Di saat malam genting itu Xin datang. Ia sadar dengan keresahan yang Soohyuk rasakan, ia ragu pada Jiyong dan Jonghyun. Satu hal yang juga ia takutkan selain kebangkitan iblis juga adalah kematian Soeun.
"Tubuhnya tak kuat," desis Xin. Ia menatap Soohyuk dengan seksama, tentu pria itu nampak resah. Xin tersenyum, ia menyadari perasaan itu. Perasaan yang tumbuh seiring berjalannya waktu, mengingat mereka berdua telah melalui banyak hal bersama. Apalagi, Siren adalah gadis yang menawan.
"Dia bisa mati setelah kekuatannya bangkit," ucap Xin. Soohyuk berdebar-debar, ia tak mau Soeun mati secepat itu. Meski awalnya ia sering mengejek Soeun dan mengoloknya sebagai Siren yang payah, tapi sekarang ia berdoa agar Soeun bisa bertahan dengan tangguh.
"Kalau dia mati, bukankah iblis akan—"
"Siren baru bisa mati setelah memastikan bahwa iblis di hadapannya telah lenyap," balas Xin.
Soohyuk makin resah, pria itu melongok ke luar gua dan melihat bulan purnama yang menakutkan. Ia pun tak akan rela jika hari ini adalah perjumpaan terakhirnya dengan Soeun.
"Tak bisakah dia hidup?" tanyanya pada Xin.
"Bisa."
Seketika Soohyuk berbalik menghampiri Xin, ia menatap sahabatnya itu dengan raut meminta belas kasihan. Apakah ia akan mengemis demi Soeun, atau menerima gadis itu lenyap bersama iblis?
"Aku akan meminumkan mata air suci dari Sheng Gu."
Soohyuk menghela napas lega.
"Tapi...." Xin rupanya belum selesai dengan kalimatnya. "Setelah kekuatan itu bangkit, dia akan tertidur dalam waktu yang lama. Dan saat terbangun, dia tak akan mengingat apapun!"
***
Satu tahun kemudian.
Di antara rimbunnya pepohonan itu, pondok di tengah hutan yang tadinya kecil itu dibangun makin besar. Tak hanya satu orang saja yang tinggal di sana, melainkan ada beberapa pria dewasa yang tentu butuh banyak ruang gerak.
Jiyong memunguti kayu bakar dan membawanya ke pondok. Ia tak pernah menebang pohon atau pun hanya sekadar memotong ranting. Pria itu lebih memilih untuk memunguti ranting-ranting yang berjatuhan sendiri karena rapuh.
"YAA!!! HENTIKAN...," pekiknya sembari berlari ke arah seorang pria jangkung yang berniat menebang sebuah pohon. Ia adalah Soohyuk.
"Sudah kubilang jangan ada pohon yang ditebang!" omelnya, pria yang mendapat omelan kini hanya tertawa.
"Aku tahu, aku hanya menggodamu," balasnya. Pedang yang semula berada di tangannya kini berubah menjadi debu. Jiyong sempat berdecak kagum, meski sudah terlampau lama tapi pria itu tak pernah kehilangan kemampuannya.
Pria jangkung itu kemudian membantu Jiyong membawakan kayu-kayu bakar yang telah mengering. Mereka berjalan bersama ke pondok.
Beberapa pria sudah menunggu di sana. Ada total lima belas orang yang tinggal di pondok itu, mereka bahkan menjadwalkan giliran siapa yang mencari kayu bakar setiap harinya.
"Akhirnya kalian datang juga," seru Jonghyun yang langsung saja menyambut kedatangan Jiyong dan Soohyuk.
Ia mengambil kayu bakar itu untuk membuat api. Siang ini mereka akan masak hasil buruan dari beberapa Crusader yang memutuskan untuk tinggal bersama mereka di pondok. Kebanyakan merasakan trauma karena serangan iblis tahun lalu dan memilih untuk menjalani hidup yang lebih aman di dalam hutan. Sekarang tak ada yang perlu dikhawatirkan karena Siren mampu menjaga seluruh negeri.
Soohyuk duduk bersandar di sebuah pohon besar, sekelebat bayangan Kim Soeun melintasi kepalanya. Benar juga, sudah lama mereka tak bertemu. Miris tak seperti dirinya yang masih mengingat semua, Soeun tak mungkin mengingat dirinya lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Siren and Crusader [END]
RomanceSelamat datang di cerita yang kutelan mentah-mentah tanpa riset, karena menurutku tak membutuhkan hal logis untuk menulis cerita fantasi. Aku meminjam berbagai istilah karena aku sangat payah dalam menamai. Siren seorang Dewi, bukan duyung yang bere...