Chapter 7

10.9K 1.1K 30
                                    

🌼🌼🌼

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🌼🌼🌼

Di kamarnya, Gretha sedang membaca beberapa surat yang dikirim oleh Ilona dan Megan. Di suratnya mereka sama-sama menceritakan suasana akademi tanpa dirinya. Jika Megan mengekpresikan dengan seadanya maka beda dengan Ilona yang mengekspresikan hal tersebut dengan berlebihan. Yang benar saja, Gretha hanya pergi selama 4 hari dan besok dia akan kembali ke akademi.

"Dia bilang bahwa dunianya hampa tanpa diriku, oh tuhan, perbaikilah sedikit otak sahabatku itu. Dan terimakasih telah mengirim mereka untukku," ujar Gretha diakhiri dengan senyum.

Setidaknya dia beruntung mendapatkan Megan, Ilona dan si kembar sebagai sahabatnya. Hari-harinya tidak monoton dan membosankan. Bersyukur ada Ilona yang siap menjadi badut penghibur untuk mereka.

"Lebih baik aku membalas surat dari Ilona terlebih dahulu sebelum surat dari gadis gila itu semakin banyak," desahnya kesal. Bagaimana tidak, sehari dia tidak mengirim balasan kepada Ilona, gadis itu menerornya dengan beberapa surat yang hampir membuatnya berteriak saking banyaknya.

Selesai menulis surat dia menyuruh Milly untuk mengirimkannya. Kemudian berjalan mengendap-endap seperti pencuri di dalam mansion. Dia berniat memantau kedua saudaranya itu, sekaligus bertanya kepada pelayan tentang gosip terpanas beberapa minggu ini.

"Hey, kenapa kau mengendap-endap?," tanya sebuah suara tepat di kuping Gretha.

Dengan refleks Gretha membalikkan badannya. Wajah mereka berdua sangat dekat, berjarak 2 senti, sedikit saja bergerak maka hidung mereka akan saling bersentuhan. Gretha menjauhkan wajahnya setelah menyadari posisi mereka.

"Siapa?," tanya Gretha acuh pada laki-laki itu.

"Kau... kau, hey bagaimana bisa kau melupakan sepupumu yang tampan ini," ujar laki-laki tersebut dengan menyugar rambutnya ke belakang membuat Gretha berdecih tak suka.

Sepupu? Gretha kembali mengingat-ingat tentang pria di depannya ini. Setelah mengingatnya Gretha menatap laki-laki itu dari atas ke bawah, seperti memindai.

'Huh, kesialan apalagi ini, kenapa bisa Luzio jelek ini ada di sini. Bulan ini bukan waktu kunjungan mereka, seharusnya bulan depan. Dan ada apa dengan wajah sialannya yang tampan itu.' batin Gretha kesal.

"Hentikan, itu sama sekali tak mempan untukku. Wajahmu sungguh jelek pangeran." Gretha memalingkan wajahnya ke samping tak berniat menatap wajah Luzio lebih lama.

"Kau sungguh jahat."

"Ya ya ya, terserah. Ck, mengganggu saja," sentak Gretha membuat Luzio langsung diam menuruti ucapan Gretha.

"Apa yang kau rencanakan adik kecil," sahut suara lain yang begitu familiar di telinga Gretha.

"Boleh aku ikut," lanjut suara itu.

Gretha mendesis kesal kemudian menatap tajam Luzio yang menundukkan kepala takut. Luzio sangat takut pada Gretha, apapun akan dia lakukan asal Gretha senang. Gretha sangat berharga bagi Luzio berbeda dengan Gretha yang menganggap Luzio sebagai serangga pengganggu.

Why You Don't Love Me Duke? [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang