Raya menatap ruangan dengan pintu bercat putih di depannya. Semenjak datang, aroma obat obatan menyeruak masuk dalam indra menciumnya, lalu ia menyentuh gagang pintu dan menghembuskan nafasnya.
Ceklek
Yang pertama Raya rasakan saat memasuki ruangan itu adalah sepi, dingin, dan sedikit ada rasa aneh. Lima langkah berjalan, terdapat bangsal bangsal yang terjejer rapi dan telah di isi dengan tubuh kaku tak bernyawa. Beberapa kosong, beberapa lagi di isi.
Ruangan yang mereka sebut sebagai ruang Jenazah.
Ia mencari Nama Ayah dan Mamanya. Setelah tiga bangsal dari kanan barulah Nama Mama ditemukan, dengan Nama ayahnya di bangsal samping Mama.
Raya menyikap kain putih yang menutupi Mama-nya kemudian melangkah di antara kedua bangsal Mama dan Ayahnya.
Raya menatap Mama dan Ayahnya kosong. Tubuhnya membeku, air matanya menetes perlahan, tapi sama halnya dengan Raya, Rosa dan Jeff juga begitu, mereka berdua hanya terbaring kaku. Wajah mereka terlihat tenang, seperti ketika ia melihat Mamanya sedang tertidur, tapi kali ini wajah cantik Mamanya di hiasi dengan beberapa bekas luka di atas kulit pucat pasi, begitupun Jeff, tidak ada bedanya dengan Rosa. "Mama.. Ayah.. sekarang Raya sendiri ya.."
Berjam-Jam yang lalu dia berangkat dengan perasaan campur aduk dari Belanda. Nathan menelfon, katanya rumah mereka di Jakarta telah di rampok, parahnya perampok itu turut membunuh Mama dan Ayahnya. Kebetulan yang menyedihkan, Nathan sedang tidak berada di rumah saat itu, ia harus mengurus kegiatan di kampus sehingga ia memilih menginap di sana.
"Ma, Maafin Raya.. Raya salah ninggalin Mama.. Ayah.. Raya minta maaf, Raya salah.. Raya minta maaf.."
"Mama! Ayah!! Mama..."
"Hei hei Raya, udah, Ray, udah.." Tiba tiba Nathan berlari tergopoh-gopoh dari luar, hanya untuk menemukan Raya meraung-raung di samping bangsal kedua orangtuanya, yang bahkan sudah tidak bernyawa.
"Nath.. gue salah, Nath.. nggak seharusnya gue ke Belanda.. harusnya gue tau saat mama ngekhawatir in gue artinya dia nggak gak mau gue jauh dari dia.. gue salah, Nath.." Nathan memeluk Raya erat, kemudian kaki nya melemas dan terduduk di lantai dingin rumah sakit dengan Nathan yang masih mendekap nya dalam pelukan hangat. "Gue juga salah, Ray, nggak seharusnya gue nginep di kampus malem itu."
Raya kembali terisak, "maaf nggak bisa jaga Mama sama Ayah selama lo di Belanda."
Kehilangan terjadi lagi di kehidupan mereka, lagi lagi kehilangan merusaknya. Kali ini takdir terlalu mempermainkan mereka.
-
Satu bulan sudah Rosa dan Jeff meninggalkan Raya dan Nathan sendiri, Raya masih di Jakarta, ia masih belum siap untuk pergi ke Belanda, kuliah yang ia jalani berantakan, seharusnya lima bulan lagi ia sidang, tapi mungkin ia tidak bisa mengejar itu, bahkan sekarang ia belum menyentuh folder skripsinya sama sekali. "Lo kapan balik ke Belanda?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny
FanfictionDua kepribadian yang berbeda dengan takdir yang sama, kehilangan. "Karena dalam hidup gue. Cukup gue kehilangan satu kali, yaitu bunda. Gue gaakan sanggup kehilangan lagi setelah bunda, terutama lo." Hening setelah itu. Nathan membawa pandangannya m...