Haidan pindah ke Jerman.
Tepat satu bulan setelah Nathan dan Raya jadian, Haidan jutsru harus meninggalkan Raya, meninggalkan sekolahnya, meninggalkan semua yang ada di Jakarta.
Sudah tiga hari sejak Haidan pergi, Raya rewel. Tidak mau makan, tidak bersemangat. Bahkan Nathan harus menjadi korbannya, tentu saja, Nathan di cuekin habis habisan,
"Raya, makan dulu ya?" Raya menatap Nathan dengan mata sembab dengan lingkaran hitam di bagian bawah matanya, kemudian menangis. lagi."Raya, lo udah tiga harian jarang makan, Haidan disana pasti baik baik aja kok."
"Lo nggak ngerti, Nath..." lawabnya lirih.
"Apa yang bikin gue gak ngerti." Bukan pertanyaan, tapi nada dingin dan membuat tubuh Raya bergetar. Suara dingin ini kembali ia dengar setelah berbulan-bulan yang lalu.
"Gue selalu ngertiin lo. bahkan ketika lo nangisin cowo lain di depan gue, gue berusaha buat ngertiin. gue tau dia sahabat lo." Dan kemudian dengan berat hati Nathan harus berbicara kasar dengan Raya.
"Gue selalu ngertiin lo, Ray! Gue berusaha selalu ada buat di saat lo nggak baik-baik aja. Gue pacar lo.."
Tidak ada yang selanjutnya Raya lakukan, ia kembali menangis, mungkin apa yang ia katakan menyakitkan hati Nathan yang selama ini selalu memperhatikannya. Nathan benar, Nathan lah yang selama ini ada di sampingnya. Raya hanya belum tau, dia belum peka, pikirannya terus sibuk memikirkan Haidan.
"Maaf.."
Pada akhirnya Nathan menatap Raya, "aku juga maaf udah bicara kasar." Nathan menghela nafasnya. Kemudian meraih sepiring makanan yang telah di siapkan Rosa. "Udah.. jangan nangis. Kamu sekarang makan ya? Sini, aku suapin." Tidak ada pilihan lain, Raya hanya menurut. "Besok sekolah mau? Udahan, dong sedihnya. Haidan pasti balik,"
"Kalo gak balik aku tonjok dia!" Hanya dengan begitu saja Raya kembali tertawa, "dia lagi sakit jangan di tonjok!"
"Iya enggak, besok sekolah ya?" Raya mengangguk.
-
"RAYA!"
"Ututututu kangen.." Sena langsung memeluk Raya begitu anak itu masuk ke kelas, Raya hanya pasrah, toh selama ia bolos mereka memang tidak menjenguk sama sekali, mana tanda persahabatan mereka, tidak adil!
"Cih, selama gue di rumah kaga ada tuh kalian nongol." Kemudian Raya berjalan menuju bangkunya di buntuti oleh Sena.
"Bukan nggak mau, tapi cowo lo yang ngelarang." Tahu tahu Yaya datang dengan Jefan dan juga Nathan di belakangnya.
Detik berikutnya Nathan mengusir Sena yang duduk di bangku Yaya. "Bukan ngelarang, tapi kan dia butuh istirahat."
"Mulut lo! Bilang aja nggak mau di ganggu." Jefan mencebik sahabatnya, pasalnya orang mana yang akan melarang pacarnya untuk bertemu dengan sahabat sendiri, egois banget. Raya hanya mendengus malas, dan menoleh ke belakang tempat duduk Haidan, kini kosong, mungkin beberapa waktu kedepan kursi itu akan di isi oleh sarang laba laba.
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny
FanfictionDua kepribadian yang berbeda dengan takdir yang sama, kehilangan. "Karena dalam hidup gue. Cukup gue kehilangan satu kali, yaitu bunda. Gue gaakan sanggup kehilangan lagi setelah bunda, terutama lo." Hening setelah itu. Nathan membawa pandangannya m...