Aktivitas di jalanan kota pagi ini tak seramai biasanya. Alih-alih asap kendaraan dan parfum para pejalan kaki, hari ini yang tercium adalah aroma tanah yang menyeruak ketika hujan.
Hanya ada segelintir kendaraan yang lewat dan para pejalan kaki bisa dihitung dengan jari. Seorang wanita muda yang lebih memilih berjalan di bawah toko-toko beratap daripada mengenakan payung adalah satu dari pejalan kaki tersebut.
Tangannya menenteng kantong plastik berisi cemilan yang sudah diimpikan oleh anak lelakinya sejak lama.
Begitu sampai di tempat, dia segera membuka tokonya. Di dalam sangatlah gelap, bahkan ketika semua horden dibuka hanya ada secuil perubahan, membuat wanita itu sadar hujan pagi ini, walau tak begitu lebat, membuat langit begitu gelap.
Dia meletakkan bawaannya di meja kasir dan menggantungkan switer serta topinya di gantungan ketika pintu toko bukunya diketuk.
"Kami buka dua jam lagi!" responnya.
Wanita itu mengintip sedikit dari balik jendela, dan seketika ia tak peduli lagi dengan siapapun yang mengetuk pintunya lantaran perhatiannya sudah dicuri oleh pemandangan kota yang entah sejak kapan terlihat hancur.
Spontan ia menutup mulutnya yang menganga, tubuh wanita itu sedikit lunglai ke belakang dan tak disangka ia merasa tubuhnya menabrak sesuatu yang keras.
Seseorang. Jelas itu seseorang. Siapa? Sejak kapan dia masuk?
Wanita itu terengah-engah. Dia mengepalkan kedua tangannya yang sudah berkeringat sambil melirik pintu toko dengan hati-hati.
"Percuma jika kau ingin kabur, kau tak akan bisa." Seseorang, yang dari suaranya jelas seorang pria, terkekeh. "Alohomora."
Mata wanita itu membulat saat pintu tokonya tiba-tiba terkunci. Tubuhnya bergetar dan matanya mulai mengeluarkan air ketakutan.
"Kumohon, ambil apapun yang kau mau, tapi jangan lakukan apapun padaku, aku satu-satunya harapanku anak lelakiku yang berumur 4 tahun, dia pastilah sedang bermain di sekolahnya sekarang, kumohon..."
Mendengar itu, sang pria itu mengedikkan bahunya. "Anakmu manusia biasa, bukan? Jangan khawatir, dia akan bernasib sama denganmu."
Pria yang menggunakan topeng dan tudung itu pindah ke depan wanita yang kini menunduk sambil menangis tersedu-sedu itu. Dia mengelus dagu sang wanita dengan tongkat sihirnya. "Kau cantik, sayang sekali kau seorang muggle, avada kedavra!"
"TIDAK!"
* * *
Violet bisa merasakan tubuhnya bergetar sehingga alam bawah sadarnya terbangun.
Masih dengan mata tertutup, Violet yang menyadari bahwa barusan tadi hanya lah mimpi biasa hanya menggeliat dalam selimutnya sambil menguap lebar.
Namun saat ia mendengar geledek besar dan suara teriakan dimana-mana, yang mana nyaris sama dengan mimpinya barusan, mata Violet mencelang.
Ia bergegas mengambil posisi duduk saat mendapati dirinya berada di tempat asing, bukannya di kamar Harry dan Ginny. Kepalanya memutar kesana-sini, memandang sekeliling, dan mau tak mau berhenti saat ia melihat kaca—astaga, wajah aslinya sudah kembali?
Violet meloncat dari tempat tidur dan berdiri di depan kaca. Dia meraba-raba wajah dan badannya, serta mengukur tingginya, dia benar-benar Violet!
"Tidurmu nyenyak sekali, pasti lelah sekali ya menjadi seorang ibu?"
Violet langsung menoleh, Delphi sedang bersender di kusen pintu dengan bersedekap dada, menatapnya. "Delphi, apa yang terjadi? Apa yang kulewatkan?" Violet pindah ke jendela, ia melongo melihat tanda ular hijau tercetak di langit yang gelap.
"Aku sudah kembali ke masa lalu." Delphi berjalan menghampiri Violet. "Aku membawa Tom Riddle dan jasadmu ke masa kini, lalu aku memberi pensieve dari Voldemort pada Tom Riddle hingga ia mengerti tentang jati dirinya, dan gunanya jasadmu? Karena posisinya jasad kau tak bernyawa lagi, jadi nyawamu yang berada di tubuh Ginny Weasley bisa dipindahkan ke dalam tubuhmu. Saat kami menerobos rumah Harry Potter untuk membunuh keluarganya dan mengambilmu, kau sama sekali tak terbangun, gila sekali."
"Si-siapa yang kau maksud dengan kami?" Violet bisa merasakan seluruh ototnya menegang.
Delphi tersenyum manis sambil meremas lembut lengan Violet. "Ini bukan mimpi, Violet. Tom Riddle dengan jiwa Voldemort dan para pengikutnya sudah kembali, sedang melakukan revisi di muka bumi, dan Harry Potter sudah dibunuh dengan pisau muggle yang akan kami awetkan di museum nantinya, museum kita tentunya, karena kita pemilik dunia."
Violet terduduk di tepi tempat tidur. Baik tubuh dan kepalanya menunduk. Dia menggigit bibirnya dan menggelengkan kepalanya. "Ini tidak mungkin terjadi, kumohon jangan menipuku, Delphi, ini tidak lucu!"
Delphi menggeleng dengan wajah serius. Dia meraih lengan Violet, menuntunnya menuju suatu ruangan dimana Tom Riddle sedang menonton tindakan para pengikutnya dari pikirannya.
"Ehm, Dad?" Delphi mengetuk pintu untuk menyadarkan Tom tentang keberadaan mereka.
Tom menoleh sekilas namun saat menyadari bahwa ada Violet yang sudah terbangun sedang berdiri di depan pintu, kepala—bahkan hingga tubuhnya—memutar sepenuhnya.
Bibir Violet membentuk senyuman selebar satu mil dengan mata berair-air, lantas ia berlari dan mengalungkan kedua kakinya di pinggang Tom, Tom menyatukan bibir mereka dan memeluk erat pinggang Violet.
Delphi tersenyum dan menggeleng-gelengkan kepala, lalu menutup pintu, membiarkan dua sejoli itu kembali bersama.
KAMU SEDANG MEMBACA
1001 Nights | Tom Riddle
FanfictionTom dan Violet berjiwa neraka. Namun saat sedang berdua, keduanya merasakan cinta seperti di surga. Mereka ingin menaklukan dunia dengan kegelapan yang tertulis di garis takdir mereka. Untuk mewujudkan keinginan itu, ada banyak hal yang harus mereka...