Chapter 16

6.8K 777 43
                                    

Jangan lupa vomen

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jangan lupa vomen

🌼🌼🌼

Gretha turun dari kereta dengan tergesa-gesa. Dia sudah tak sabar untuk bertemu dengan kakek dan neneknya. Dengan cepat dia melangkahkan kakinya memasuki mansion grand duke Graham, bertanya keberadaan kedua orangtua ibunya pada kepala pelayan yang menyambutnya depan pintu.

Senyum diwajahnya terpatri saat dia melihat dua orang tersayangnya. Berlari kecil, Gretha menghampiri keduanya dan langsung memeluk dari belakang.

"Ah, aku sangat merindukan kalian," ungkap Gretha setelah melepaskan pelukannya sembari duduk disamping kakek dan neneknya.

"Gretha, ini kau nak? Kami merindukanmu," tanya gran duchess Graham tak percaya dengan tangan mengelus pipi Gretha.

"Dasar gadis nakal. Sudah tiga tahun berlalu dan kau baru datang sekarang," marah grand duke Graham dengan maksud bercanda. Tawa Gretha pecah saat melihat wajah dan ucapan kakeknya tak senada.

"Rumah ini selalu terbuka untukmu, kau tau itu?," ujar kakeknya kali ini dengan wajah serius.

Raut wajah Gretha berubah, digantikan wajah sedih yang berusaha dia sembunyikan tapi sepintar apapun dia menyembunyikannya orang terdekatnya pasti akan tau. Gretha yakin kakek dan neneknya ini pasti tau berita bunuh dirinya yang gagal. Gretha berpikir jika hari itu dia benar-benar meninggal, apa yang akan dilakukan keluarganya. Jika itu ayah dan kedua saudaranya mereka pasti akan bereaksi biasa saja tapi tidak dengan kakek, nenek dan keluarga bibinya terlebih Luzio dan Eden. Sepupunya itu pasti akan mengamuk, melihat dia terluka sedikit saja mereka sudah heboh.

Tersenyum, Gretha menganggukkan kepalanya, "hum, tentu. Jika kakek mengusir ku dari rumah ini aku akan adukan pada bibi dan Luzio serta kak Eden."

"Siapa yang ingin mengusir mu?," tanya sebuah suara yang tak lain adalah Eden.

"Aku tanya siapa? Apa Eirich, Lars atau paman?," nada dingin Eden terdengar jelas ditelinga Gretha membuatnya merinding.

"Ahaha, kak tak ada yang berani mengusirku," jawab Gretha dengan senyum canggung, dia tau Eden membenci ayah dan kakaknya bahkan untuk melihat wajah mereka saja dia tak sudi.

"Eden sudah, lebih baik kau antarkan adikmu ke kamarnya untuk istirahat," ujar duchess Graham mencairkan suasana.

Keduanya berjalan, menjauh meninggalkan kakek dan neneknya yang masih ingin menikmati semilir angin sambil menikmati teh.

🌼🌼🌼

Dalam kamarnya, Gretha sibuk berkutat dengan pena, tinta dan kertas. Dia menulis beberapa kata pada kertas itu yang besoknya akan dia kirimkan untuk keempat temannya. Ya, sore tadi surat dari keempat temannya datang, mereka mengabarkan kegiatan yang mereka lakukan.

Setelahnya, dia merebahkan badannya di kasur empuknya. Matanya menatap ke sekeliling, tak ada yang berubah, kamar itu tetap sama seperti terakhir kali dia berkunjung. Dia senang berada disini, kamar inilah yang menjadi pelariannya dulu saat dia dihukum atau dimarahi oleh ayahnya.

Why You Don't Love Me Duke? [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang