34. Akhir Kisah Ini (Ending)

26 2 0
                                    

Ambar dan Bu Tias kini sedang menekuk lutut di samping tanah yang baru saja mengubur Davin. Bu Tias memeluk papan nisan yang tertulis nama putranya di sana.  Dia menangis, menyebut nama Davin berkali-kali sambil merintih. Sementara Ambar menatap nama Davin dengan pandangan kosong, air matanya terus mengalir tiada henti.

Masih tidak menyangka bahwa Davin telah pergi. Padahal, baru kemarin dia menghabiskan waktu bersama di halaman belakang rumah. Masih kemarin Davin melukis wajah Ambar di atas kanvas. Masih kemarin dia meminta maaf kepada Davin karena dia menyadari bahwa sikapnya akhir-akhir itu membuat Davin kecewa.

Sekarang ... laki-laki berhati malaikat itu sudah pergi.

Davin tidak pernah berubah. Sejak dia mengenal hingga kehilangan, Davin tetap orang yang baik. Dia selalu baik kepada siapa pun. Hingga dia pergi pun menjadi orang yang sangat baik. Yang rela mengorbankan nyawa untuk membuat Ambar tetap hidup.

Proses pemakaman sudah selesai. Hanya tersisa beberapa orang terdekat Davin yang masih di sana. Bu Rani mengelus pundak Bu Tias, menegarkan wanita itu. "Davin itu anak yang baik. Dia pasti bahagia di sana, Bu ...."

Mendengar itu, Bu Tias menyandarkan kepalanya di lengan Bu Rani. Menangis tersedu-sedu sambil tetap memandang tempat peristirahatan Davin. Kepalanya mengangguk menyetujui ucapan Bu Rani baru saja. Davin memang anak yang baik. Tuhan pasti akan menerima Davin di sisinya dengan sangat baik.

Ambar tidak mempedulikan mereka. Dia tenggelam dalam pikirannya sendiri yang terus memikirkan Davin. "Dav ... yang tenang di sana, ya. Tuhan pasti kasih kamu tempat terbaik buat kamu."

Setelah berlama-lama di sana untuk menemani kepulangan Davin, mereka memutuskan untuk kembali ke rumah. Tidak baik terlalu lama menangisi orang yang sudah di panggil Yang Maha Kuasa.

Setelah mereka pergi, ternyata Anna datang. Dia melangkah perlahan-lahan, mendekat pada nisan Davin. Dia menekuk lutut di sana, memejamkan mata dan menarik napas panjang.

"Maafin aku, Dav. Maaf karena aku dulu marah dan bahkan benci sama kamu. Aku belum sempat maafin kamu, tapi ternyata kamu pergi lebih dulu." Tangannya bergerak mengusap papan nisan tersebut. "Maafin aku ya, Dav ... karena aku dulu sering banget jauhin kamu dari Ambar. Maafin aku, Dav ...."

Air matanya menetes. Merasa sangat menyesal karena dia tidak bisa memaafkan Davin sebelum laki-laki itu pergi. Anna menyesal atas semua perbuatannya yang dilakukan pada Davin karena dia masih marah pasal kepergian Raffa.

"Aku sadar ... kamu itu gak pantas buat dibenci. Harusnya aku sadar ini dari dulu, harusnya aku gak marah sama kamu, harusnya aku udah maafin kamu dan berteman lagi kayak dulu sama kamu." Gadis itu menangis tersedu-sedu di sana. Menangis sepuasnya karena di sekitarnya sudah sepi. "Dav ... kamu orang yang baik. Kamu harus bahagia di sana. Kamu pasti akan lebih bahagia di sana."

Menundukkan kepala sambil mengusap air matanya, Anna memutuskan untuk pamit. "Aku pulang dulu ya, Dav. Aku janji, aku bakal sering-sering ke sini. Sekarang kita berteman lagi kayak dulu, ya."

"Sampai jumpa lagi, Dav. Semoga kamu mau maafin aku, ya." Anna melambaikan tangan ke arah nisan itu. Kemudian kakinya melangkah pergi.

