Mimpi Raya

121 20 0
                                    

Arti sebuah kegagalan bagi Raya ketika ia mengetahui bahwa sahabatnya tengah terbaring lemah di rumah sakit, di pasangi berbagai alat yang bahkan Raya tidak tahu menahu nama alat itu, Ah! persetan soal alat dia tidak peduli

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Arti sebuah kegagalan bagi Raya ketika ia mengetahui bahwa sahabatnya tengah terbaring lemah di rumah sakit, di pasangi berbagai alat yang bahkan Raya tidak tahu menahu nama alat itu, Ah! persetan soal alat dia tidak peduli. Raya sekarang hanya peduli pada kesembuhan Haidan, semoga bisa.. bertahan lebih lama.

Di tengah perjalanan menuju rumah sakit, hujan justru kembali mengguyur Jakarta Sore itu, Raya memang suka hujan, tapi kali ini mereka datang di saat yang tidak tepat. Kali ini hujan mewakili kebodohannya, mewakili kesedihannya, mewakili segalanya sore itu.

"Ray.. udah jangan nangis.." Di saat seperti ini bukankah seharusnya Raya menangis?
bahkan kata 'jangan nangis' sama sekali tidak berguna, karena air mata Raya terus deras mengalir di pipinya, Raya bukan perempuan munafik, dan bukan perempuan kuat, ataupun sok kuat. Saat dia sedih terlalu dalam Raya akan menangis hingga hatinya merasa lega, tapi apakah setelah melihat Haidan nanti Raya akan lega?

"Gue goblok, Ya! Gue bodoh! Bisa bisanya gue gak tau, Sabahat gue sakit selama ini.. gue bodoh, Ya.." Sena yang sedari tadi menyetir mobil, tidak tega melihat sahabatnya itu.

"Sen, ngebut, Sen." Yaya menyuruh Sena agar sampai di rumah sakit dengan cepat, dengan mobil hasil memalak pacarnya itu, Sena melajukan dengan kecepatan tinggi.

-

Kini Raya tengah berlarian menyusuri tiap-tiap koridor rumah sakit, menuju ruangan dimana Haidan berada, sedangkan Yaya dan Sena hanya mengekor di belakangnya.

Lalu langkanya terhenti melihat Mama Haidan duduk dengan pandangan kosong di ruang ICU, "Tante Jenie.." Raya kembali melangkah, hingga tepat berada di depan wanita itu, Jenie mendongak, didapat nya Raya yang dengan memandang Ruangan itu. "Raya? Kamu—kamu kenapa bisa disini!?" Jenie panik atas keberadaan Raya.

Alih-alih manjawab Raya justru menanyakan hal lain, "Tante kenapa selama ini engga bilang sama aku.. kenapa Haidan juga gak bilang kalo dia sakit?" Matanya kembali berkaca-kaca, "Raya.." Pada akhirnya Raya berakhir di pelukan Jenie, sama sama menangis, sama sama menangisi seseorang di dalam sana.

"Tante.. Haidan sejak kapan kayak gini, kenapa dia gak pernah cerita.."

Masih di dekapan Jenie, Raya menangis sejadi-jadinya, lengkap dengan seragam sekolah yang masih ia kenakan, beberapa menit kemudian terlihatlah Yaya dan Sena yang berjalan terburu-buru dari ujung lorong.

"Maaf ya, Ray, Haidan bukan nggak mau cerita sama kamu karena dia gak mau bikin khawatir."

"Tante gak bisa gitu, masa aku nggak boleh tau!" Raya mulai menelisik lorong itu, dilihatnya tidak ditemukan ayah dari Haidan tersebut, "Om San kemana, ya? Kok nggak keliatan?" Jenie merasa lidahnya tidak bisa mengucap apa apa, bagaimana caranya menjelaskan ke Raya bahwa suaminya itu bahkan tidak peduli dengan apapun keadaan Haidan. "Om San.. lagi ngambil baju dirumah." Raya mengulum bibir.

"Pokoknya setelah ini aku gak mau jadi orang lain lagi ya, Te."

Hari kembali berlanjut Nathan dan Raya juga semakin dekat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari kembali berlanjut Nathan dan Raya juga semakin dekat. bagi Raya, Nathan tidak sedingin yang orang orang bilang, atau Nathan hanya hangat saat bersama Raya?

"Nath, setelah lulus, lo pingin ngapain?" Di bawah pohon Flamboyan halte bus sekolah, Raya bertanya tentang mimpinya pada laki laki di sampingnya, kalau di tanya Raya bermimpi ingin menjadi juragan ayam geprek yang memiliki setidaknya 100 cabang. "Paling paling setelah kuliah, gue bakal nerusin perusahaan Ayah." Nathan sedikit mendongak, menemukan awan berbentuk kelinci di antara langit biru yang perlahan mulai menjadi orange, "tapi, itu bukan yang lo mau, kan?" Nathan menggeleng pelan "ya, bukan. Tapi.. gimanapun juga gue harus tetep nerusin, gue anak tunggal."

