Tsuna membuka matanya dengan pelan. Ia tak melihat apa pun di depannya melainkan kegelapan yang pekat. Tsuna mengangkat tangannya dan ia tetap tak bisa melihatnya. Tempat itu terlalu gelap. Tsuna terduduk seraya ia memperhatikan sekelilingnya.
Malam itu, setelah menidurkan Lambo, ia mendapat sebuah perasaan aneh yang terus mengganggunya. Perasaan itu seperti mengatakan bahwa sesuatu akan terjadi dan ia tak bisa mengabaikan perasaan itu. Dan di sinilah ia, sebuah kegelapan pekat yang mengelilinginya.
"Tsunayoshi-kun." sebuah suara yang Tsuna kenal memanggilnya. Tsuna menoleh dan menemukan Luce berdiri di sana. Dengan dikelilingi oleh cahaya orange, bukan, api orange. Api Dying will, otak Tsuna menyuplai. Oke, abaikan itu.
"Luce?" Tsuna bertanya seraya menghampiri Luce. Luce tersenyum.
"Kemana saja kau? Aku khawatir sesuatu terjadi padamu." Tsuna bertanya dengan nada khawatir yang memenuhi suaranya. Luce tersenyum mendengar perkataan Tsuna. Ia bisa mengingat seorang hitman mengatakan hal yang sama padanya.
"Aku baik-baik saja Tsunayoshi-kun. Aku kemari untuk mengucapkan salam perpisahan." Luce berkata. Tsuna membeku mendengar perkataan Luce. Ia menatap Luce.
"Perpisahan? Apa maksudmu?"
"Aku telah menemukan semua penjagamu, Tsunayoshi-kun. Aku telah memilih mereka semua." Luce menjawab. Tsuna tersentak.
"Bukankah kau sudah berjanji padaku bahwa kau akan menungguku sampai aku menemukan cara lain?"
"Aku memang mengatakannya, Tsunayoshi-kun. Tetapi kau juga berjanji padaku kau akan menurutiku ketika kau tak memiliki cara lain. Selain itu, kita tak punya banyak waktu Tsunayoshi-kun. Kau harus memiliki penjaga di sekitarmu sebelum Cloak-man menemukanmu. Atau kau akan mati." Luce berkata dengan serius. Tsuna terhelak mendengar perkataan wanita di depannya. Ia terdiam.
"Ini semua bukan kesalahanmu. Kau tahu itu, Tsunayoshi." Luce berkata dengan tegas.
"...Siapa saja yang kau pilih?" Tsuna akhirnya bertanya. Luce tersenyum.
"Kau akan mengetahuinya nanti. Mereka ada di sekelilingmu dan dekat denganmu." Luce menjawab. Tsuna menaikkan salah satu alisnya.
"Bagaimana aku tahu bahwa ia adalah penjagaku?" Tsuna bertanya. Luce tersenyum menenangkan.
"Kau akan tahu. Mereka akan memberikan tanda-tanda mereka padamu." Luce berkata. Tsuna terdiam. Tiba-tiba sebuah cahaya orange menyilaukan matanya. Ia mendongak untuk menemukan Luce yang mulai menghilang.
"Waktuku hampir habis, Tsunayoshi-kun." Luce berkata dengan lemah. Wajah Tsuna dipenuhi dengan kepanikan sebagaimana ia tak tahu apa yang harus dilakukannya. Luce berjalna mendekati Tsuna dan memeluknya. Tsuna menahan nafas.
"Kau akan baik-baik saja." Luce menenangkan. Tsuna terdiam. "Kau akan baik-baik saja, aku yakin itu."
Suara Luce yang lembut membuat Tsuna tenang. Tsuna menghela nafas dalam diam seraya kesadaran menjauh darinya.
Tsuna terbangun dari tidurnya dengan kaget. Ia menatap sekelilingnya dan menghela nafas lega ketika ia menmeukan bahwa ia masih berada di kamarnya. Tsuna menatap jam weker di mejanya yang masih menunjukkan pukul setenagh lima pagi. Ia lalu menatap langit kamarnya seraya memikirkan apa yang baru saja dialaminya.
Setelah terdiam selama beberapa saat, Tsuna memutuskan untuk berjalan-jalan sebentar untuk menjernihkan pikirannya. Ia dengan pelan turun dari tempat tidurnya tanpa membangunkan Lambo dan berjalan mengambil jaketnya sebelum turun menuju ke lantai satu. Ibunya belum bangun dan ia juga tak berniat untuk membangunkannya. Ia dengan sangat pelan dan tak menimbulkan suara berjalan menuju ke luar.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Sky
FantasyLangit, adalah keharmonisan. Ia menerima segalanya dan tempat di mana para cuara bersandar. Matahari yang memberi semangat, awan yang bebas, hujan yang menenangkan, kabut yang melindungi, badai yang berontak, dan petir yang menggelegar. Ryohei, Kyoy...