🌻9🌻

1.6K 220 10
                                    

***
Karena ketakutanku selain kehilangan, adalah rasa sedihmu.

_9_

Seumur hidupnya, Ananta tidak pernah memiliki kesan yang baik terhadap sekolah. Di sekolah lamanya, orang-orang selalu mencacinya, karena tidak seperti anak-anak lainnya, ia selalu meminta izin untuk mengambil laporan nilainya sendiri.

Yang lainnya enggan berteman dengan remaja itu. Mereka bilang, apa yang akan mereka dapatkan dari seonggok sampah yang terbuang? Bahkan bunda saja sudah tidak memperdulikannya, lalu bagaimana dengan yang lain?

Tidak ada yang datang.

Bugh!

Kesadarannya kembali begitu saja. Ringisannya terdengar menyiksa, kedua tangannya meremat perutnya yang kini terasa sangat sakit.

Pukulan dari Kevin tidak main-main. Tubuhnya serasa hancur, bahkan di beberapa titik ia tidak dapat lagi merasakannya.

"Gue benci sama lo, Nan! Gue benci! Lo udah ngerebut semuanya!"

"K-Kev-in."

Ditengah kesakitannya, ada rasa bingung yang seketika menjalar dan memenuhi pikirannya.

Bugh!

Ia kembali meringis, pukulan Kevin bebar-benar menyakitkan. Mengingatkannya pada pukulan yang sering bunda lakukan padanya dulu.

"Kevin!"

Kedua telinganya berdengung dan kesadarannya kian menipis. Anan mendengarnya, Juna berteriak sangat marah. Hanya saja, pandangannya mengabur, ia hanya melihat raut khawatir Juna yang berusaha mendekatinya.

Hingga gelap mulai menyapa, tubuhnya melayang entah kemana arahnya.

.
.
.

"Halo, iya dengan saya sendiri."

Jayandra memasang ekspresi serius ketika salah satu orang yang tak terduga menghubunginya. Bu Dian, salah satu guru di sekolah si kembar.

Padahal siang itu, ia tengah memenuhi undangan sepasang suami istri yang juga adalah sahabatnya untuk makan siang bersama di cafe dekat kantor.

"Ba-bagaimana bisa?!" Nada bicaranya meninggi.

Seketika ekspresinya berubah cemas, sontak itu membuat Yudha dan Wina terbawa suasana yang ikut berubah. Ada apa dengan sahabatnya itu?

"Jay, ada apa?" Wina menjadi yang paling pertama bertanya.

Tapi bukannya menjawab, Jayandra masih terfokus pada pembicaraannya dengan orang di seberang panggilan.

"Baik, saya akan segera kesana!"

Setelah panggilan terputus, Jayandra terburu-buru membereskan barang-barangnya. "Gue harus pergi, Anan dibawa ke rumah sakit!"

"Kita ikut!"

.
.
.

"Saya udah bilang kan, saya gak perlu lagi penjelasan dari kamu, Tan!"

"Gak Jay! Theo yang bohong! Aku gak mung-"

"Beresin barang-barang kamu sekarang juga, dan pergi dari rumah ini!"

"Gak, Jay! Jay dengerin aku!"

"..."

"JAYANDRA! KAMU BAKAL NYESEL UDAH NGUSIR AKU DARI SINI!"

.
.
.

Cahaya perlahan memasuki penglihatan Ananta. Indera penciumannya seketika bekerja, bau karbol yang menyengat mulai mengganggunya. Ini bukan kamarnya.

ANDROMEDA (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang