16. Ternyata Tinggal Serumah

13 5 0
                                    

"A-Ambar? Kok kamu ada di sini?" tanyanya dengan wajah yang masih penuh keheranan. Dia juga tidak melepaskan tatapan penuh pertanyaan itu padanya. 

Sementara Ambar menaikkan kedua alis ikut heran. Kenapa Nina bertanya seperti itu? Kan memang Ambar tinggal di sini. Mau di mana lagi?

"Lah, aku emang---"

"Kamu lagi main di sini?" potong Nina masih kebingungan. Nina semakin tidak mengerti, jika Ambar sedang main di rumah Davin, mengapa sampai berkeliaran di rumah Davin seperti rumahnya sendiri. Sedekat apa mereka berdua.

Ambar meneguk ludah sadar. Dia lupa memberi tahu bahwa dia memang tinggal satu rumah dengan Davin. Pantas saja Nina kebingungan.

"Enggak ... kita memang tinggal satu rumah." Akhirnya Ambar menjawab santai sambil duduk di samping Davin. Kemudian tersenyum pada laki-laki itu.

Mendengar jawaban Ambar, Nina mengerutkan keningnya tidak paham. Bagaimana bisa? Katanya mereka hanya sahabat, kenapa sampai tinggal bersama?

"Oh iya, Dav. Tadi aku habis pinjam ponsel kamu sebentar buat telepon. Pulsa aku habis, hehehe." Ambar memberikan ponsel Davin sambil nyengir. Kemudian Davin terkekeh sambil menyenggol pundak gadis itu dengan sedikit kesal karena sering meminjam ponselnya.

"A-apa sih aku gak paham ...." Sementara di sana, Nina hanya menatap Ambar dan Davin dengan tatapan yang sudah tidak paham lagi dengan keadaan. Gadis itu merobohkan tubuhnya di sofa, lalu menggaruk-garuk kepalanya bingung. "Katanya kalian cuma sahabat? Sahabat apa saudara, sih?"

Suara Nina berhasil membuat fokus keduanya teralihkan padanya. "Iya, kita memang sahabat." Dengan polosnya, Ambar menjawab, tapi membuat Nina semakin merasa---

Aku di mana? Aku siapa?

Heeehh ... Tuhan, apa-apaan ini? Jelaskan, mengapa begini?

Padahal, baru kemarin Nina bertemu Davin, berkenalan, lalu saling menyimpan nomor telepon. Baru tadi pagi mereka mengobrol hangat dan mengatakan bahwa mulai hari ini mereka berteman. Dan baru saja tadi dia merasa jantungnya berdebar kencang saat Davin melakukan tindakan yang membuatnya salah tingkah sendiri.

Dan ternyata.

Ternyata?!

Apa-apaan? Nina merasa dipermainkan. Sekarang dia telah menemukan jawaban dari apa yang dia rasakan tadi saja jantungnya berdebar kencang karena Davin.

Nina jatuh cinta kepada Davin.

Itu jawabannya. Tapi sayangnya, baru saja dia merasakan jatuh cinta, Ambar langsung membuatnya tidak ada artinya di mata Davin.

Sudahlah, Nina kecewa. Sangat kecewa. Kecewa pada Davin, pada Ambar, dan pada semuanya!

¶¶¶

Hari ini hari Minggu, artinya tidak perlu pergi ke sekolah. Kemarin malam, Ambar dan Davin sempat berencana akan pergi menonton Bioskop. Keduanya sudah terlihat rapi. Ambar menggunakan celana putih dengan blazer berwarna abu-abu. Rambutnya dibiarkan terurai indah menutupi setengah punggung. Sementara Davin memakai jaket celana hitam dan jaket biru dongker favoritnya. Ngomong-ngomong, Davin pecinta warna gelap. Jadi, tidak heran jika satu lemari warna bajunya hampir mirip semua.

Jarak antara rumah ke mall tidak dekat. Mereka harus diantar Pak Wan naik mobil. Kali ini Ambar tidak akan menolak, karena dia sadar jika dia berjalan kaki dengan Davin, bisa-bisa sampai di mall kakinya patah. Ah, itu akan menjadi seram, bukan?

Setibanya di tempat bioskop, Ambar segera mengantri di belakang barisan orang-orang yang sudah menyerupai ular. Padahal, mereka berdua sudah berangkat sepagi ini, tapi tetap saja tidak bisa menghindari antrian panjang. Sepertinya lain kali mereka harus datang jam lima subuh supaya tidak antri.

Butterfly Angel (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang