11. Ulang tahun Dirgan

7 3 0
                                    

Pagi ini dihiasi dengan cuaca yang cerah. Langit berawan yang teduh membuat lima sekawan itu betah duduk di taman belakang. Entah apa yang mereka lakukan dari selesai sarapan hingga menjelang pukul 10.00 mereka masih terlihat asik disana.

"Kenapa ya se-"

"Kenapa apanya?"

Belum selesai Dirgan berbicara Zegan sudah lebih dulu menyela, membuat mata itu melirik tak suka kepada pelaku utamanya. Dengan tanpa beban tersenyum memperlihatkan deretan gigi yang terlihat sangat menyebalkan. Ia mengambil handphone dengan casing Tom and Jerry kemudian membuka aplikasi game online yang selalu ia mainkan. “Gue pernah baca artikel kalau orang marah terus cepet mati, mending kita mabar” Dirgan mengubah posisi duduknya, merebahkan tubuh dengan nyaman. Ia menatap sebentar langit yang tertutup banyak awan, membuat sang mentari tak terasa kehadirannya sejak tadi. Zegan berdecak pelan karena pertanyaannya tak segera di jawab. “Lo tadi mau ngomong apa?” Tanya Zegan yang ikut berbaring.

“Sekolah lain libur, tapi sekolah kita masuk”

“Pindah sekolah sana lo” Balas Jeremy.

Ia ikut berbaring di samping Zegan setelah menutup buku tugas matematika yang ia kerjakan bersama Nagar. “Gue bisa bikin surat ijin kalau lo mau” Ucap Nagar dengan tangan yang menutupi separuh wajahnya, ia takut ada benda asing yang jatuh ke wajahnya. Terdengar tawa dari Dirgan serta helaan nafas berat setelahnya, sepertinya terjadi hal buruk kepada sahabatnya. “Bucin gini gue gak akan bolos demi kencan sama Andira” Ujarnya.

“Kenapa gak hari ini?”

“Katanya dia sibuk hari ini, jadi batal”

Jeremy merotasikan matanya malas, punya temen seperti Dirgan membuatnya pusing. “Tapi itu katanya bukan faktanya, gak semua orang berhak menerima kesempatan kedua” Zegan dan Nagar mengangguk menyetujui ucapan Jeremy. Hari ini sangat mewakili suasana hati 5 laki-laki yang sedang menikmati redupnya nabastala. Entah perasaan sendu, lelah, atau sekedar ingin menikmati ketenangan di tengah riuh piuhnya hari-hari yang mereka lewati. Seberat apapun itu, tak masalah, asal mereka selalu bersama. “Selesai, sekarang minggir” Reno berucap senang di tengah obrolan serius yang menimbulkan senyum di wajah mereka. Ia berbaring di antara Zegan dan Jeremy, mengangkat kanvas dengan cat yang masih setengah kering tinggi-tinggi. Ternyata sedari tadi Reno sibuk melukis pemandangan pohon rumput dan awan, jangan lupa 4 punggung yang terlihat kokoh dari belakang. “Kenapa hanya ada empat?” Jeremy menggerakkan tangan di udara setelah mendapat perhatian Reno dengan menepuk pundaknya. Yang lain ikut merubah posisi rebahan mereka menjadi duduk melingkar. “Ini kalian dan ini gue, gimana keren gak?” Reno menujuk 4 laki-laki yang ia lukis, kemudian jarinya ia gerakan memutari pinggiran kanvas yang mengartikan bahwa itu adalah dia. Jujur saja mereka tidak paham maksud dari perkataan Reno, dengan niat hati tidak ingin menyakiti hati sahabatnya mereka berempat serempak mengangguk paham. Meski sang nabastala terlihat sendu, serta angin sepoi-sepoi yang menerpa rambut mereka terasa sejuk. Interaksi di antara mereka yang disaksikan oleh semesta terasa hangat dan nyaman, tawa mereka bersautan, mengudara menjadi satu.

.

.

“Mau sampe kapan itu roomchat lo liatin?”

“Sekarang, udah ah gue males debat”

Dirgan menyimpan hpnya disaku, turun dari meja untuk menghampiri sahabatnya yang sedang sibuk melakukan sesuatu. “Siapa juga yang mau debat!” Tangan Nagar bergerak bebas memukul punggung yang lebih tinggi. Suasana hening menemani empat orang yang memperhatikan satu orang lain sedang menyusun beberapa coklat milik Jeremy dan sisanya dari swalayan. Sepertinya perempuan lebih menyukai sosok cuek dan tampan seperti Jeremy. Terbukti dari masih banyaknya coklat berserakan di meja padahal mereka berangkat lebih awal.

Aksara NadaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang