Bagian 4

9 1 0
                                    

Hari yang baru, takdir yang baru, gaya rambut baru juga.

Hampir setengah jam Lita menata rambutnya agar terlihat imut. Sebenarnya jauh dari style nya yang lama. Kini ada dua tanduk bulat di samping kiri dan kanannya, masih dengan jepitan angsa yang dia pasang dekat poni. Semoga saja hari ini hal baik terjadi.

Jarak antara tempat parkir sepeda dengan kelasnya memang cukup membuat kaki lelah. Pasalnya tempat parkir khusus sepeda berada di belakang sedangkan tempat parkir motor ada di samping gerbang sekolah. Kini Lita harus menempuh jarak beberapa meter untuk tiba di kelas. Tapi tak apa, sambil mengisi waktu kosongnya di perjalanan, Lita bisa menikmati udara segar kota Bandung. Lita belum lihat Satya yang tumben sekali datang selambat ini. Entahlah akhir-akhir ini pria itu sering datang terlambat.

Sebuah tangan mendadak muncul mencengkram salah satu cempolan rambut Lita yang dia sayang-sayangi dari pagi. Dengan kesal Lita menebas tangan itu dan berbalik untuk melihat pelakunya.

Satya. Rasanya hobi sekali Satya merusak suasana pagi Lita yang gemerlap. "Selamat pagi" sapa nya dengan senyuman.

Karena kesal Lita menghentikan langkahnya dan memukuli Satya yang langsung membuat benteng pertahanan dengan tangannya. Memang kurang ajar pria ini.

"Susah payah gue buat gaya rambut imut begini!"

"Ngomong apa sih? Lo salah minum obat apa gimana? Dari kemarin tampilan aneh pake jepitan bebek segala"

Lita menghentakkan kaki. "Angsa loh ini angsa"

Satya mengendikkan bahu lalu mengeluarkan roti slay strawberry seperti biasa. Lita menyambarnya langsung dan membuka bungkusnya. Tanpa Lita sadari ada sepasang mata yang meliriknya lalu diam-diam tersenyum melihatnya makan dengan lahap.

"Lagi-lagi kaos kaki pendek sebelah" sinis Satya.

Lita langsung menunduk dan memastikan. Ah, sial lagi-lagi itu benar. Ditatapnya Satya dengan tatapan maut, tapi seketika berubah menjadi tatapan acuh tak acuh. Pria seperti Satya harus dibalas dengan gayanya juga yang santai kan?

"Suka-suka gue lah. Freestyle you know!"

"Mana ada anak cewek kaya gini?"

Sudah habis kesabarannya pagi ini. Lita melirik dengan tatapan pembunuh. Bisa-bisanya dia tidak bosan untuk mengkomentari hidup Lita setiap hari! Dengan gaya santainya Satya menaikkan satu alisnya dan melahap roti miliknya.

Lita memukul lengan Satya namun ah, sasarannya meleset karena Satya mengindar tepat waktu. Satya berjalan di depan Lita dan dengan cepat Lita mengejarnya. Mendengar langkah kaki Lita yang semakin cepat insting seorang Satya mengatakan bahwa dia harus lari. Tentu tak mau kena pukulan lagi Satya langsung lari.

Seperti anak kecil yang permennya di ambil, Lita berlari mengejar ketertinggalan langkahnya. Menerobos beberapa orang yang jalan di depan, sampai akhirnya langkahnya berhenti.

Satya yang merasa bahwa Lita tidak mengejarnya lagi, menoleh untuk memastikan. Tubuh tinggi seorang pria berbaju basket menghalangi tubuh mungil Lita. Dilihat dari nama yang tertera di belakang kaos pria ini, sepertinya Satya kenal.

Arsan. Begitu yang tertulis. Satya berbalik badan dan melangkah untuk melihat sedang apa Lita sampai-sampai tidak mengejarnya lagi. Astaga! Gadis ini sedang tersipu malu di hadapan kaka kelasnya yang bernama Arsan.

Entah ada gejolak apa di hati sampai-sampai Satya dengan sendirinya menghampiri Lita yang tersenyum menatap Arsan yang juga menatapnya dengan senyum. Oh, sepertinya Satya mengerti alasan kenapa style Lita menjadi aneh belakangan ini.

Satya memperhatikan tatapan Arsan pada teman kecilnya ini. Aneh, tidak seperti tatapan pada umumnya. Mungkin kah Arsan.... emh, tidak-tidak dengan cepat Satya menangkis pikiran itu.

Keduanya masih bertatapan sampai-sampai tidak menyadari kehadiran Satya, seolah dunia milik berdua. Karena tak mau terjebak dengan atmosfer tak menyenangkan seperti ini cepat-cepat Satya menarik Lita melalui cempolan rambutnya itu.

Lita dan Arsa langsung terkejut dengan tindakan Satya. "Jangan kotorin tempat suci kaya sekolah!" kata Satya sambil menarik Lita.

"Eh, eh! Kak Arsan duluan!" serunya setelah beberapa langkah menjauh dari Arsan.

Sampai pada tangga menuju lantai dua Satya melepas cengkraman nya setelah sekian kali Lita menjerit kesakitan.

Lita merintis sambil mengelus kepala. "Gila ya lo!" sentak nya langsung. Satya yang seperti biasa tak mau ambil pusing langsung berjalan menaiki anak tangga meninggalkan Lita di bawah.

Lita yang tak abis pikir dengan pria itu, benar-benar menyimpan dendam didalam hati. Ingin sekali rasanya menendang keluar Satya dari bumi. Teringat saat pertama kali Satya melihat Lita.

Saat itu mereka berdua kebetulan pindah di waktu bersamaan. Tepatnya hari kamis, di saat matahari sedang terik-teriknya. Lita yang saat itu menggendong boneka berbentuk alpukat datang bersama Ibunya, Satya kecil melihatnya dengan mobilan ditangan. Oh sepertinya itu teman barunya, pikirnya.

Tak lama Ibu mereka mengobrol satu sama lain dan hasilnya memperkenalkan anak masing-masing. Lita yang waktu itu tersenyum lebar merasa bahagia melihat Satya. Tentu saja senang, toh mereka pikir bahwa mereka sudah menemukan teman baru. Dari saat itu keduanya main bersama. Menghabiskan waktu masa kecil yang menyenangkan, bermain hujan bareng, keliling kampung dengan sepeda, berlari kesana-kemari serta banyak hal lagi.

Hingga pada suatu hari di umur 8 tahun Satya mendapat kabar bahwa Ayahnya mengalami kecelakaan dan akhirnya meninggal dunia. Harusnya Satya mendapat banyak cerita masa kecil menyenangkan yang dilalui bersama Ayahnya tapi takdir berkata sebaliknya. Hampir lima hari Lita terus menghibur Satya yang masih menangisi kepergian sang Ayah. Memang saat itu Satya masih kecil tapi dia mengerti bahwa kedepannya hidupnya tidak lagi ditemani pria yang disebut Ayah.

Malam itu di taman tempat biasa keduanya bermain, Satya dan Lita duduk bersamaan di bawah langit berbintang. Langit sepertinya ingin membantu Lita untuk menghibur Satya, karena terlihat banyak sekali bintang yang memenuhi langit. Seribu cara Lita kerahkan untuk Satya kembali normal. Malam itu udara kota Bandung cukup dingin dan Lita yang memakai mantel langsung memberikannya pada Satya yang kelihatan menggigil.

"Ayo pulang" ajak Lita kecil.

Satya menggeleng dengan kepala tertunduk. Dua buah permen lollipop masih di genggaman Lita karena Satya menolak mengambilnya.

Lita memandang Satya dengan perasaan sedih karena setelah Ayahnya meninggal Satya sulit sekali tersenyum padahal Lita sudah bergaya macam-macam untuk melucu. Saat keduanya mendongakkan kepala ke langit Lita mengingat satu hal.

"Kata Ibuku, bintang perlu waktu bertahun-tahun sampai jutaan tahun supaya terlihat dari bumi. Hebat ya" dengan semangat Lita mengatakan hal itu.

Satya menoleh mendengarnya, ditatapnya langit sekilas lalu teralihkan kembali menatap Lita. Meskipun saat itu Lita hanya asal bicara karena melihat bintang banyak sekali bertebaran, tapi Satya mengerti arti di balik perkataan Lita.

Seolah Lita mengatakan bahwa jika Satya ingin melihat Ayahnya maka lihatlah ke langit. Bintang membutuhkan waktu kira-kira 150.000 ribu tahun untuk cahayanya memasuki bumi. Maka artinya jika kamu melihat bintang, itu kamu sedang melihat masa lalu. Masa lalu bersama Ayahnya.

Mungkin Satya memang masih kecil tapi dia anak yang pintar hingga mengerti hal-hal yang Lita tidak tahu. Hampir satu menit pandangannya tertuju pada Lita. Setelah malam itu Satya mencoba menjadi dirinya yang biasa dan tidak mengecewakan Lita yang sudah susah payah menghiburnya. Sejak malam itu juga panglihata nya pada Lita berubah.

.

.

.

Haii... gimana part yang ini? semoga gak mengecewakan ya.
kira-kira nih ada gak sih yang mau punya temen kecil kaya gini. Seru juga kali ya klo ada.

Yaudah deh, nnti kita ketemu lagi dengan part yang insyaallah lebih seru. See you next part ya. Follow, like dan komennya jangan lupa...

Berharap dukungan dari kalian semua untuk cerita ini..... byebyeee

Kambing Alien [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang