Deru mobil berhenti mengaum-ngaum. Kepulan asap akibat ledakan yang masih mengudara tengah dipadamkan. Kondisi dua mobil yang terhempas penyok parah.
Kecepatan Shadow mengemudi membersamai kedatangan medis, sehingga kekacauan yang mereka lihat seperti sudah menjadi ruh saja.
Gravitasi yang begitu cepat, jelas mengakibatkan kerusakan parah dan tidak terhitung jumlahnya. Tidak tahu bagaimana keadaan korban selanjutnya. Mobil yang dikendarai peseluncur nyetrik itu, kembali bergerak cepat. Isinya tiga pria dewasa, pemuda tanggung serta bocah jenius yang kencingnya belum lurus. Kelimanya menatap gelisah dengan suara degup jantung yang marasuki rungu.
Seisi rumah sakit ikut bergerak heboh. Entah, sial atau memang bersahabat. Langa lagi-lagi masuk ke gedung monokrom yang semakin hari, semakin membuat pilu hati.
Jam terus bergulir, tiap detiknya terasa memukul bilik hati Langa, setelah perselisihan antara waktu yang sudah banyak terkuras dan pikiran-pikiran negatif Yang menggerayangi. Langa dan lainnya mengintip lewat dinding bening.
"Di-dimana Reki?!" Miya Chinen yang terlebih dahulu menyadari ketidakhadiran Reki mendadak mendongak untuk menatap Langa. Empat lelaki yang lebih tua menatap sekeliling. Namun, benar-benar tidak melihat sosok yang dimaksud.
"Mungkin dia ditempatkan di ruang berbeda." Joe masih berusaha tenang, meskipun buku-buku jarinya tak kalah pucat dengan milik Langa. "Akan kutanya pada perawat," lanjut pria tan itu sambil berlalu.
Miya Chinen menggigit bibir bagian bawah menahan isak tangis. Darah segar menitik dari daging bibirnya. Cherry yang berada tepat di samping berusaha melengos, tetapi sikap masa bodohnya tidak berlaku di situasi sekarang.
"Hei--Cherry menepuk punggung kokoh Shadow yang sejenak bergetar--bisa kau antar bocah ini ke rumahnya?" Setelah tawaran yang lebih mirip pinta dilayangkan ke Shadow, Joe datang dengan pupil mengecil bak biji jagung.
"Reki tidak ada di lokasi kejadian.
.
.
.
Gurat-gurat kecemasan terlihat jelas di antara keempatnya. Saat keheningan itu berlangsung lama dan hanya menimbulkan ricuh perut Cherry Blossom yang agak memalukan. Skateboard berteknologi AI menampilkan kedipan tanda notifikasi.
"Buka pesannya, Carla!" pinta Kaoru setelah berhasil mengumpulkan nyawa.
Hologram tampil dengan wujud menyilaukan. Mengingat robot pipih ini sering mendeteksi hal-hal buruk, mereka meneguk ludah secara bersamaan. Menanti kabar ambigu.
Hitungan mundur dari angka tiga memantul di bola mata masing-masing dan ketika hitungan berhenti di angka nol, berikutnya suara gemuruh yang mendominasi. Hal yang pertama disorot ialah ketukan sepatu dengan ujung runcing bergerak mengikuti irama, lalu menyorot pemiliknya.
Sosoknya berhasil membuat perubahan paras mereka berempat begitu kontras. Wajah mereka terdistorsi seperti lukisan Edvard Munch, begitu melihat pria bertopeng tengah memamerkan sederet gigi putih.
"A-dam? Bagaimana bisa?!" Suara bass Shadow nyaris memekik. Alhasil, membuat Kaoru mendecakkan lidah sebal, tetapi ia tak punya waktu untuk mengoceh sebab pria yang mereka kenal baik, seperti ingin melontarkan sesuatu.
"Aku punya kejutan untuk kalian," ucapnya sambil memain-mainkan rokok baru yang masih belum dibakar.
"Keberadaanmu lebih mengejutkan ketimbang hal lainnya. Aku tidak punya waktu untuk ini!" geram Kaoru dengan dua alis menyatu, bahkan siap mengeluarkan taring jika saja dia jelmaan kucing. Jarinya sedia menekan tombol merah untuk mengakhiri video call. Namun, pergelangan tangannya segera disergah Joe.
Pemuda berhelai zamrud menggengkan kepala dengan raut serius. Reaksi tersebut membuat seringai licik menghiasi wajah Adam.
Objek pada video tampak mengecil, kemudian menyorot kubus besar berpita merah menyolok. Adam menjentikkan jari, membuat penutup kubus terbuka dan segera menyuguhkan letusan kecil mirip peringatan ulang tahun.
Kaoru masih menyipit tajam, pandangannya menjurus pada rasa kesal ketimbang ingin tahu. Namun, melihat mimik serius di antara ketiganya dia kembali memfokuskan diri ke hologram. Namun, ekor mata yang awalnya bergulir malas mendadak mendelik ngeri.
Bagian kubus itu terbuka ke segala arah, selanjutnya memperlihatkan tubuh seorang pemuda sedang terikat terlentang. Tali menarik bagian tangan dan kaki secara tegak.
"Re-re-reki ..." Manik sapphire menyalang ngeri dengan segera jemari Langa meraih hologram, tetapi yang diraihnya hanya udara kosong. Dia tidak bisa menggapai Reki.
Pemuda bermanik amber menatap ke depan, wajahnya dipenuhi teror seolah dia tahu nasibnya akan berujung naas.
Rekaman kekejaman Adam mendadak kembali menghantui. Reki sadar, mimpi buruk itu akan terulang kembali, sehingga kepalanya hanya bisa tertunduk pasrah.
Belum sempat Cherry menyemburkan makian, Tadashi datang sambil membawa bilah pendek yang kemudian bisa ditarik menjadi panjang hingga ukuran tiga kali lipat.
"Apa yang kau lakukan, sialan?!" Joe menggeram sambil mencengram celana.
Pertanyaan Kojuro lekas dijawab Adam. Matanya mengerling jijik. "Lakukan, Anjing!"
Semua penonton tahu, pinta itu diarahkan untuk siapa karena itu sorot mata mereka ke arah Tadashi yang berjalan tegap ke arah Reki. Namun, pengelihatan Langa tetap mengarah ke Reki.
Detak jantung memompa lebih keras, bahkan lebih parah ketimbang kecelakaan beberapa jam silam.
Mata sayu Tadashi terlihat lebih rapuh dari biasanya, tetapi tatapan itu tak menyurutkan melaksanakan pinta tuannya. Ia segera memukul tongkat yang diduga dari besi ke arah lutut Reki. Pukulan mendarat berkali-kali membuat kulitnya memar berwarna biru-keunguan.
Suara besi yang mencabik lutut Reki membuat lutut mereka ikut bergetar, apalagi saat tongkat dilayangkan kesekian kalinya berhasil menimbulkan suara retak yang mengusik telinga. Cherry muntah di tempat ketika melihat lutut Reki sudah hancur tidak berbentuk.
Kulitnya sobek, sementara aliran darah tidak putus menuruni kaki.
Tak hanya Langa, bahkan ketenangan yang lain hilang saat menonton video call ini.
Adam mengangkat tangan, membuat Tadashi berhenti menghantam lutut Reki. Itu pun karena Reki Kyan yang sejak tadi menjerit menahan sakit seketika kehilangan kesadaran.
Layar kembali meng-zoom wajah Adam. "Aku menantikan kedatangan kalian selanjutnya," tuturnya, kemudian terkekeh-kekeh.
Hologram menggelap tanda sesi panggilan berakhir.
Wajah Langa sudah dibanjiri air mata, ia menoleh ke arah Joe, kemudian meraih kerah bajunya. "Kau bilang ini masalah yang harus diselesaikan orang dewasa!" Pandangannya berang membuat Joe yang menjadi sasaran kemarahan hanya bisa tertunduk sedih.
Lain halnya dengan Shadow, dia kembali mengeluarkan kunci mobil dari sakunya.
"Kita harus bergegas!" Mungkin dia satu-satunya yang masih bisa berpikir rasional saat ini atau justru tindakan inilah yang menunjukkan kewarasannya sudah tandas.
Langa berhenti menyudutkan Joe, setelah Kaoru menonjok perutnya sambil berteriak marah.
Menghiraukan rasa sakit, Langa lantas berdiri seraya mengepalkan tinju. "Aku akan mengutuknya! Meskipun harus menjadi hantu yang merangkak keluar neraka!" murkanya dengan sorot bak predator yang ingin mencabik-cabik mangsa. []
Update : November 20, 2021
.
.
.
※ Pojok Penulis ※
Maaf lama tidak update. Cerita ini akan berakhir satu part lagi dan tiga part tambahan. Untuk tiga part tambahan kemungkinan akan kuposting di Karyakarsa.
Terimakasih yang sudah membaca sejauh ini ^^
KAMU SEDANG MEMBACA
As Unique as Petrichor
Fanfiction[Cover] Art by: Dd绿化带 on Neka Edit by: earlsulung on Canva [Blurb] Bagi Langa, sosok Reki yang ceria dan pecinta dunia skateboard dihidupnya adalah 'guru'. Namun, begitu Langa berhasil melampauinya di langit. Reki tidak melihat Langa sebagai sahabat...