Sementara Nina yang sejak tadi menyembunyikan diri di balik pohon yang tidak jauh dari tempat peristirahatan Davin, akhirnya dia menampakkan wajah saat semua sudah pergi. Dia tetap berdiri di tempat yang sama, dia tidak ingin menghampiri Davin, tidak ingin memeluk papan nisan Davin, tidak ingin menatap tanah tang mengubur Davin itu.

"Dav ... aku gak nyangka kalau ternyata semua berakhir begini." Pandangannya tidak pernah luput dari nisan Davin. "Maafin aku, Dav ... aku jahat, aku memang jahat. Maafin aku, aku gak tahu kalau ternyata Tuhan ambil kamu lebih dulu."

"Maafin aku, Dav ... aku salah ...."

¶¶¶

Sepulang dari pemakaman, suasana di rumah hanya ada sepi. Semua orang langsung masuk ke kamar masing-masing, memisahkan diri dari satu sama lain untuk menghindari kesedihan.

Tentu saja rumah ini dipenuhi kenangan bersama Davin. Terutama Bu Tias yang merawat Davin sejak kecil, yang mengandung Davin selama sembilan bulan, yang melahirkan Davin.

Dia ingat saat-saat kelahiran Davin, saat semua bayi menangis dengan suara yang kencang, Davin hanya melebarkan mulut, tidak mengeluarkan suara sedikitpun. Dan sejak itu Bu Tiasi dan suaminya menyadari kekurangan Davin. Davin terlahir bisu. Tapi meski begitu, mereka sangat menyayangi Davin. Mereka menerima dengan baik kekurangan Davin, mereka sama sekali tidak malu memiliki anak bisu seperti Davin.

Hingga sang suami yang pergi lebih dahulu saat Davin berusia enam tahun, Bu Tias mau tidak mau harus membesarkan Davin seorang diri. Menjadi ibu sekaligus ayah untuk Davin.

Kedatangan Bu Rani beserta Ambar sebagai asisten rumah tangga di rumah ini berhasil membuat suasana kembali hidup. Davin jadi memiliki sahabat baik seperti Ambar. Davin jadi mengerti banyak hal karena Ambar. Mereka semua sudah menjadi seperti keluarga. Dua orang ibu dan dua orang anak dalam rumah itu, tidak pernah ada keributan atau konflik. Selalu terlihat rukun dan bahagia.

Dan kini, salah satu kebahagiaan mereka telah pergi.

Di sisi lain, Ambar sedang duduk di halaman belakang sendirian. Sore itu, kupu-kupu yang kemarin dia rindukan berdatangan seolah tidak ingin membiarkan Ambar kesepian.

Ambar terisak saat melihat kupu-kupu itu. Dia jadi ingat Davin. Dia ingat saat terakhir kali berada di sana bersama Davin. Senyum laki-laki itu yang menenangkan, mungkin kini sudah tidak bisa dia lihat lagi.

Memegangi dada sebelah kirinya, di mana di dalam sana terdapat jantung milik Davin, Anbar menangis sambil menyebut nama Davin. "Dav ... kita pasti bertemu lagi, kan?"

Menekuk kedua lutut dan memeluknya dengan erat. Kepala Ambar tertunduk, air matanya mengalir deras. Merasakan betapa sepinya dia sekarang. Sendirian di halaman belakang yang biasanya diisi dengan cerita-cerita menyenangkannya bersama Davin.

"Davin ... aku gak akan pernah lupa sama kamu ...." Dia memberi jeda sejenak untuk menenangkan diri. "Aku ... sayang kamu, Dav ...."

-TAMAT-

Yeay! Akhirnya cerita ini tamat tepat waktu h-1 deadline event!😭✊

Gimana endingnya menurut kalian? Suka nggak?

Maaf ya kalau kurang memuaskan. Semoga bisa ambil hikmah dan pelajaran dari kisah Davin dan Ambar ini, ya.🤗

THANK YOU YANG UDAH BACA CERITA INI SAMPAI AKHIR, SEBAGAI AUTHOR AKU MERASA DIHARGAI SEKALI!🙏♥️





Butterfly Angel (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang