1. Kedatangan Ambar

62 17 7
                                    

Bekasi, Januari 2001

"Bu, beneran kita bakal tinggal di rumah sebesar ini?"

"Iya, Nak. Tapi kamu janji jangan nakal-nakal di sini. Kalau kamu gak mau bantu ibu, kamu jangan banyak tingkah. Ingat, ibu di sini buat bekerja."

Gadis kecil berambut panjang yang diperingatkan ibunya itu langsung meletakkan punggung tangannya di pelipis sebelah kanan, memberi gerakan hormat. Menandakan bahwa dirinya akan mematuhi perintah tersebut.

Melangkah pelan mendekat pada pintu berwarna putih tulang yang menjadi jalan utama untuk menuju rumah mewah, wanita berusia sekitar tiga puluh enam itu mulai mengetuk pintu. Sementara putri satu-satunya asik melihat sekitarnya. Sangat indah dan mewah. Di sekitar rumah tersebut terdapat banyak bunga yang warna-warni, dan di sampingnya terdapat danau kecil.

Hingga pintu terbuka dan memperlihatkan langsung seorang anak laki-laki yang sepantaran dengan gadis itu. Dia tampak sopan. Mengambil buku kecil yang dikalungkan dengan tali, kemudian menulis sesuatu di sana. 'Ada apa?'

"Saya Bu Rani, pembantu baru di rumah ini."

Laki-laki kecil itu kembali menulis, kemudian menunjukkan tulisannya pada ibu. 'O ya ibu ada di dalam. Kalau begitu ayo masuk bu'.

"Ambar, ayo masuk, Nak?" Gadis kecil yang keasikan dengan alam di sekitar itu akhirnya diseret pelan dengan ibunya supaya segera masuk.

Dia tampak bingung, kenapa laki-laki yang sedang berjalan di depannya itu mengalungkan buku kecil dan pena?

"Eh, kamu ngapain pakai kalung buku gitu? Kan lebih bagus pakai kalung kayak punyaku, harganya murah juga." Ambar kini berhadapan dengannya, sambil menunjukkan kalung yang dia pakai. "Oh, atau kamu memang suka sama buku, ya? Aneh sih ... tapi bagus, lah. Lain dari yang lain." Kemudian dia tersenyum dengan mengacungkan kedua jempolnya.

Sementara laki-laki yang sejak tadi hanya diam mendengar ocehan Ambar, dia mengangguk sambil tersenyum. Lalu menggandeng Ambar dan mengajaknya duduk di sofa besar yang terasa sangat lembut.

Dia menuliskan sesuatu di buku tersebut. 'Namaku davin. Salam kenal. Namamu pasti ambar'.

Ambar mengerutkan dagunya sambil menatap laki-laki di depannya. Ada dua pertanyaan di benak Ambar. Pertama, bagaimana dia bisa tahu namanya, padahal dia belum memberi tahu. Kedua, kenapa laki-laki ini tidak mengeluarkan suaranya, dia lebih memilih menulis.

"Ambar, ini anak saya, namanya Davin. Kamu boleh berteman dengannya. Kamu panggil saya ibu, karena mulai sekarang kita akan menjadi seperti keluarga." Seorang wanita berpakaian indah, berambut pendek dan wajahnya cantik itu tampak berjalan keluar dari kamar menuju sofa yang dia mereka duduki.

Ambar hanya manggut-manggut. "Aku sudah punya ibu, masa panggil ibunya Davin ibu juga? Bingung, dong!" ucapnya setelah menyadari bahwa dia akan memiliki dua orang yang dipanggil ibu.

"Oke, kalau begitu Ambar panggil Ibu Tias aja," balas ibunya Davin dengan senyum yang sangat ramah. Kemudian Ambar menyusul senyum itu.

Setelah berbincang beberapa hal, mulai dari cerita Ambar yang rumahnya berada di desa, ayahnya yang sudah meninggalkannya sejak dia lahir, dan juga Ambar yang masih duduk di bangku kelas tiga SD. Bu Tias akhirnya mengarahkan Ambar supaya beristirahat di kamar yang sudah disediakan. Kamar yang dua kali lipat lebih luas dari kamarnya di desa, lebih indah dan lebih rapi.

Gadis itu tersenyum senang sambil menatap langit-langit kamar. Dia tidak habis pikir. Padahal, ibunya di sini untuk bekerja sebagai pembantu, tapi dia malah mendapat fasilitas yang bagus-bagus. Bahkan, bisa tinggal di rumah mewah seperti ini.

Butterfly Angel (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang