🌻1🌻

3.5K 271 12
                                    

***

Bunda pernah mengatakan, jika semua yang ada di dunia ini sakti, ajaib seperti yang terlihat setiap waktu. Tapi waktu juga perlahan merenggut segalanya, termasuk kata bahagia yang mereka bangga-banggakan sebelumnya.

-1-

"Kita mau pergi kemana, Bun?"

Nyali si kecil itu mendadak menciut, baru kali ini ia melihat Bundanya hancur, tidak ada lagi raut yang biasanya menebarkan senyum padanya. Setelah beberapa jam ia terlelap, tiba-tiba saja wanita itu membangunkannya, menyuruhnya untuk bersiap-siap.

"Bunda?" panggilnya sekali lagi.

Mata bulatnya terlihat lelah. Seharian ini ia kelelahan karena banyak bermain dengan sang kakak, terlebih di hari libur seperti ini.

"Ananta ikut sama Bunda ke rumah nenek di Semarang, ya."

Matanya berbinar, "Juna sama Ayah juga ikut, kan?"

Tapi sayangnya wanita itu menggeleng, tidak sesuai harapan si kecil. "Kenapa harus mengajak mereka? Kita berdua saja ya."

"Kenapa ga diajak?"

"Nenek kan rindunya cuma sama Anan. Mau ya, ikut sama Bunda?"

Rambut mangkoknya bergerak lucu ketika si kecil itu mengangguk. "Oke deh, Anan mau." Suara khasnya terdengar begitu yakin, hingga membuat wanita itu tersenyum.

.
.
.

Juna, sungguh aku tidak pernah bermaksud untuk merebut kasih sayangnya darimu. Andai kamu tahu, Bunda lebih menyangimu dibanding aku.

.
.
.

10 tahun kemudian...

"ANANTA!"

Remaja bermata bulat itu terkesiap, hampir saja ia terlelap dalam tidurnya, hingga suara sang bunda terdengar hingga kamarnya. Hey, bangunan rumahnya bahkan hanya berisikan beberapa ruangan kecil tanpa sekat kecuali kamar dan kamar mandi, orang mengetuk pintu saja akan terdengar di seluruh penjuru ruangan rumah tersebut.

BRAKKK...

Pintu kamarnya dihentakkan begitu keras, Anan meringis kala melihan Bunda berdiri disana dengan raut wajah yang membuatnya takut. Rasanya, mungkin saja ia akan mati hari ini.

"B-Bunda."

"Siapa yang ngijinin kamu buat keluar rumah hari ini?"

Bagaimana bunda bisa mengetahuinya? Tubuhnya mendadak bergetar, nyalinya menciut begitu saja. Perlahan ia beranjak dari kasurnya, berdiri sembari menundukkan kepala.

"Ma-af, Anan ga berma-"

"Berani kamu nentang Bunda?"

Anan menggeleng cepat. Sungguh, ia tidak bermaksud melakukannya. Remaja itu mau tidak mau keluar rumah untuk melaksanakan kerja kelompok bersama teman-teman sekelasnya. Itu pun ia harus izin pulang lebih awal, setelah bagiannya selesai.

"Sekarang, balik badan kamu !"

Ah, ini adalah bagian yang paling Anan hindari. Tubuhnya pasti akan berakhir mengenaskan. Matanya melihat ke arah bunda yang sudah bersiap dengan sapu di tangan kanannya.

"Cepet balik badan!"

Mau tidak mau, Anan berbalik membelakangi bundanya. Dipejamkan kedua matanya, mencoba menghalau rasa sakit yang sebentar lagi menghujami punggungnya.

Bunda kini telah berubah. Wanita yang selalu memberikan senyum menenangkan serta melindunginya kini telah berubah menjadi sosok yang menyeramkan. Wanita itu selalu menyalahkannya, bahkan dengan kesalahan yang tidak pernah ia lakukan sebelummnya.

ANDROMEDA (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang