12. Musik, Kamu dan Sore

14 4 0
                                    

Lorong menuju pintu keluar gedung les musik dipenuhi oleh manusia yang lelah setelah ber jam-jam mengikuti pelajaran. Tidak seperti biasanya di mana jam pulang yang berada di kelas dan studio berbeda. Sekarang mereka semua pulang bersama dan lebih cepat satu jam. “Tumben banget pulang awal, emang ada acara apa?” Mereka bertiga sedang menunggu Elang yang berada didalam kamar mandi. “Mungkin persiapan untuk mereka yang ikut lomba.” Jawaban Leon membuat ingatan Reno kembali, akhir pekan ini lomba tingkat provinsi segala bidang musik akan diadakan. Lagi-lagi saat asik melamun tangan Elang yang sedikit basah menyentuh pundaknya. Membuat Reno menoleh dan mendapati penampilan yang berbeda dari Ahmad Elang Fahlevi.

“Pantes aja lama, ngapain lo ganti baju segala?”

“Hustt.. yang bajunya dikit gak di ajak.”

“HAHAHA”

Semua tertawa keras karena ucapan Elang, membuat Yesra mencibir tak suka. Enak saja dirinya di ejek tak punya baju, mau di taruh di mana harga dirinya jika begini.

“Parah banget lo kocak.” Ucap Leon sambil memukul pelan bahu Elang.

“Si paling keren.” Sinis Yesra dan berjalan lebih dulu.

Melihat Yesra berjalan lebih dulu membuat mereka geleng kepala, sudah tau juga temannya baperan masih saja di jahili. Cepat saja mereka kejar anak itu dan membujuknya sebelum semakin marah, seperti anak kecil saja.

.

.

“Assalamualaikum Mang!” Sapaan hangat mereka lontarkan saat berhenti di warung gado-gado langganan. Ini adalah warung gado-gado terenak se Ibu kota, terbukti dari ramainya pembeli yang datang kesini. Meski banyak pembeli mereka tetap memakai gerobak sebagai tempat berjualan, katanya sih biar adem. "Waalaikumsalam, loh ini pada rapi mau kemana? Pasti kalian pada bolos ya?” Mereka menggeleng santai dan ada juga yang mengusap dada dramatis, Yesra contohnya. “Mang gak baik tau suuzon, nanti masuk neraka gimana hayoo?” Yang lebih tua menjadi panik, siapa juga yang tidak takut masuk neraka? Ia sabetkan lap yang bertengger di lehernya sejak tadi ke wajah Yesra. “Yo ojo to, sembarang ae kalau ngomong bocah.” Leon dan Elang tertawa melihat raut masam Yesra. Pasti rasanya campur aduk, ada pedas, pahit dan asin dari keringat.

“Hari ini kita pulang awal Mang, ada latihan buat yang ikut lomba.”

“Oohh, Reno gimana kabarnya sama Nenek?”

“Alhamdulillah baik Mang.”

“Syukur kalau begitu, nahh ini pada mau pesen gado-gado ora?” Mang Atuy melirik satu persatu anak remaja yang lumayan dekat dengannya karena sering mampir. “Kayak biasa ya Mang.” Ucap Leon yang di beri dua jempol oleh Mang Atuy.

Saat sedang asik menikmati gado-gado, Mang Atuy datang dengan membawa satu kursi plastik untuk duduk. Sepertinya ada hal serius yang ingin di sampaikan. “Beberapa hari lalu ada geng gengan sangar mampir ke warung, temen kalian bukan?” Leon yang semula fokus menikmati gado-gado berubah bingung, mana dia tau kalau anggotanya ada yang mampir kesini? Gak mungkin mereka selalu laporan 24 jam. Sang ketua menatap Elang yang ada di depannya, dia kan sering ngumpul dengan anak-anak. Mungkin saja Elang akan tau, namun gelengan kepala yang ia dapatkan membuat Leon semakin bingung. “Jaketnya kayak gini gak Mang?” Yesra menunjukkan sebuah foto. Mang Atuy terlihat mengangguk antusias, menggerakkan jari telunjuknya naik turun. Membuat empat remaja di hadapannya ikut mengangguk dengan bingung.

“Ini jadi iya apa bukan Mang?”

“Woya jelas bukan.” Mendengar jawaban Mang Atuy, seketika tubuh mereka lesu.

Ini harusnya jadi pembahasan serius kan? Mengapa jadi begini akhirnya. Reno yang baru selesai menghabiskan gado-gado menjadi penasaran dengan topik yang sedang mereka bahas. Ia bertanya, foto apa yang Yesra tunjukkan kepada Mang Atuy.

Aksara NadaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang