※ Pameget ※

724 108 0
                                    

Ventilator jadi pusat perhatian pasang-pasang mata. Tidak ada yang berani buka suara. Bangsal berbau karbol begitu hening sehingga jika ada tetes air yang menghujani lantai akan dipastikan terdengar. Hiromi Higa atau yang biasa disapa Shadow menjadi satu-satunya yang mengamati situasi kelam. Rangkai bunga beragam budaya berasimilasi di tangan gempalnya.

Langa menghitung kancing miliknya sendiri dari atas ke bawah. Ingin menyuarakan sesuatu, tetapi kerongkongannya seperti ditumbuhi benih besar. Mendadak ia dimensia. Fokusnya teralih pada sosok tan nan atletis berhelai zamrud. Kojiro Nanjo.

Jika bagi Reki, Kojiro adalah mentor. Maka bagi Langa, Kojiro itu seperti lawan. Kelak Langa benar-benar ingin bertarung secara kooperatif dengan pemuda berjulukan playboy ini. Namun, sekarang Joe lebih seperti cangkang kosong. Dia menunduk dengan tatapan mengawang. Sesekali Langa bisa mendengar deru nafas kasarnya.

Kaoru yang cantik nan multitalenta adalah alasan pemuda penuh energi ini diam seperti patung kontemporer. Langa seperti berkaca. Mereka berdua sama-sama memegang benang putus.

"Kupikir aku harus melawannya kali ini."

"Huh?" Langa membuat mimik seakan menyiratkan 'Apa yang kau maksud?'

Joe baru mengangkat kepalanya, setelah Shadow undur diri untuk mengangkat telepon dengan wajah memerah hingga ke cuping. Mungkin dari gadis toko bunga.

"Ini ada sangkut pautnya dengan masa lalu." Kening Joe mengerut seperti tidak yakin dengan ucapannya sendiri. Tiba-tiba kedua bahu lebarnya naik beberapa detik, ia memasang senyum sarkartis. "Entahlah. Aku juga tidak yakin."

Langa masih kaku di tempatnya. Bola mata aquamarine menelusuri tiap sudut ruangan berbau antiseptik.

"Lalu..." Joe merenggangkan otot-otot seperti kembali ke dirinya semula. "Reki di mana dia?" Joe secara instingsif bisa melihat perubahan pada air muka Langa.

Joe menunggui jawaban dari pemuda keturunan Kanada. Detik jam menghantui telinganya.

"Reki menghilang." Mata Langa tampak terluka, Joe menjadi ikut terseret ngeri dengan kemungkinan-kemungkinan negatif. Langa menelengkan kepala sesaat sementara tangannya meronggoh saku jeans. "Aku menemukan ini di lokerku."

Joe memandang kartu remi bergambar hati dengan saksama. Ia berdecih setelah menghabiskan dua puluh detik seolah-olah bukti barusan merupakan permainan anak kecil yang tidak perlu ditanggapi. Namun, manik merahnya menatap Kaoru yang terlelap dan Langa secara bergantian, sedangkan Langa hanya memfokuskan mata pada tato abstrak bergambar matahari hitam di bahu lawan bicaranya.

"Tidakkah terlalu dekat?"

Langa masih melamun rupa-rupanya, tetapi sejurus kemudian ia mengangguk setuju. "Tetapi apa hubungannya dengan Reki?"

Joe mengangkat bahu lagi sehingga tatonya tampak menciut. "Kartu itu? Apa itu ditujukan untuk pertandingan skateboard?"

Langa ingin menjawab apatis, tetapi begitu otak rasionalnya bekerja maniknya mengecil otomatis. "Ada pria yang menemuiku. Mengajakku bertanding dengannya dan merekrutku. Waktu itu aku sedang tidak enak hati. Jadi, kuabaikan."

Joe memahami deskripsi singkat Langa. Buku-buku jarinya memutih. Wajah Joe menjadi dwiwarna cokelat dan hijau karena urat-uratnya mengencang. Ingatannya kembali pada pemuda bersurai indigo. Pemuda yang sudah lama keluar dari lingkar pertemanan dirinya dan Kaoru.

"Mungkin bocah Chinen tahu sesuatu. Agensi yang menaungi prestasinya berhubungan dengan keluarga Shindo."

Langa mengernyit, sangat asing baginya. "Apa aku harus menghubunginya untuk menerima tantangan?"

As Unique as PetrichorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang