Perasaan bukan bahan untuk bercandaan
-
Memang siapa yang akan bercanda dengan sebuah perasaan?
Tentu saja, Rafka. Ia memang belum pernah serius jika mengenai sebuah perasaan. Perasaan pada seseorang, entah perasaan yang seperti apa.
Seperti saat ini, ia tengah berada di aula hotel. Niat awal disuruh meninjau ruangan yang beberapa minggu ke depan akan sedikit di renovasi. Mengingat beberapa ornamen ruangan ini sudah banyak ketinggalan trend. Maka dari itu, Rafka, Rei dan pihak plant engineer tengah meneliti sekali lagi. Hal apa yang harus ditambah atau dirombak nantinya. Seperti model-modelnya, dekorasi, warna, dan lain hal.
"Mungkin baiknya lampu utama ada di tengah saja, Pak. Untuk lampu yang kecil bisa diletakan di setiap sudutnya," jelas Ruri–salah satu dari pejabat plant engineer.
"Yaudah terserah kalian aja, baiknya kaya gimana. Saya fine-fine aja, mau diapain yang penting bisa lebih modern dikit ini ruangan dan nggak monoton," balas Rafka.
"Baik, Pak. Mungkin mulai minggu besok orang saja akan segera mengerjakannya. Jika tidak ada lagi yang Bapak inginkan, saya izin pamit." Setelah Ruri izin pamit kini tinggal ada Rafka dan beberapa pegawai. Rei yang tadi mengantar Ruri juga tidak kunjung kembali.
Beberapa pegawai sedang membersihkan sisa acara semalam. Ulang tahun salah satu tamu di sini, yang sengaja booking aula. Rafka perhatikan mayoritas pegawai di sini memang asli orang Aceh. Dilihat dari wajahnya, mungkin ada beberapa yang dari perantauan tapi bisa dibilang sedikit.
Baru sadar orang asli Aceh cantik-cantik juga. Tidak kalah dengan orang Jakarta. Kalau tau begini, ia bisa pindah dari dulu kali ya ke Aceh. Biar bisa dapat banyak cewek cantik.
Otak playboy?
Mau bagaimanapun juga, se-berbiwanya Rafka saat ini, yang tengah berusaha menjadi terlihat berwibawa. Tetap saja, pikiran-pikiran akan cewek cantik masih lancar jaya.
Senyuman Rafka mengembang saat melihat ada pegawai yang tengah mengelap meja. Dengan pipi sedikit berisi, hidung bangir, bibir tipis, tidak terlalu tinggi juga tidak terlalu pendek. Khas cewek Aceh.
"Hai cantik, boleh kenalan?" tanya Rafka basa basi.
Jelas-jelas Rafka seorang GM siapa yang tidak kenal dia di hotel ini. Memang ngaco, bisa-bisanya gitu.
Perempuan itu tersenyum kikuk. Lantas menjawab, "iya Pak Rafka. Saya Syifa, Pak."
"Nama yang cantik seperti orangnya. Asli Aceh, ya?"
Syifa membalasnya dengan anggukan. "Udah punya pacar?" Kepo sekali si Rafka.
"Maaf Pak, saya tidak pacaran," balasnya. Sontak membuat mata Rafka membelo. Hari gini enggak pacaran, rasanya mustahil. Kalau kata dia mah pacaran gitu seperti suatu kebanggaan tersendiri. Apalagi bagi manusia playboy seperti Rafka.
"Kalau pacaran sama saya mau nggak?"
"Maaf Pak. Saya punya prinsip langsung nikah dan tidak mau pacaran," jelas Syifa, kalau begini Rafka mikir dua kali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Insya Allah Ta'aruf
Ficción General[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] "Izinin gue memantaskan diri buat lo, Ra. Kalau udah pantas gue bakalan ajak lo ta'aruf," kata Rafka. Ucapan Rafka membuat Maira terdiam di tempatnya. "Lebih baik Bapak pantaskan dulu diri Bapak di hadapan-Nya. Urusan jodoh...