🌻17🌻

1.7K 189 9
                                    

***

Kalian adalah rumah yang telah lama kuimpikan.

_17_

Ananta masih terbaring di bangsalnya, tertidur dengan sangat pulas dengan Juna yang disampingnya. Benar-benar anak kembar.

Oh ya, semalam mendadak Anan memintanya untuk memeluknya. Padahal bangsal di ruangan itu cukup sempit. Tapi karena tak tega melihat Anan yang nampaknya menangis karena mimpi buruknya, Juna akhirnya mengalah dan berakhirlah mereka tidur di bangsal.

Semua orang telah pulang semalam. Ya, kecuali Juna. Ayah mendadak memiliki urusan penting yang tidak dapat ditinggal. Lagipula, ayah juga perlu memberikan ruang kepada kedua putranya untuk berbaikan. Interaksi mereka masih terlalu kaku dan tidak sedap dipandang.

Juna terbangun lebih dulu, sulung Mahesa itu mengucek matanya, ah masih sepi! Ia perlu membersihkan diri sebelum Jean datang untuk merusuh.

Tapi ketika ia hendak turun dari bangsal, suara lenguhan adiknya membuatnya menoleh. Benar saja, Anan sepertinya terganggu karena bangsal yang mereka tempati sedikit bergeser karena ulahnya.

"Butuh sesuatu?" Suara kakunya terdengar memenuhi ruangan. Benar, ia adalah Juna.

Anan menggeleng. Keberadaan Juna disini saja sudah cukup baginya. Ya, walaupun ia sempat bermimpi buruk tentang kakaknya itu semalam.

"Ka-kalo lo butuh sesuatu, panggil gue agak kencengan ya. G-gue mau mandi." Setelah mengatakannya, Juna bergegas pergi masuk ke kamar mandi.

Apa benar dia Juna? Kenapa sangat berbeda?! Hampir saja Anan berteriak heboh seperti Jean, jika saja ia tak ingat berada dimana mereka saat ini. Ah tidak, apakah virus Jean mulai menyebar ke saraf otaknya? Anan sudah tidak tahan lagi untuk tersenyum lebar!

Ngomong-ngomong, Kevin semalam telah mengatakan semuanya. Awalnya ia sangat terkejut karena Kevin ternyata adalah kakak tirinya. Ia juga tidak menyangka jika bunda telah melakukan banyak hal yang jauh dari bayangannya.

'Kita gak tau, kenapa bunda kalian ngelakuin semua ini. Jangan membenci ya, relain semuanya.'

Ucapan papi Theo semalam masih melekat di pikirannya. Benar apa yang pria paruh baya itu ucapkan, bunda mungkin memiliki alasan untuk melakukan semua hal itu.

Tapi untuk membenci,

Ah, sebenarnya ia tidak membenci bunda. Hanya saja, bayangan tentang bunda yang menakutkan selalu melekat kuat, hingga ia tidak dapat lagi mengingat hal lain tentang bunda. Bunda yang dulunya teerlihat seperti malaikat, tiba-tiba saja berubah menjadi sosok yang sangat menakutkan. Sepuluh tahun hidupnya terasa seperti mimpi buruk yang mengekangnya untuk kembali terbangun.

Apakah ia egois?

"Kenapa? Ada yang sakit?"

Anan tersentak ketika suara Juna memenuhi kedua telinganya. Ah, berapa lama ia melamun? Bahkan Juna sudah selesai dari mandinya.

"Nan?"

Sulung Mahesa itu mengernyit, ia menghampiri sang adik yang tidak juga menjawab pertanyaannya.

"Nan?" Panggilnya sekali lagi, kali ini ia menyentuh bahu sang adik.

"Maafin Anan, Jun."

Mengapa tiba-tiba adiknya meminta maaf? Apalah ada yang salah? Atau ia membuat sang adik ketakutan karena sikap kakunya? Ah, sepertinya tidak mungkin.

"Gak ada yang perlu dimaafin, Nan. Lo gak buat kesalahan apa pun."

"Soal bunda,"

Juna mendengus ketika lagi-lagi bunda-nya lah yang menjadi penyebab Anan seperti ini. Padahal, ia sudah sangat kesal dengan wanita itu, walaupun dengan sangat terpaksa ia harus meredam kekesalannya. Oh ayolah! Ada banyak hal yang direnggut darinya oleh wanita itu, termasuk adiknya juga kebahagiaannya.

"Jangan diinget lagi. Udah cukup, lo gak berhak buat jadi lemah karena dia, Nan."

Tubuh sang adik bergetar, ia jadi tak tega untuk membiarkannya. Tangan kekarnya menarik lengan sang adik, membawanya ke dalam pelukannya.

"Sekarang lo aman sama gue. Jangan lagi-lagi konsumsi obat itu, Nan. Kalo lo keinget dia, bilang sama gue. Gue bakal ada buat lo, gue bakal jadi kakak yang baik buat lo."

Sebenarnya Juna agak terkejut dengan perkataannya sendiri. Ia tak menyangka akan mengucapkannya begitu saja. Padahal semalam, ia sudah berkali-kali gagal menyusun kalimat, sampai akhirnya tidak ada yang terucap satu pun kalimat yang ia susun semalam.

"Ehem!"

Keduanya tersentak.

"KEV-"

"Eitss.. Gue lebih tua dari kalian berdua. Panggil gue kakak."

Keduanya sama-sama mendengus. Kevin semakin leluasa bertingkah di depan Juna, dan Juna benci itu! Ah, lebih tepatnya gengsi. Dia kan yang paling garang kemarin. Bahkan luka bekas pukulan Juna di sudut bibir Kevin masih terlihat jelas.

"Gue bawa sarapan buat kalian. Hari ini Anan balik, kan?"

Juna menerima bungkusan dari Kevin dengan wajah cemberutnya. Sungguh bukan Juna sekali. "Darimana lo tau? Gue aja gak tau kapan Anan dibolehin pulang."

"Ayah yang ngasih tau. Ayah nitipin kalian berdua ke gue. Jadi harus nurut sama kakak!"

.
.
.

"Udah jangan cemberut mulu. Tambah mirip buaya, tau gak!"

Jean menatap sepupunya tajam. Enak saja! Wajahnya ini limited edition. Tidak ada yang dapat menandingi ketampanannya! Para gadis saja mengantri untuk berkenalan dengannya, yah walaupun sebagian dari mereka lebih banyak mencari-cari informasi tentang Juna padanya.

"Jeje kangen sama bayi! Lagian Juna kenapa ikut-ikutan gak berangkat sekolah sih?! Jeje kan jadi tambah kesepian!"

"Ya tinggal samperin aja nanti sepulang sekolah. Jeje ribet banget." Raka yang sudah hampir kehilangan kesabaran menghadapi sepupu gilanya itu.

Andai bisa memilih, Raka ingin Ananta yang kalem untuk menjadi sepupunya dibanding Jean. Ah, tapi tambahan si kaku Juna juga dapat membuatnya darah tinggi.

Kegiatan Belajar-Mengajar lebih cepat selesai bagi Raka, berbeda dengan Jean yang sudah terlihat lesu karena mapel terakhir adalah matematika. Ugh! Otaknya mendadak berasap karena rumus-rumus Logaritma yang rumit melintasi indera penglihatannya.

"Jeje mau beli cimol dulu deh. Bawain yang banyak deh buat bayi, biar tambah gembul."

Tahu tanggapan Raka? Masa bodoh dengan kegilaan sepupunya itu. Padahal mereka kan seumuran, masih saja Jean terobsesi menjadikan Anan sebagai bayinya. Mama Wina ngidam apa sih saat mengandung Jean? Kenapa sikapnya aneh seperti ini?!

"-Ka! Diem aja, mau gak neh?"

Raka tersadar jika Jean sudah tidak berada di sampingnya. Remaja itu sudah berada di samping gerobak cimol yang tidak jauh darinya.

"Hmm,, boleh deh. Raka juga laper."

Iya. Energinya terkuras karena menghadapi tingkah Jean yang sangat-sangat memusingkan.

...

TBC

...

Duhh maaf banget karena kelamaan updatenya:" 

Hmzz.. lama-lama insecure juga sama book ini. Gak tau deh, otak random Ji berulah lagi. Tiba-tiba ngerasa insecure, overthinking dan teman-temannya:")

ANDROMEDA (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang