3. Di bawah hujan

198 25 0
                                    



Hyunjae mengacak-acak rambutnya. Kemudia merebahkan diri di kasur. Menatap langit yang terbentang indah di balik jendela kamarnya.

Meski keheningan, kesunyian, dan kesejukan nampak jelas di pelupuk matanya saat ini, tapi suasana hatinya tak bisa membuat dirinya tenang.

Ia masih merasa bersalah pada Younghoon. Karena dirinya lah mereka berdua harus kehujanan kemarin. Dan tadi pagi, Hyunjae bisa merasakan dengan jelas suhu tubuh Younghoon yang sangat tinggi serta nafasnya yang terasa hangat. Ia  juga nampak sangat pucat. Sampai detik ini anak itu belum kembali ke kamarnya dari sejak tadi pagi ia mengusirnya setelah makan.

Biasanya Younghoon akan merawat Hyunjae 24 jam jika sakit meski sudah Hyunjae larang. Tapi tumben sekali, sampai senja tiba pun, anak itu belum terlihat batang hidungnya.  Padahal ia ingin mengucap maaf atas perlakuan kasarnya tadi, meski ia tak tahu apakah ia akan sanggup atau tidak melakukannya nanti.

Hyunjae hanya tak habis pikir. Bagaimana mungkin sehabis kehujanan satu jam, berlari sambil menggendong tubuhnya di malam hari, tapi Younghoon justru tertidur tanpa selimut atau pun jaket?

Kadang Hyunjae sangat ingin merutuki Younghoon sebanyak mungkin, tapi ia tahu Younghoon tidak akan sebodoh itu jika bukan karena terpaksa dan tidak sengaja.

Ingatan tentang tadi malam pun kembali terlintas dalam benak Hyunjae.

"Jae ... Kita pulang yuk. Marahnya dilanjutkan di rumah saja." Younghoon menyentuh lengan Hyunjae pelan.

"Nanti marahi saja aku tanpa henti sehabis ini jika itu bisa membuatmu lega." ia kembali berseru dengan suara yang terdengar memelas di telinga Hyunjae. Namun lelaki itu tetap diam tak berkutik, dan masih belum mau menatap wajah Younghoon.

"Aku akan melakukan apapun yang kau mau. Tapi tolong maafkan aku." Younghoon berdiri ke depan wajah Hyunjae, lalu berlutut di hadapannya.

"Sekarang kita pulang dulu sebelum hujan semakin deras. Kau belum makan. Nanti sakit."

Sudah sekian kali Younghoon mengucapkan hal serupa. Tapi mood buruk Hyunjae menghendakinya menjadi orang yang tak punya perasaan. Ia hanya diam. Tak menyahut sama sekali seruan Younghoon. Bahkan ia terus mengelak dengan kencang saat Younghoon mencoba menyentuhnya.

Hyunjae tahu kemarahannya saat ini sungguh kekanakan. Sejujurnya, dari lubuk hati terdalam, ia mengakui semua kekacauan yang menyebabkan mood-nya hancur ini bukan salah Younghoon. Tapi baginya, tetap saja salah anak itu. Setidaknya moodnya sangat jelek saat ini menyebabkannya tidak mau pulang. Dari tadi ia hanya berjalan keliling sekolah dan kini hanya ingin menenangkan diri di bangku taman seberang sekolah. 

Hyunjae akui ia salut dengan kesabaran Younghoon. Sudah dari jam lima sore sepulang sekolah, anak itu mengikuti kemanapun Hyunjae berjalan meski terus dicueki. Anak itu terus meminta maaf meski tak direspon. Ia terus mengkhawatirkan Hyunjae yang belum makan apapun sejak pagi meski tak dihiraukan. Sampai kini jam sembilan malam, di saat tidak ada satupun transportasi umum yang lewat, mereka berdua masih terpaku di sana.

Sayangnya, handphone Hyunjae kini mati karena lowbat, sedangkan handphone Younghoon tertinggal di rumah. Dan hari ini mereka memang sedang tidak diantar jemput karena mobil sedang direparasi. Walhasil, dua pemuda ini terjebak di sana saat hujan sudah turun dari tadi.

Hyunjae merutuki kebodohannya. Ia tahu sekolahnya adalah sekolah yang tidak dilewati oleh tranportasi umum sama sekali. Sekolahnya pun juga sangat jauh dari keramian hiruk pikuk manusia. Dan ia lupa jika Younghoon tidak membawa handphonenya sedangkan miliknya kini sedang mati total. Ia tidak tahu harus pulang bagaimana, sehingga semakin buruk suasana hatinya. Ia merasa gengsi untuk bertanya pada Younghoon tentang bagaimana mereka harus pulang, dan ia sangat benci jika harus berjalan kaki menuju rumah. Anak itu pun memutuskan untuk menetap di sana sampai mood nya membaik meski harus menahan perih di perut karena asam lambungnya naik.

No Air - Say Something [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang