maka dari itu aku turut pergi, dan membiarkan sejarah mencatat jalan hilang diantara kita.

Maaf, sampai penutup surat ini, tak ku bubuhkan kabarku, atau menanyakan kabarmu. Sudah sewajarnya bukan, karena sebagian ingatan mu tentang ku, hanya berupa umpatan penyesalan. Dan sudilah kiranya, kau menerima semua kebenaran terhadap hati yang dulu kau sembah seperti patung patung gajah.

Dan sekiranya. disaat kau membaca surat ini telah menjadi kepunyaan  yang lain. Maka tak perlu membawa rindu dalam membacanya. Pun apabila kau telah tiada ketika surat ini sampai kepadamu. Maka tak apa. Biarkan ruh mu, menatap lirih disaat aku menuliskan kalimat kalimat rampung di satu jam sebelum subuh menjelang.

Salam, dari ku.
Tanpa ada nama,
Yang perlu aku tulis.
Terimakasih.

daWahid da tulisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang