Janji Jiwa, Janji Nathan

104 23 0
                                    

"Lagian lo tuh kok bisa, sih ketumpahan kuah bakso gini, mana item banget lagi, ck!" Raya berdecak sambil menjemur seragam basah milik Nathan, pasalnya pacarnya itu baru saja ketumpahan kuah bakso di kantin, dengan kuah pekat khas kecap

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Lagian lo tuh kok bisa, sih ketumpahan kuah bakso gini, mana item banget lagi, ck!" Raya berdecak sambil menjemur seragam basah milik Nathan, pasalnya pacarnya itu baru saja ketumpahan kuah bakso di kantin, dengan kuah pekat khas kecap. Tidak semudah itu menghilangkan nodanya.

"Harsa, Ray, dia nyenggol aku."

Sudahlah, tidak ada gunanya mengelak, semua sudah terjadi, seragam putih milik Nathan sudah berakhir menggantung di bawah terik matahari siang, di atas rooftop sekolah. Menunggu pakaian itu hingga benar benar kering tidaklah sebentar.

"Udah, lah, gue mau ke kelas. Lo tungguin tuh seragam lo sampe lumutan."

"Et! gak bisa, lo harus nemenin gue disini!" Nathan bahkan sudah merentangkan kedua tangannya. Entahlah hanya dengan Raya, atau memang Nathan sudah berubah. s
Sekarang Nathan menjadi aneh, sumpah! Raya tidak berbohong. Nathan sekarang itu aneh, lebih banyak berbicara dan tingkahnya.. adaaa saja. Harusnya itu bagus, berarti Raya berhasil mengubah Nathan.

Kemudian Raya melototkan matanya terkejut. "Nggak! Nggak! habis ini tuh mapel biologi gimana bisa gue bolos!"

"Plis! sekali aja. Sekali kali jadi nakal ya, ya, ya." Tuhkan! Nathan itu sekarang aneh.

"Mending gue ngeliat dia dingin kayak es batu daripada kayak sekarang," Raya membatin.

Pada akhirnya Raya menurut, sesekali membolos tidak apa 'kan? Kemudian ia turut duduk di samping Nathan.

hening.

Hanya ada suara desiran angin dari atas rooftop sekolah mereka, beberapa menit kemudian suara bel masuk berbunyi, keduanya saling menatap. Kemudian tertawa.

"Ray, lo percaya akan kehilangan seseorang?"

"Percaya, lah." jawab Raya.

"Kalo gitu jangan tinggalin gue,"

"Karena dalam hidup gue, cukup gue kehilangan satu kali, yaitu bunda. Gue gaakan sanggup kehilangan lagi setelah bunda, terutama lo." Lanjutnya.

Hening lagi. Nathan membawa pandangannya menatap langit biru di atas rooftop sekolah, sedangkan perempuan di sampingnya itu menatap wajah tegasnya secara pekat, sebelumnya akhirnya mengikuti arah pandang Nathan.

Kemudian bersuara.

"Kehilangan itu soal takdir, Nathan. Meskipun lo berusaha keras, sekeras apapun itu, kalau memang Tuhan menggaris besarkan untuk lo kehilangan seseorang itu, pada akhirnya lo cuma bakal menangis, and this is all destiny that God has given to you."

"Jadi menurut lo ini semua takdir?" Nathan menoleh dan menemukan Raya mengangguk.

"Semoga gue juga nggak kehilangan lo, Nath." lalu kemudian Nathan tertawa.

Destiny Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang