2.Awan mendung

114 10 0
                                    

Jam sudah menunjukan pukul 10.00 tapi matahari masih belum terlihat. Mungkin karna mendung yang menguasai langit sejak pagi tadi, membawa hawa dingin menusuk tubuh membuat Zegan yang malas bertambah malas lagi. Ia menyamankan posisi dengan meletakkan kepalanya kemeja beralaskan tangan. "Dirgan ayo maju jawab soal di papan!" Dirgan yang hampir masuk ke dunia mimpi spontan duduk tegap dan membuka matanya lebar-lebar. membuat Zegan menertawakan nya. Tanpa pikir panjang Dirgan berjalan kedepan. "Loh nak kok kamu yang maju? Pertanyaan dari Pak Deni membuat Dirgan mengerutkan dahinya. "Saya Dirgan Pak" Wajahnya sudah berubah kecut sekarang, ini sudah ke empat kalinya guru salah memanggil Zegan dengan Dirgan atau sebaliknya. "Masa bapak salah sebut? Coba nama kamu siapa?" Pak Deni memajukan wajahnya melihat name tag dibaju Dirgan, dan terbukti disana tertulis nama 'Dirgan Romeo Abinaya' semua bersorak, termasuk Zegan yang menertawakannya.

"Yasudah Dirgan kamu saja yang mengerjakan soal dipapan" Dirgan melotot, Zegan semakin keras tertawa dengan mulut yang terbuka lebar. Membuat Aby terpikir sebuah ide, "Ngapain lu?" Dilan bertanya, terus mengamati Aby yang merobek kertas meremasnya sampai menjadi bola. "Gih lempar kalau gak masuk keluar aja dari basket" Udah nyuruh tapi ngatain, pengen banget Dilan sumpel mulut Aby pake kertas yang dikasih tadi.

1

2

3

Plung...

Kertas tadi mendarat mulus kemulut Zegan. "Uhuk.. uhuk.. kampret siapa nih yang lempar kertas sembarangan? Dikira mulut gua tempat sampah" Teman sebangku Zegan menepuk pundaknya membuat ia menengok. Ia menunjuk satu target yang sedang mati-matian menahan tawa, "Yee... Curut, mamam tuh sampah" Zegan melempar kertas tadi, memukul dua pelaku pelemparan kertas dengan buku paket.

.

.

Hujan sepertinya akan mengguyur bumi sebentar lagi. Terbukti dari bau tanah menenangkan yang sedang Reno hirup di lapangan. Bukan, Reno bukan sedang membolos tapi ia membawa tumpukan buku gambar untuk di letakkan ke ruang guru bersama ketua kelas bernama Zayyan.
Mana ada orang yang tidak menyukai bau tanah sebelum hujan? Jika ada mungkin Reno harus mengajaknya jalan-jalan nanti. Reno tersenyum masam menatap langit, satu-satunya manusia yang tidak menyukai bau tanah sebelum hujan sudah pergi ke pencipta hujan itu sendiri. "Pengen tau apa kamu udah ngeluh soal bau tanah ini ke tuhan Al" Reno beralih pandangan kedepan karna sudah memasuki gedung lagi.

"Terima kasih ya nak, ini ambil satu-satu" Bu Sofi memberikan dua susu kotak rasa coklat kepada mereka. "Terima kasih Bu" Reno dan Zayyan berucap bersamaan kemudian keluar dari ruang guru. Baru beberapa langkah dari ruang guru Reno melihat sosok wanita yang tidak asing berjalan mendekat bersama satu temannya. "Hai Nad!" bukan Reno yang menyapa melainkan Zayyan. "Hai juga Zan" Reno melirik sekilas, sepertinya mereka berdua sedang mengobrol dan terlihat dekat. "Hai Ren dari ruang guru?" Reno mengulas senyum andalannya kemudian mengangguk.

"Kamu dari mana?"

"Tadi abis ngembaliin buku pinjaman di perpus" Reno melirik kebawah dimana tangan Nada menggenggam kartu perpustakaan serta ada cap merah di telapak tangan. Disitu Reno tau Nada baru saja dari perpustakaan.
"Kenapa lewat sini? Bukannya lebih jauh?" Nada menyengir membuat Zayyan menatapnya dengan tatapan yang sulit di artikan. "Sengaja sekalian jalan-jalan, kalo gitu aku duluan ya" Nada melambaikan tangan kepada mereka kemudian kembali berjalan.

"Nad tunggu..."

Nada menghentikan langkahnya, ini pertama kali setelah seminggu bersekolah dan dikelas yang sama Reno memanggil namanya. Dengan santai menengok dan menemukan Reno menjulurkan tangannya memberikan susu coklat tadi kepada Nada. "Buat kamu, biasain sarapan biar gak sakit" Eh? Nada bingung bagaimana Reno bisa tau dia melewatkan dan tadi Nada juga tidak ada saat istirahat makan siang. seingatnya ia tidak menyinggung itu sama sekali. "Makasih Ren" Nada menerima susu coklat tadi membuat Reno sekali lagi tersenyum. "Duluan ya" ia berjalan menjauhi Nada, mereka tidak tau bahwa kejadian tadi membuat Nada mengalami perasaan yang aneh. Perasaan yang menentukan jalan hidupnya nanti, perasaan yang akan membawanya melewati takdir semesta.

Aksara NadaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang