***
Bahkan, aku masih jauh lebih buruk dari apa yang kamu harapkan.
_5_
Ananta mengendap-endap memasuki rumahnya. Gelap, lampu sudah dimatikan karena hari sudah semakin larut. Semua orang mungkin sudah tertidur, kecuali Pak Awan yang kebetulan masih terbangun dan sempat meminum secangkir kopi di pos jaga komplek.
Untungnya ia sempat melihat pria paruh baya itu. Jadi rencananya untuk tidur garasi jika pintu terkunci batal total.
Meski begitu, ia harus menghindar dari-
Klikk...
Lampu di ruang tengah tiba-tiba menyala. Jayandra Mahesa, pria paruh baya itu adalah pelakunya. Ayah dua anak tersebut menatap datar Anan yang terpaku sembari menatapnya terkejut.
"Juna bilang kamu nolak buat pulang bareng. Kemana aja kamu?"
"Ah.. i-itu, Yah. A-Anan pergi buat kerja kelompok."
BRAKKK...
Tubuh remaja 16 tahun beringsut mundur setelah ayah tiba-tiba menendang sofa di hadapannya. Ayah tidak pernah terlihat semenyeramkan saat ini.
Tapi tidak seperti yang ada dalam bayangannya, ayah malah menghela nafasnya panjang. Pria paruh baya itu tampak tengah berusaha mengontrol emosinya.
"Masuk ke kamar sekarang. Cukup sekali ini aja, Nan. Kalo sampe kamu bohongin ayah lagi, akan ada hukuman buat kamu."
.
.
.'Nan, ternyata sekolahan yang kita incer dari dulu gak se-wah yang kubayangkan:"( Jadi pengin pindah deh ke sekolah-mu.'
Senyum pertamanya di pagi hari ini akhirnya mengembang. Anan sudah bersiap dengan ranselnya, lantas remaja itu menuruni tangga dan pergi ke ruang makan untuk bergabung sarapan dengan yang lain.
Tapi nyatanya, hanya tersedia susu hangat di atas meja. Tentunya dengan Juna yang menatap datar ayah yang tengah sibuk berkutat dengan masakannya.
"Kenapa sih gak beli aja?"
Diam-diam Anan menyetujuinya. Seingatnya, ayah tak pernah pandai jika harus berurusan dengan dapur. Terakhir kali ia melihat ayah memasak, dapur menjadi sangat kacau sampai bunda mengamuk seharian. Tiba-tiba saja ia jadi teringat sosok bundanya.
"Gak sehat ah, Jun. Ayah buat nasi goreng buat sarapan sama sandwich buat makan siang nanti. Kalian jangan jajan sembarangan di sekolah, kalo laper, beli roti atau nasi bungkus aja."
Juna sudah lebih dahulu mendengus, sedangkan Anan meringis sembari mengangguk pelan.
Bayangan ayah yang ketika memergokinya semalam terlihat sangat menyeramkan. Anan masih terbayang-bayang sampai tidak bisa tidur nyenyak semalam.
"Bilang aja ayah males buat belinya. Pak Awan kan mendadak balik kampung hari ini."
Celetukan Juna membuat Jayandra meringis. Ah, anak sulungnya itu benar-benar memahaminya.
"Tau aja kamu. Karena Pak Awan bakal lama baliknya-"
"Berarti Juna udah boleh bawa motor?"
Pria paruh baya itu melotot. "Big no! Ayah gak mau ya, kamu itu belum punya SIM."
"Yahh..."
Diam-diam Anan menahan tertawa melihat interaksi keduanya. Oh ayolah, baru kali ini ia melihat Juna merajuk, setelah sekian lama.
"Ayah yang bakal nganterin kalian, terus nanti pulangnya naik angkutan umum aja. Ayo sarapan, jangan lupa masukin bekalnya ke dalam tas!"
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANDROMEDA (TAMAT)
Fanfiction(Brothership) "Ketika mencoba untuk lebih berani, semua rasa sakit yang dirasa tidak seburuk luka yang diterima." ... Arjuna, aku memutuskan untuk menulis ini karena aku tidak bisa menjawab semua pertanyaanmu saat itu. Andai kamu tahu, aku ini muna...