29. Selamat Ulang Tahun, Semoga Cepat Mati

7 0 0
                                    

Davin meletakkan ponselnya di atas meja yang sudah disiapkan kue untuk Ambar. Dia menatap kue tersebut dengan senyum yang mengembang. Mengingat kata-kata Ambar tadi bahwa dia sekarang sedang bahagia, rasanya dia ikut bahagia.

Ternyata, sahabat-sahabat Ambar sangat menyayangi Ambar. Mereka memberi kejutan ulang tahun untuknya. Membuat Davin sedikit berpikir. Ambar sudah mendapat kejutan dari mereka, apakah kejutan darinya nanti akan terasa menyenangkan juga?

"Aku senang kalau kamu senang, Ambar," ucapnya dalam hati, kemudian dia menatap foto Ambar yang dia jadikan wallpaper ponselnya. Dia terlihat sangat cantik, manis, dan lucu.

¶¶¶

"Ambar, sekali lagi selamat ulang tahun." Nina memulai percakapan, setelah beberapa menit suasana di sana menghening.

Ambar menoleh dengan alis yang terangkat karena senyumnya. Dia terkekeh. "Lagi? Makasih banyak ya, Nina."

"Selamat ulang tahun, semoga ini adalah ulang tahun terakhir kamu." Raut wajah Ambar mendadak berubah drastis. Yang semula tersenyum lebar, kini berubah menjadi datar dan penuh keheranan.

Ulang tahun terakhir? Apa maksud Nina?

"M-maksud kamu apa, Nina?" tanya Ambar dengan sangat tidak percaya. Benarkah Nina mengucapkan kalimat itu tadi?

"Maksud aku, semoga kamu cepat mati." Nina menghela, memutar bola mata jengah. Entah mengapa raut wajah gadis itu mendadak berubah menjadi antagonis. "Penyakit kamu mana bisa disembuhin? Emangnya kamu bisa bertahan, enggak kan? Paling juga gak lama lagi mati."

Mendengar itu, dada Ambar mendadak terasa sakit. Jantungnya berdetak begitu kencang. Dia sangat terkejut atas ucapan Nina. Benarkah ini Nina sahabatnya? Ini bukan seperti Nina yang dia kenal!

"Akh," rintihnya sambil memegangi dada sebelah kirinya. Rasanya sangat sakit.

"Tuh kan, baru diomongin gitu aja udah langsung kesakitan. Lemah, dasar anak penyakitan. Sok-sokan gak mau kasih tahu orang-orang biar kelihatan baik-baik aja. Biar dipikir sehat gitu? Kamu malu karena penyakitan? Pantes sih, orang penyakitan bersahabat sama orang bisu. Cocok banget!" Nina tidak henti-hentinya mengoceh, mengeluarkan semua unek-uneknya yang selama ini berusaha dia pendam sendirian.

Ambar semakin merasa dirinya tidak berdaya mendengar itu. Apalagi ketika Nina menyebutkan tentang dia yang bersahabat dengan orang bisu. Tentu saja yang dia maksud adalah Davin. Dia tidak mau Davin diikutkan dalam topik ini.

"Nina ... ka-kamu ... tahu dari mana soal penyakit ... aku?" Susah payah Ambar berusaha untuk menahan rasa sakit di dadanya.

"Aku gak sebodoh yang kamu pikir ya, Ambar. Kamu pikir kamu bisa sembunyiin penyakit kamu dari aku? Enggak!" Nina kini mendekatkan wajahnya pada wajah Ambar yang tertunduk kesakitan. "Ada yang mau aku omongin ke kamu. Aku benci banget sama kamu. Karena kamu selalu bisa dapetin Davin. Asal kamu tahu, aku cemburu lihat kamu sama Davin bersahabat terlalu dekat kayak gitu!"

"Nina, kamu suka sama ... Davin?" tanya Ambar dengan kondisi yang semakin melemas.

"Iya aku suka. Aku cinta sama Davin. Dan gara-gara kamu ... kamu itu penghambat, Ambar. Gara-gara kamu, aku gak bisa dapetin Davin!"

Ini semua terasa seperti mimpi.

Jadi, selama ini Nina diam-diam menyukai Davin. Pantas saja Nina sering mendekati laki-laki itu. Ambar sangat tidak menyangka.

Butterfly Angel (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang