Chapter 18: Memori Yang Hilang dan Situasi

67 4 0
                                    

Alaude membuka matanya secara perlahan. Dengan sebuah keanggunan, ia melihat sekelilingnya untuk menemukan rumah yang sudah lama tak di tempatinya. Selama beberapa detik ia terdiam, sebelum akhirnya ia berdiri dan beranjak menuju ke belakang rumah, ke sebuah gudang yang tak pernah disentuhnya.

Sudah satu jam berlalu sejak ia mengakhiri latihannya dengan Kyoya. Setelah itu, ia memberikan Kyoya waktu istirahat sementara ia memilih untuk tidur siang di ruang tamu. Saat itulah, ia mendapatkan mimpi-mimpi yang sangat aneh. Benar-benar aneh.

Yang lebih menyebalkan, mimpi-mimpi itu seakan-akan merupakan sebuah ingatan yang dulu pernah dialaminya. Yang mana, sangat tak mungkin, karena dalam mimpi itu, Ia menjadi pendiri CEDEF, dan merupakan generasi pertama Vongola.

Alaude berhenti di depan pintu gudang. Ia menatap sekeliingnya sebelum akhirnya memutuskan untuk masuk. Dengan sebuah bantingan, ia membuka pintu geser gudang dan berjalan menyusuri rak-rak berdebu yang tertata rapi di situ. langkahnya terhenti di belakang ruangan. Ia menyusuri barnag-barang di sana seakan-akan mencari sesuatu yang seharusnya ada di sana. Berdasarkan mimpi yang dialaminya, barang yang dicarinya itu, seharusnya ada di sana.

Saat itulah matanya menangkap sebuah kilatan yang berasal dari kotak. Dengan pasti, Alaude berajalan menuju ke arah benda itu dan menemukan sebuah kotak berdebu yang sepertinya tak pernah disentuh selama bertahun-tahun. Ia mengambil kotak itu dan membersihkannya dari debu-debu. Ketika itulah, ia melihat sebuah ukiran yang sangat dienalinya.

Matanya membesar karena kaget. Kotak itu sama persis seperti yang dilihatnya di dalam mimpi itu. Jika apa yang diimpikannya benar-benar ada, maka apa yang dilihatnya bukanlah mimpi, tetapi merupakan kepingan kenangan yang berasal dari masa lalu.

Ketika Alaude membuka kotak itu, dari dalamnya terlihat sebuah senjata yang sangat dikenalnya. Sebuah borgol yang berkilat bersih dan bersinar tertimpa cahaya matahari yang menyusup dari cela-cela jendela.

DI sebela borgol itu, ia melihat benda lain yang dicarinya. Sebuah jam saku tua yang sepertinya tak berfungsi. Meskipun begitu, kilatan peraknya masih terihat mengkilap. Alaude mengambil jam itu, lalu membuka isinya. Matanya kembali terbelalak.

Di sanalah, sebuah foto yang sangat dikenalnya terpajang dengan jelas, menunjukkan seluruh Vongola generasi pertama.

"Kau tak usah ikut, Takeshi. Aku hanya akan menyerahkan cincin-cincin ini pada yang lainnya." Tsuna berkata dengan putus asa. Takeshi hanya tertawa ringan.

"Maa, tak apa, Tsuna. Lagian, aku lagi kosong kok!"

"Woi! Tsuna bilang kau usah ikut! Itu berarti kau tak usah ikut, Idiot!" Hayato berteriak kesal. Di belakang mereka, Mukuro dan Chrome hanya melihat pertengkaran itu dengan penuh humor dan kesenangan.

"Sudahlah, aku baik-baik saja Hayato! Kau tak perlu berlebihan seperti itu." Tsuna mencoba melerai. Sebelum sempat Hayato mengucapkan permintaan maafannya, Takeshi memotong perkataannya.

"Ah, kita sampai!" Takeshi berseru. Mereka semua menolehkan kepalanya ke sebuah rumah normal yang didominasi warna putih dan krem. Di depan pagar mereka, tertulis sebuah name plate 'Sasagawa'.

"Ah, kau benar. Ayo." Tsuna berkata seraya menuntun mereka semua menuju ke depan rumah. Setelah membunyikan bel, mereka semua menunggu. Tak perlu waktu lama, karena detik berikutnya mereka mendengar suara teriakan sebelum pintu depan terbuka dengan hentakan yang sangat keras.

'Ah, itu dia.'

"EXTREME! KALIAN DI SINI!" Ryohei berteriak dengan kecnang di depan wajah Tsuna. Tsuna meringis mendengar suara kencang yang benar-benar sudah menjadi ciri khas Ryohei.

The SkyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang