9. Di Gudang Sekolah

8 5 0
                                    

"Hei, siapa di sana? Tolong jangan dikunci, di sini ada orang!" Merasa pintu itu tidak dapat dibuka, Ambar menjadi panik. Sementara Davin berusaha untuk menggedor-gedor pintu supaya bisa terbuka. Mereka yakin bahwa ada seseorang di balik pintu yang sengaja mengunci mereka dalam gudang. 

"Ini gue, Mbar ... sorry, gue udah bohong. Tapi kayaknya seru deh kunci kalian di dalam gudang gini. Selamat menikmati!" Ambar dsn Davin saling melempar pandangan. Kini mereka tahu siapa seseorang yang menguncinya.

"Ara, kamu bisa gak sih sehari aja gak kayak gini? Kamu itu jahat, kamu keterlaluan, Ara!" Mata dan wajah Ambar sudah terasa sangat panas. Dia tidak tahan jika Ara semakin hari semakin menjadi-jadi.

"Lo nikmatin aja kali, toh lo bisa berduaan sama temen lo si bisu itu." Setelah mengatakan itu, Ara segera pergi meninggalkan tempat dengan kunci gudang yang ada di genggaman tangannya.

Davin menggebrak pintu kesal. Sungguh, ternyata di sekolah ini setara dengan di neraka. Dalam hati Davin hanya bisa berdoa semoga akan ada seseorang yang membukakan pintu.

"Dav, gimana ini. Sebentar lagi bel masuk udah bunyi." Gadis di depannya terlihat panik. Davin tahu betul bahwa Ambar sedang sangat sedih sekarang.

Davin mendekatkan dirinya pada Ambar. "Kita berdoa saja semoga ada orang yang mau menolong kita. Nanti, kalau dengar suara orang lewat, kita gedor-gedor pintunya."

Ambar mengangguk pelan. Semoga. Semoga saran Davin akan berhasil.

Laki-laki itu lalu terduduk di sudut gudang, disusul dengan Ambar yang sebenarnya ketakutan. Dengan penuh ketenangan, Davin merangkul pundak Ambar dan mengelusnya pelan.

"Dav, gelap ... takut," lirih Ambar sambil memperhatikan sekitarnya. Memang gudang ini ternyata cukup gelap jika pintu ditutup. Dan Ambar adalah orang yang takut kegelapan.

"Takut itu wajar. Tapi kamu harus bisa tenang, ya." Setelah berbicara dengan menggunakan tubuh, Davin kembali merangkul Ambar.

Bendungan yang sejak tadi ditahan-tahan oleh Ambar pada pelupuk mata kini mendadak tumpah ketika Davin menunjukkan senyum teduh. Entah mengapa dia masih begitu merasa bersalah. Davin, orang yang sangat dia sayangi yang harus terjebak juga di sini dan mendapat perlakuan sama sepertinya. Sungguh, ini tidak pernah terpikirkan oleh Ambar sebelumnya.

Hati Ambar semakin merasa teriris ketika Davin malah mengusap air matanya dengan kedua ibu jari. Kemudian tangannya mengelus rambut Ambar dengan lembut.

"Dav ... maafin aku, Dav. Gak seharusnya aku bawa kamu ke sini dan diperlakukan kayak gini. Aku pikir kita bakal seneng bisa sekolah bareng. Ternyata malah kayak gini. Maafin aku, Dav ...."

"Gak perlu minta maaf. Sekolah di sekolah umum adalah impianku. Apalagi sekolahnya sama kamu, orang yang sangat berharga buatku. Aku seneng, kok bisa sekolah di sini."

Ambar tahu betul laki-laki di depannya sedang menjadi pembohong kali ini. Mana mungkin dia senang dengan perlakuan orang-orang di sini.

"Dan sekarang kamu gak sendirian. Ada aku di sini. Kamu jangan takut sama mereka, kita hadapi bersama-sama. Itu tujuanku setelah aku tahu bahwa ternyata kamu dirundung di sini.

"Aku kadang memang sedih karena mendapat perlakuan kayak gini di sekolah yang aku pikir akan indah dan baik-baik saja. Tapi, aku lebih sedih kalau sahabatku dirundung. Aku gak terima. Terlebih lagi, kamu gak pernah cerita ke aku soal ini. Dan karena sekarang aku udah tahu semuanya, aku janji akan jadi pelindung kamu. Kita lewati semua susah-senang ini bersama. Seperti layaknya sahabat sejati, Ambar."

Ambar sangat terpaku dengan kata-kata Davin. Terharu dan sedih sedang bercampur aduk di hatinya. Tapi, ada yang lebih terasa dari itu, yaitu rasa sayang Ambar kepada Davin.

Butterfly Angel (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang