Sembraut Hati Pada Dia

15 0 0
                                    

Semakin dia bicara, semakin kesal aku dibuatnya. Apapun tingkah sederhananya, jiwa ragaku muak memandangnya. Tapi tetap saja aku topeng. Tersenyum dan menutup jijik sebisa mungkin.

Pergi saja kau. Dan jangan kembali pada malam. Hancur saja kau dan matilah dalam kenangan.

Dalam langkah malam itu. Aku pulang menyusuri gelap. Datang sebelum fajar menyapa dunia. Dan pergi sebelum senja memanggil malam. Aku si bijaksana bermain api pada kemudi kebodohan. Aku memaki diri agar bisa menghukum dengan pantas. Jika ini adalah ujian. Maka aku adalah orang dengan kertas paling bersih pada waktu detik-detik terakhir.

Sebuah pelukan menyambut ku dengan hangat. Aku dilepas dari pada penat. Namun tidak pada kesumat menjelma dendam pada sebuah surat.

Surat berikut yang ku baca. Pada pertengahan juni ditahun ini. Dia seperti bangkai yang carut marut. Dia bukan  lagi pelita yang ku puja pada patung-patung abraham. Dia hanya binasa, dalam serpihan mayat-mayat telanjang.

Esok dan minggu lepas menemu. Lantas pergi aku pada mimpi. Kembali pada bulan setelah agustus. Hingga bermimpi sekarang untuk bulan agustus yang akan datang.
Tidak pula berubah, topengnya ku rampas, dari pada wajah yang melemas.

Aku buang, biar tenggelam pada keramaian di tengah penderitaan. Derita mereka yang masih bertopeng dimasa muda. Bila mana dia tak mengenali ku. Saat itu juga aku bersyukur. Karena aku bebas tanpa harus mengenal dia. Kau bukan separuh hati yang ku tinggalkan.

Menjauh dan berikan punggung terbaikmu.

@daWahid

daWahid da tulisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang