7. Perundungan

8 3 0
                                    

Sejak tadi Davin hanya diam, dia sama sekali tidak mengajak bicara Ambar. Padahal, dia duduk di satu bangku yang sama. Begitu juga dengan Ambar yang berkali-kali mencoba untuk mengajak ngobrol, lalu diurungkan. Begitu seterusnya.

"Em ... Dav, kamu marah sama aku?" tanya Ambar yang akhirnya membuka mulut untuk bersuara setelah mengumpulkan banyak tekad.

Davin menggeleng. Berdiam sejenak beberapa detik, kemudian dia menoleh dan menatap kedua manik mata Anbar.

"Apa maksud mereka tadi? Mereka menyuruh kamu seolah menjadi budak."

Melihat gerak tubuh Davin, Ambar menunduk. Benar dugaannya. Davin akan menanyakan itu. Kenapa dia lupa bahwa di kelas ini ada Ara yang selalu memperlakukannya tidak baik, begitu juga dengan mayoritas warga sekolah yang tidak suka dengan Ambar.

Sungguh, Ambar tidak melakukan apa pun. Dia tidak punya alasan mengapa dirinya dirundung. Sebenarnya dia tidak berhak diperlakukan tidak adil di sekolah.

Davin menggoyangkan bahu Ambar, meminta penjelasan. Dia terlihat sudah tidak sabar lagi ingin mendengar penjelasan dari Ambar.

"Aku gak punya alasan, Dav. Aku gak tahu kenapa mereka kayak gitu ke aku." Setelah menghela dengan wajah sedih, Ambar akhirnya mengaku.

Davin mengerutkan keningnya. "Kalau gitu kamu harus menolaknya. Jangan mau dijadikan budak seperti itu."

"Dav, kamu gak ngerti ... ah, udah lah." Beberapa detik mengalihkan pandangan, Ambar akhirnya menatap Davin lagi. "Ara itu anak kepala sekolah. Jadi semua orang di sini banyak yang nurut sama dia. Ara dan sahabat-sahabatnya paling suka memperbudak aku."

Tatapan Davin sangat berubah. Ada sedikit emosi yang  terlihat di sana. Tentu saja dia akan marah jika Ambar ternyata diperlakukan tidak baik di sekolah.

"Kenapa kamu baru cerita ini? Kenapa harus aku tahu yang sebenarnya terjadi dahulu, lalu kamu akhirnya cerita?"

"Dav ...." Ambar sudah kehabisan kata-kata lagi. Dia tidak tahu harus mengelak bagaimana lagi. Memang kenyataannya Ambar tidak pernah bercerita soal ini. Bahkan kepada ibunya sendiri. Dia selalu memendam masalah ini sendirian, merasakan ketidakadilan di sekolah, berpura-pura bahagia saat pulang sekolah dengan mengatakan bahwa sekolahnya menyenangkan.

Davin jadi ingat, dulu Ambar sering sekali bercerita tentang sekolahnya. Dia bercerita bahwa dia punya banyak teman, dia selalu senang saat sekolah, sangat bersemangat untuk pergi ke sekolah karena teman-teman di sana sangat seru dan baik.

Semua berbanding terbalik.

"Oh ... jadi Ambar sekarang temenan sama si bisu ini?" Lagi-lagi biang masalah yang sejak tadi memenuhi isi pikiran Ambar dan Davin datang.

Ya, siapa lagi kalau bukan Ara dan kedua sahabatnya.

Ara kini sudah berjarak sangat dekat dengan Ambar dan Davin. Bahkan, dia sedang duduk di atas meja mereka. Dia menatap Davin dengan kekehan yang menjengkelkan. Dia terlihat seperti iblis berwujud manusia.

"Hai, Bisu!" sapanya sambil memiringkan kepala untuk menatap wajah Davin yang duduknya lebih rendah.

Davin hanya menghela napas lalu mengalihkan pandangan. Dia tidak suka dengan orang seperti Ara. Mungkin, mengabaikan Ara lebih baik daripada menanggapi dan akhirnya akan sakit sendiri.

Merasa dirinya diabaikan, Ara mencengkeram kedua pipi Davin dan membuat laki-laki itu menatapnya lagi. "Lo sombong banget, ya. Gue lagi nyapa lo!"

Davin segera mengambil buku kecilnya di kolong meja. Cepat-cepat dia menulis sesuatu di sana lalu menunjukkan tulisan itu pada Ara.

'Maaf, kamu bukan orang baik.'

Butterfly Angel (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang