🌻13🌻

1.9K 233 2
                                        

***

Maaf, karena telah menjadi sangat bodoh.

_13_

Pagi hari di rumah keluarga Mahesa tidak pernah seramai hari ini. Tentu saja karena keberadaan Jean dan Raka yang menginap sejak semalam. Untungnya mereka membawa seragam sekolah mereka, sehingga mereka tak perlu repot-repot untuk pulang ke rumah lagi. Ayah yang akan mengantar mereka berempat ke sekolah hari ini.

Hari ini tidak ada yang berbeda, kecuali Juna yang terus saja membungkam mulutnya sejak matahari mulai menampakkan dirinya.

Walaupun Juna bukan tipe orang yang banyak bicara, tapi diamnya si sulung Mahesa hari ini disadari oleh sang ayah. Ya, ayah yang paling mengerti kedua putranya tersebut, terutama Juna yang selalu bersamanya sejak kecil.

"Belajar yang bener, oke! Jangan ribut di kelas, terutama Jean! Kasihan guru kalian nanti."

Mereka mengangguk mengiyakan ucapan ayah, kecuali Jean yang masih sempat-sempatnya mengerucutkan bibirnya. Heh! Dia disinggung tadi! Padahal dia kan tidak ribut, hanya kelewat berisik saja.

Setelah bersalaman dengan ayah, mereka langsung bergegas masuk ke dalam area sekolah. Tapi sebelumnya, ayah menahan tangan Juna, membuat sulung Mahesa tersebut kebingungan.

"Kamu ada masalah, Jun?"

Awalnya, Juna yang ditanyai mengernyit bingung. Tapi beberpaa saat kemudian si sulung Mahesa itu paham apa yang ayahnya bicarakan.

Iya, semalaman ia memikirkan Ananta, adiknya. Apa saja yang adiknya lalui selama ini, sampai remaja yang terlahir beberapa menit setelahnya itu mengigau seperti semalam. Hatinya resah dan juga merasa bersalah. Ada banyak hal yang ia lewatkan, dan ia juga telah bersikap apatis terhadap permasalahan sang adik.

"Juna?"

Tubuhnya tersentak, ia tersadar dari lamunanya. Mata yang selalu menatap tajam atau datar itu kini melunak. Juna menatap sang ayah sendu.

"G-gak ada apa-apa kok, Yah! Juna ke masuk dulu ya! Ayah hati-hati ya!"

Remaja itu melepaskan genggaman tangan ayah dari lengannya terburu-buru, lalu sedikit berlari meninggalkan sang ayah yang terdiam di tempatnya.

Tidak sopan memang, tapi Juna harus melakukannya. Ia tidak siap mengatakannya pada ayah. Juna takut jika ayah menjadi tidak fokus bekerja hari ini.

Juna memelankan langkahnya ketika matanya menangkap sosok Kevin yang tengah menyender di dekat pintu kelasnya. Apa yang akan dilakukannya lagi? Ah ia sedang tidak ingin membuat keributan pagi ini.

"Akhirnya lo dateng juga. Gue udah nungguin dari tadi."

Juna mendecih. Kevin tidak pernah mengajaknya berbicara sesantai ini. Biasanya  pertemuan mereka akan diawali dengan pukulan ataupun makian. Apa yang salah dengan berandal bernama Kevin itu? Atau jangan-jangan-

"Mau apa lo?! Lo mau apain adek gue lagi?!"

Ananta baik-baik saja, kan? Ah, Juna tidak mendengar ada keributan di dalam kelas. Tapi keberadaan Kevin membuatnya cemas.

"Gue kesini cuma mau minta maaf sama lo, Jun. Serius gue gak ada niatan jahat, apalagi sama Anan. Mau gimana pun, kalian berdua saudara gue juga."

Juna tertawa keras hingga menyita perhatian beberapa siswa yang masih berada di luar kelas. Dalam hati ia bersyukur, karena suasananya cukup ramai di luar kelas sehingga obrolannya dengan Kevin dapat teredam.

"Gak ada niat jahat lo bilang? Jadi selama ini, lo gangguin gue itu gak jahat, hah?! Gue masih mampu ngelawan lo, tapi Anan-"

Ia menghela nafasnya dalam. Tatapan matanya menajam, ingatanya memutar kejadian ketika Kevin memukuli adiknya.

"Jauhin adek gue."

.
.
.

Anan menyenderkan kepalanya ke meja ketika bell istirahat berbunyi. Perutnya tidak lapar, jadi ia tidak ikut Jean dan Raka ke kantin. Sedangkan Juna, remaja itu pergi entah kemana. Mungkin saja kakaknya itu menyusul Jean dan Raka ke kantin.

Ia jadi teringat Kevin. Apa remaja itu benar-benar tulus meminta maaf padanya? Atau mungkin semalam Kevin hanya berpura-pura meminta maaf?

Ugh! Kepalanya penuh!

Pluk!

Tubuhnya tersentak ketika seseorang melemparnya dengan sebungkus roti, yang sialnya tepat mengenai kepalanya.

Anan mengusap kepalanya pelan. Lemparannya lumayan keras, walaupun hanya srbungkus roti saja. Ya, untungnya bukan botol air mineral.

"Ups! Maaf, gue kira gak bakal sakit."

Suara itu,

"Kevin?"

Ah, kenapa ia selalu menyebut nama Kevin dengan pandangan terkejut? Persis sama seperti kemarin malam. Tapi Kevin memang selalu membuatnya terkejut.

"Biasa aja kali. Gue gak bakal mukul lo kayak kemarin-kemarin."

Matanya menangkap pergerakan Kevin yang duduk di dekatnya. Remaja itu tersenyum, bukan senyuman menyebalkan yang sempat ia tunjukkan ketika pertama kali mereka bertemu. Senyum yang berbeda, senyum yang mengingatkannya pada sosok bunda.

Kevin, remaja itu memiliki senyum bundanya. Senyum yang telah lama tidak ia jumpai. Salah satu alasan yang membuatnya teringat bunda semalam.

"Gue gak nyangka, lo udah sebesar ini. Bener kata ayah, lo mirip sama dia. Versi cowoknya, dan versi yang lebih baiknya."

Keningnya mengernyit. Siapa yang Kevin maksud?

"Ma-af, aku gak paham siapa yang kamu omongin."

Kevin hanya tersenyum menatap Anan. Remaja itu lantas beranjak dari duduknya tanpa niatan menjawab pertanyaan Anan.

"Rotinya jangan lupa dimakan! Gue balik ke kelas dulu."

.
.
.

Rumah keluarga Mahesa lagi-lagi terasa sepi. Tidak ada lagi Jean yang heboh dan Raka yang pemarah, mereka tidak menginap hari ini. Jadi Anan menghabiskan waktunya di rumah sepulang sekolah. Remaja itu mengerjakan tugas-tugasnya hingga tengah malam.

Cklek...

"Gue mau ngomong sesuatu sama lo."

Juna? Remaja itu terlihat sangat marah. Ada apa?

Anan menutup bukunya dan merapikan meja belajarnya, lalu beranjak dari duduknya. Matanya menatap bingung kakak kembarnya itu. Jarang sekali, Juna memasuki kamarnya dan mengajaknya berbicara.

"Gue denger Kevin nyamperin lo lagi tadi siang."

Juna sudah berada dihadapannya, berdiri dengan wajah garangnya.

"M-memangnya kenapa kalo-"

"Kenapa?! Lo gak inget pas dia mukulin lo, hah?! Dia licik, Nan!"

Tubuhnya tersentak ketika Juna berteriak didepannya. Ia melangkah mundur, takut-takut Juna akan memukulnya.

"Ta-tapi Kevin udah minta maaf, Jun."

"Gue udah bilang dia licik! Lo gak tau kan apa yang dia lakuin selama ini?!"

Tidak. Kevin terlihat sangat tulus ketika meminta maaf padanya. Kevin sudsh berubah, Anan meyakininya.

"Dia gak licik, Juna!"

Keduanya sama-sama terkejut. Ini pertama kalinya Anan berteriak pada Juna. Anan pun sampai menutup mulutnya, menatap terkejut Juna yang menatapnya datar, sangat datar.

"Ananta Gala Mahesa. Lo tau kenapa Kevin mukulin lo? Tau kenapa Kevin selalu gangguin gue? Tau gak?!"

Lagi-lagi Anan tersentak ketika Juna berteriak. Ia tak akan pernah terbiasa dengan bentakan, meski bunda sering melakukan hal tersebut padanya.

"Kevin benci sama kita berdua. Terutama sama lo, Nan."

...

Tbc

...

ANDROMEDA (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang