Dua bulan mengenal Jeffrey, cukup bisa untuk menilai laki laki itu, tentang siapa dia, bagaimana kesehariannya. Bagi Rosa, Jeffry itu Ramah terhadap semua orang, tak terkecuali kepada Raya. Iya, mereka sudah kenal sejak satu Minggu yang lalu, "Ah om Jeff mah nggak gak asik, harusnya om turun. Liat tuh ularnya mangap gitu!"
"Gambar doang, naik aja kali." Keduanya berdebat perkara ular tangga, karena Jeff tak mau turun sebab katanya cuma gambar.
"Ihh, Om kok ngeselin, sih, malesin banget!""Hahahahah atuh jangan ngambek, Ray, iya nih turun tuh." Setelahnya Rosa datang dengan membawa sekotak martabak yang Jeff bawa, mereka benar benar seperti keluarga yang kumpul saat malam Minggu, karena dibanding keluar menikmati hiruk pikuk kota Jakarta yang macet lebih baik seperti ini.
Raya mencomot sepotong martabak coklat kacang di depannya. "Eh, Om, katanya Om punya anak, ya?" Rosa mengusap coklat yang berada di sudut bibir Raya, "Telen dulu, Ray, baru ngomong."
Raya menelan martabak itu kuat kuat, "Hehehe, iya? Om beneran punya anak?" Jeffry mengangguk dan tersenyum ikut mengambil potongan martabak itu. "Punya, mungkin seumuran kamu." Raya duduk lebih dekat dengan Jeff menggeser Mama nya yang tadi di sebelah Jeff. "Laki apa cewe? Ganteng nggak, Om? kenalin ke Raya, dong, ya, ya, ya??" Raya memohon dengan puppy eyes.
"Nanti Om kenalin, tapi bukan jadi gebetan kamu." Rosa turut mengerutkan keningnya. "Sebagai apa?" tanya nya. Setelahnya Jeff memandang Rosa yang harus pindah ke sofa di depannya. "Sebagai saudara Raya."
-
Jeffry baru pulang sekitar pukul sembilan malam. Dilihatnya motor milik Nathan sudah terparkir rapi di dalam Garasi, "udah pulang atau nggak keluar, nih anak?" Jeff membuka pintu sambung antara ruang tengah dan Garasi. Ternyata anak laki-lakinya itu tengah sibuk memainkan Play station di TV ruang tengah. Nathan menoleh melihat kedatangan ayah nya. "Darimana, Yah?" Nathan bertanya.
"Dari rumah calon Mama kamu." Jeffry menjawab sekenanya dengan sedikit terkikik. Nathan tidak membalas, ia kembali memfokuskan diri untuk bermain ps lagi, sebenarnya mood Nathan sedang tidak baik baik saja, karena malam Minggu begini ia seharusnya mengajak Raya jalan, meski hanya mampir ke pasar malam atau mungkin menikmati hiruk pikuk Jakarta malam hari, tapi tawarannya di tolak mentah-mentah dengan alasan mager, dan katanya mau ada Om Om ganteng kerumahnya, dan saat itu Nathan sarkas menjawab, "gue apa gak kurang ganteng, ya?" Bukannya menjawab Raya justru tertawa keras.
"Kamu nggak keluar, Nath? Ngak biasanya." Nathan melirik ayahnya sebentar, "tadinya iya, tapi nggak jadi." jawabnya, Nathan mulai panik saat beberapa musuh mendekat, berikutnya Nathan menyerah. Anak itu merebahkan tubuhnya di sofa setelah kalah bermain ps. bagus, mood nya benar-benar hancur sekarang.
"Kenapa?"
"Mager aja," Jeff menelisik putranya itu, kalau dipikir-pikir ternyata ia sudah merawat Nathan hingga sebesar ini, Jeff tidak bangga dengan dirinya sendiri, ia justru kasihan dengan anaknya, ia sudah tidak mendapatkan kasih sayang dari seorang ibu sejak beberapa tahun belakangan. Nathan dan Jeff punya segalanya, rumah mewah, uang, perusahaan, hanya satu yang belum mereka dapatkan, yaitu kasih sayang dari Bunda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny
FanfictionDua kepribadian yang berbeda dengan takdir yang sama, kehilangan. "Karena dalam hidup gue. Cukup gue kehilangan satu kali, yaitu bunda. Gue gaakan sanggup kehilangan lagi setelah bunda, terutama lo." Hening setelah itu. Nathan membawa pandangannya m...