Happy reading.
Juna mendongkak menatap tumpukan awan putih di padu dengan biru di atas langit sana tidak ada lengkungan senyum sedikitpun yang tertera di wajahnya,di wajahnya hanya ada sebuah harapan yang pupus dengan kekecewaan.
Mengingat ucapan kepala sekolah tadi ingin rasanya Juna menangis, memohon dan berlutut dihadapannya,tapi Juna juga sadar akan dirinya.
"Beasiswa kamu bapak cabut.Alasannya bapak yakin kamu gak akan Mampu untuk melanjutkan kuliah."
Juna menghela nafas panjang karna lagi-lagi dia mengingat ucapan kepala sekolah tadi.
Juna tidak memohon ataupun protes dia hanya diam mengangguk dan menerima dengan pasrah,Juna juga tau dia tidak ada biaya untuk masuk kuliah.
Dunia memang tak adil bukan?.
"Jun"Lia menepuk pundak Juna dengan jahilnya
Juna menoleh lalu lengkungan senyum itu terbit lagi di bibirnya,padahal hatinya saat ini sedang tidak baik-baik saja.
"Ngapain disini?"Tiba-tiba wajah Lia berubah "Jangan bunuh diri Juna,Masih ada aku yang mau temenan sama Juna di sini"Rengeknya sembari menggoyangkan tubuh pria itu
Juna terkekeh "Tidak Lia lagian untuk apa bunuh diri"
Lia menghela nafas lega "Lia mau terus sama Juna,jangan pergi ya"
Juna membola,"Lia hanya kasihan kan?"
"Enggak jun Lia beneran serius pokoknya Juna jangan pergi tetap di sini sama Lia,di samping Lia selamanya"
Lia menggenggam tangan Juna dan ia bawa ke atas udara tangan keduanya "Juna Terus di samping Lia--Yeyyy"Teriaknya girangJuna terkejut lalu menggeleng cepat "bagaimana kalau mereka semua denger?"Tanya Juna takut-takut
Lia mendekat ke arah Juna, tersenyum lalu menyandarkan kepalanya di dada bidang pria itu "bagus dong"Lia memejamkan matanya"Juna sangat nyaman."
Jantung Juna berdetak, kakinya gemetar jangan lupakan pipinya yang merah merona.
•°•°•Selembar kertas•°•°•
Yuri meringis akibat mata kakinya yang lecet terdapat sedikit darah juga di kakinya.Tak henti-hentinya dirinya menerutuki sepatu miliknya yang sudah kekecilan itu.
Kepalanya celingak-celinguk mencari sosok Juna namun tak kunjung datang, mumpung di koridor Sepi lagian ini sudah waktunya pulang.
"Kenapa?"Yuri mendongkak lalu tersenyum kecil"Gapapa"ucapnya
"Kaki Lo luka dan Lo masih bilang gapapa?"pria itu mendengus sebal lalu pergi setelahnya
Yuri kira pria itu akan menolongnya tapi nyatanya lain lagi.
Sekitar detik-detik setelah itu pria itu kembali datang dengan kotak di tangannya--kotak p3k.Dia berjongkok dan membersihkan darah yang sedikit berada di lecetnya lalu menempelkan plester di atas luka itu.Membuat Yuri tertegun.
"Lain kali kalau sakit itu bilang jangan ngomong gapapa"ujar pria itu sembari membenahi
"Lagian di sini masih ada anak osis sama PMR loh,kenapa gak minta bantuan?"lanjutnya lagi
Yuri tersenyum kikuk"Makasih kak."
Terdengar hanya deheman saja yang keluar
"Kak yedam wakil osis kan?"tanya Yuri hati-hati
"Iya"jawab yedam lagi.
Yuri memakai lagi sepatunya baru saja akan masuk ia sudah meringis perih lagi
"Blo'on sama aja bohong dong kalau Lo pake lagi itu sepatu"terlihat yedam membuka sepatunya lalu menyerahkan pada Yuri.Lagi-lagi membuat Yuri terkejut bukan main
"Pake aja punya gue."Yedam memakaikan sepatu itu hati-hati pada kaki Yuri
"Dari pada Lo balik nyeker"ujar yedam lagi
"Terus kakak gimana?"
"Gampang"
Yedam membantu Yuri berdiri "makasih banyak kak, Makasih banget"
"Gapapa longgar yang penting Lo bisa balik.Oh iya sepatunya baru gue pake sekali gak bau"
Yuri diam mendengarkan
"Minta nomor hp Lo takutnya Lo gak masuk sekolah lagi dan nyolong sepatu gue.Sepatu mahal itu."
Awalnya Yuri setentak sesaat kemudian Yuri menyebutkan nomor ponselnya selagi yedam menekan-nekan tombol di hp nya.
"Jangan lupa balikin."ucap yedam lalu pergi
Yuri mematung "Kak yedam gak lagi kesurupan kan?"gumamnya.
Juna mendorong keluar sepedanya dari gerbang sekolah baru saja akan ia naiki seseorang sudah menendang yang memebuat Juna tak menjaga keseimbangan dan jatuh.Ketiga orang itu menyeret Juna masuk ke belakang sekolah.
Memang tempat belakang sekolah ini tempatnya anak-anak adu jotos,nyebat,dan tempat membully.
Juna di lemparkan dengan kasar ke dinding di sana,Juna hanya bisa bersandar tanpa melawan.
Ketiga orang itu terkekeh.
Mashi,jae,dan Wowo.
"Jangan deketin Cewek gue!"ucap mashi penuh penekanan
Kaki mashi berada di atas perut Juna sesekali mashi tekan kakinya membuat Juna agak pengap
"Woii bisuu dengar gak Lo?"bentak Wowo emosi
"Ngomong dong punya mulut gak Lo?!"timpal jae yang di beri pelototan mata oleh Wowo
Mashi menendang Juna, memukulnya dari bagian wajah, perut sampai dada Juna sampi berbunyi.
Nafasnya memburu ia tekan bagian dada Juna sampai gertak gigi mashi terdengar "Lia itu mainan gue!"ujarnya
Juna yang mendengar itu sontak menggeleng kaget hatinya berteriak dengan rasa sakit maksud Juna ini bagaimana bisa wanita sebaik Lia di jadiin mainan
"Mau ngadu Lo?Lo kan Cepu!!"sindir Wowo lagi
Mashi hendak menginjak wajah Juna dengan cepat Juna menutupi wajahnya dengan kedua lengannya.
"Bisa mati anak orang woy!"tanggap jae
"Gue pengennya dia mati"terka mashi
Juna yang lemah hanya bersandar dengan wajah lembam kebiruan dan darah segar yang baru saja keluar dari hidungnya.
Sakit,sangat sakit.
"Kenapa mereka sangat jahat?"
Salah apa pria ini?.
To be continued
KAMU SEDANG MEMBACA
Untukmu,Junkyu 𝙎𝙚𝙡𝙚𝙢𝙗𝙖𝙧 𝙠𝙚𝙧𝙩𝙖𝙨 [FINISH]
Teen Fiction❝𝑶𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒃𝒊𝒔𝒖 𝒔𝒆𝒑𝒆𝒓𝒕𝒊 𝒂𝒌𝒖 𝒕𝒊𝒅𝒂𝒌 𝒑𝒂𝒏𝒕𝒂𝒔 𝒎𝒆𝒏𝒚𝒖𝒌𝒂𝒊 𝒌a𝒎𝒖❝ --"Aku ingin seorang kakak yang lebih baik, seorang kakak yang tidak bisu". Tentang warna yang kamu lukisan untukku tentang aku yang bahagia nya bisa mengen...