Raya kembali menoleh, "harusnya, lo seneng karena kehidupan lo terjamin. Tapi mendengar itu bukan mimpi yang lo inginkan.." Raya menjeda ucapannya. "Lo harus menimang nimang itu, karena lo bakal lihat seseorang yang lebih gak beruntung daripada lo." Raya tersenyum manis, menampakkan dimple yang terlihat seperti kumis kucing di bawah mata, sepertinya Nathan tidak salah pilih.. benarkan? Gadis mana yang bisa tersenyum manis seperti Raya? Sejauh ini, Nathan memang banyak menemukan berbagai macam gadis yang tersenyum kepadanya, tapi melihat senyum Raya, yang Nathan temukan justru hangat dan nyaman.

"Kalo lo pingin jadi apa?" detik berikutnya angin sore berhembus, tapi awan kelinci itu telah hilang, berganti dengan semburat orange yang semakin meluas, pertanda bahwa hari akan gelap. "Gue pengen jadi juragan ayam geprek. Setidaknya gue punya 100 cabang yang tersebar di seluruh Indonesia. Biar mereka tahu, 'ini loh ayam geprek punya Alyssa Rayana Dewi'." Nathan terkekeh dengan mimpi konyol Raya.  membayangkannya saja Raya sudah bahagia, lalu setelahnya Raya bangkit dan tersenyum lebar. "Gue pasti bisa, kan, Nath!" Nathan ikut tersenyum dan mengangguk 'gemes banget' ungkapnya dalam hati.

Lalu saat warna ungu dan orange bercampur di atas langit sana, mereka berjalan menikmati hembusan angin sore, Nathan memang bukan penyuka senja, tapi setidaknya ia tau cara menikmatinya, meski di belakang mereka berjalan sebuah mata menatap mereka tidak suka. "Tempat gue udah tergantikan, ya, Ray?" Haidan berbisik pada dirinya sendiri, Haidan baru keluar rumah sakit beberapa hari yang lalu, ia tidak memberitahu Raya karena ingin memberi surprise, lalu saat ia datang kerumahnya, Tante Rosa justru bilang kalau Raya pulang terlambat setelah sekolah.

Haidan berinisiatif untuk menjemputnya, tapi yang di temukan Haidan sekarang, adalah sesuatu yang jauh lebih sakit dari seminggu terkapar di rumah sakit. Hatinya yang sakit.

-

"HAH!? HAIDAN KERUMAH, MA?!" Raya meneguk minuman nya dengan tidak santai, bahkan hampir saja tersedak, karena Mama nya memberi tahu bahwa sahabatnya itu habis dari rumahnya. "Iya, kamu kemana aja,  sih Ray, kasihan, loh, mau ketemu kamu tapi kamu nya nggak ada." Raya diam sejenak, lalu kembali meminum jus jeruknya. "Aku.. habis pulang sama Nathan, naik bus." Rosa mengerutkan keningnya, "kamu sekarang lebih sering sama Nathan, ya?"

Tahu-tahu Raya mengangguk, bahkan tanpa perintah, memang.. sedekat itukah Raya dengan Nathan, hingga Mama nya sendiri tersadar..

Bagaimana dengan teman sekolah dan.. Haidan? bukankah Haidan akan lebih sakit hati, tapi Raya juga tak bisa membohongi perasaannya kalau dia sudah jatuh kepada Nathaniel Baskara.

"Kalau boleh jujur juga, Raya udah suka sama Nathan, Ma..." bagi sebagian orang, terlalu terbuka dengan orang tua adalah hal yang aneh. Tapi bagi Raya, terbuka pada orang tuanya adalah hal wajib, meski yang ia ketahui bahwa hanya Mama nya saja yang tahu, entahlah kalau Papa. terkadang Raya tidak terlalu peduli.

"Anak mama udah gede ternyata!" Saat ini yang Raya temukan adalah senyum merekah dari Mama.

"PR kamu sekarang adalah memilih, Haidan atau Nathan."

Raya menatap wajahnya mamanya, masih terlihat cantik dan muda. "Raya udah pernah nolak Haidan, Ma, sebelum Raya tau kalau dia punya penyakit ginjal, terus.. empat sampai lima hari kemudian, dia masuk rumah sakit."

Rosa sempat dibuat diam oleh Raya, Anaknya itu.. Rosa bahkan sulit untuk  menjelaskannya. Oke, tenangkan dirimu Rosa, Raya hanyalah remaja labil yang ingin menemukan Jati dirinya.

 Oke, tenangkan dirimu Rosa, Raya hanyalah remaja labil yang ingin menemukan Jati dirinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Destiny Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang