Chapter 22

1.7K 158 2
                                    

Vomennya jangan lupa (づ ̄ ³ ̄)づ

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Vomennya jangan lupa (づ ̄ ³ ̄)づ

Suasana ruang makan saat ini, sunyi. Hanya terdengat suara sendok yang beradu dengan piring.

Satu persatu anggota yang ada selesai dengan makanannya. Tak ada yang beranjak sebelum kepala keluarga bersuara.

"Apa jadwalmu hari ini Etha?," tanya sang ayah yang hanya dibalas tatapan malas.

"Hm, aku pikirkan dulu," balasnya tanpa menatap lawan bicara. Tak sopan tapi saat ini mood Gretha sedang naik turun bak rollercoaster dan tak tau kapan akan kembali semula.

Tangan ramping itu mengambil serbet dan menyapukan pelan dan lembut kearah bibirnya membersihkan noda makanan yang masih tersisa. Matanya beralih menatap sang ayah, "cukup padat. Ada yang ingin ayah sampaikan padaku? ," tanyanya dengan senyum paksa. Lidahnya cukup kaku saat menyebut 'ayah.'

Alis Arjen menukik bingung. Anaknya ini hanya diam dimansion tanpa melakukan apapun dan dia bilang kegiatannya cukup padat. Kegiatan apa yang dia lakukan, dia sangat penasaran. "Cukup padat?."

Gretha mengangguk mantap, "hm, hari ini aku memiliki agenda khusus. Tidur, membaca novel, mengemil dan keluar menghirup udara segar kemudian ke perpustakaan membeli novel setelahnya ke stan makanan yang cukup populer akhir ini dan juga memberi pita untuk hiasan kepala," jelasnya.

"Kegiatanmu cukup padat untuk seorang pengangguran," ungkap Lars tepat sasaran. Mata Gretha memincing tak suka, ya meskipun itu fakta. "Enak saja. Jika bukan aku yang menghabiskan gaji ayah siapa lagi. Aku hanya jadi anak yang berbakti," belanya.

Kekehan dari Erich dan Arjen terdengar. Cukup lucu menurutnya wajah kesal Gretha. "Hm, kau begitu berbakti," ujar Eirich, mengusak rambut Gretha pelan.

🔸🔶🔸

"Nona, anda akan kemana?," tanya Milly, pasalnya sang nona saat ini sudah siap memasuki kereta dengan gaun sederhanya. Tanpa aksesoris pelengkap hanya kalung tak mencolok itu yang dia pakai. Jangan lupakan jubah yang menyampir di lenganya.

"Toko buku dekat jembatan. Itu tujuanku, ikut atau tidak?," jawab Gretha seadanya.

Dengan cepat Milly menaiki kereta saat sang nona memerintahkan sang kusir untuk menjalankan kereta. "Rapikan tampilanmu," pinta Gretha tanpa menatap kearah Milly yang meringis malu.

Sesampainya, mereka turun. Tanpa menunggu Milly, Gretha berjalan memasuki perpustakaan. Langkahnya menuju pojok perpustakaan.

"Kak, dimana aku bisa menemukan Novel Don Quixote," ujarnya tanpa menunda waktu.

"Kesini, berapa yang kau butuhkan," tanya pemuda itu cepat.

"Untuk saat ini satu saja," balasnya dengan seringai yang menawan.

Mereka bertiga masuk kedalam sebuah ruangan dibalik rak buku. Melewati lorong hingga akhirnya tiba disebuah ruangan yang mirip dengan ruang kerja yang cukup rapi.

Why You Don't Love Me Duke? [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang