14. Deras dan berisik

21 2 1
                                    

Jika ada yang bertanya tentang dua hal apa yang mendiskripsikan Reno di mata Nada. Dengan jelas ia akan menjawab ‘indah dan langit’ karena senyum sang pengagum nabastala sangat indah dimata Nada. Setiap melihat lengkungan itu, netranya seakan terpaku akan pesona ciptaan yang maha kuasa. Seperti sekarang, ia tengah memperhatikan sosok yang ada di depan. Yang jelas itu bukan guru Sejarah tapi, Reno dan senyumnya yang begitu candu untuk dipandang. Nada senang akhirnya bisa bertemu lagi dengan Reno setelah tiga hari sosok itu tak masuk sekolah. “Gue tau lo kangen sama dia, tapi gak ditatap terus terusan juga,” Alin bersuara. Sepertinya ia gemas juga melihat dua bola mata itu tak lepas pandangan barang sedetik dari objek bernama Raditya Reno Gantari.

“Reno gak akan hilang kalau lo gak ngawasin dia,” ujarnya lagi.

“Gue bahkan gak mau kedipin mata, takut-takut Reno hilang dan gak akan kembali waktu gue buka mata.” Alin dibuat melongo dengan perkataan sahabatnya barusan. Mungkin Nada benar-benar jatuh cinta dengan anak baru yang juga baru beberapa bulan menjadi teman sekelas dan teman di sekolah mereka. “Reno emang baik, tapi gue gak tau kalau lo sesuka itu sama dia,” ucapan Alin membuat Nada menghela nafas. “Gue juga bingung,” jawab Nada sambil kembali menatap Reno. Nada terlalu fokus hingga tak sadar jika guru Sejarah memergokinya tidak fokus pada papan tulis melainkan objek lain.
“Nada ayo jelaskan apa itu semboyan 3A dan isinya!” yang dipanggil namanya pun terkejud bukan main. Ia gelagapan, bingung mau menjawab apa.

“Eeee anu Pak i itu eemm itu anu.”

“Am em am em aja dari tadi, makanya kalau Bapak menerangkah itu disimak baik-baik. Dari awal semester sampai sekarang masih aja gak tau.” Nada tersenyum kikuk kemudian menunduk saat di marahi, takut dan malu bercampur menjadi satu. Ia malu karena tadi tak sengaja bertatapan dengan Reno yang sedang tertawa menghadapnya. Harus dikemanakan lagi harga dirinya yang sudah berantakan tak karuan ini? Nada kalah telak jika dibandingkan dengan Reno yang masuk 10 besar satu angkatan, Nada bahkan tak tau siapa yang membuat semboyan 3A itu.

.

.

Dari banyaknya tempat yang bisa di kunjungi saat istirahat, Nada memilih untuk berjalan melawan arus. Kakinya terus melangkah untuk sampai di ruangan yang penuh dengan buku, perpustakaan adalah tujuannya. “Selamat pagi Pak!” sapanya ramah pada penjaga perpustakaan setelah mengisi daftar kunjungan. Ia melangkah dengan pelan, melewati satu persatu rak buku yang tersusun rapi. Kalian lebih sering menyebutnya dengan kebetulan atau takdir? Sebuah kejadian yang menjadi angan-angan di pikiran kita namun hal tersebut justru menjadi kenyataan. Dua kata tersebut, apa yang menjadi pembeda paling kentara? Agar kita bisa memilih kejadian yang kita alami hanya sebuah kebetulan atau takdir atau bahkan rangkaian kebetulan yang semakin sering terjadi dan akhirnya menjadi takdir. Sungguh rumit, padahal kita tidak sedang membahas rumus fisika. Nada mengambil dua buku dari rak dan menimang-nimang mana yang harus ia baca terlebih dahulu. Akhirya setelah melakukan perdebatan kecil dengan pikirannya sendiri, buku di tangan kiri yang menjadi pemenangnya.

Saat ingin meletakkan buku di rak seperti semula, netranya tak sengaja menangkan sosok Reno yang terlihat fokus dengan kata demi kata didalam buku yang ia baca. Sesekali Reno menyalin kalimat ke dalam buku kecil berwarna jingga, saat merasa bingung Reno akan menggigit bolpen yang ia genggam. Semua itu adalah apa yang Nada lihat bukan sekali ini saja, tapi selalu setiap dirinya pergi ke perpustakaan. Nada bukanlah orang yang tidak pernah menjamah perpustakaan, ia sering datang untuk meminjam beberapa novel untuk di baca. Namun itu selalu ia lakukan ketika pulang sekolah, bukan setiap istirahat seperti ini. Itu semua terjadi karena Nada ingin melihat sosok yang membuat netranya selalu terpaku, hanya ingin melihat dari jauh tanpa ada niat lebih. Nada takut salah tingkah dan melakukan hal bodoh lagi yang akan membuat dirinya malu. “Kalau aja aku punya keberanian Ren, aku pengen bisa natap mata kamu lebih lama tanpa takut salah tingkah, tanpa harus selalu lari waktu kamu mendekat ke arah aku. Sayangnya aku gak cukup berani bahkan untuk sekedar menyapa,” batinnya lirih. Ketakutan memang hal yang manusiawi, karena itu manusia memiliki caranya masing-masing untuk melawan rasa takut dan menghadapinya.

Aksara NadaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang