Kemilau Okinawa selalu membutakan pemuda blasteran seperti Langa. Namun, akhir-akhir ini hal menyilaukan tidak lagi membutakan manik azurenya. Ia ikut berpendar selayaknya mentari di kaki langit. Seraya menghela nafas ringan, udara tampak menyentuh canggung pori-porinya.
Dahulu kakinya sering berpijak pada salju yang menebar nyaris membentuk lautan super dingin nan empuk. Sekarang di kepulauan Ryukyu, gemerisik alam sudah biasa menjadi penghantur langkah Langa.
Berseluncur dengan perasaan gundah luar biasa, Langa memberanikan berdiri di pertigaan. Menunggu kedatangan sahabat merahnya seperti biasa.
Entah, kenapa? Jantungnya selalu berdebar saat bersama dengan Reki, dalam beberapa menit Reki akan menepi ke arahnya. Telapak tangan melambai saat manik madunya bertabrakan dengan bola azure Langa, kemudian mereka saling menyentuh semangat lewat jari-jari, telapak tangan, dan tinju sembari tertawa lepas.
Kedua kaki sama-sama mengambil ancang-ancang kembali menelusuri kerikil di jalanan. Meskipun hampir tiap pagi mereka memacu adrenalin sampai ke gerbang sekolah, lantas dikejar-kejar guru konseling karena mengacaukan. Baginya itu moment mendebarkan nan indah.
Langa tipikal yang takut terluka. Bau anyir dan warna pekatnya mengerikan. Semenjak bertemu skateboard atau mungkin Reki ia mampu mengatasi itu, bahkan dengan nakalnya berani menghisap darah dari bibir Reki. Langa akui itu bukan di luar kesadaran.
Sudah lebih dari 15 menit Langa berdiri menunggui Reki. Mentari sudah lebih terik walaupun hawanya masihlah menyegarkan. Perasaannya mengatakan, saat itu bahwa Reki tidak akan menjemputnya seperti biasa.
Lunglai, Langa berselunjur konyol dengan kaki kanan terlebih dahulu, setelah tiga detik ia melaju kencang. Tidak sadar ada sosok yang bersembunyi sembari memperhatikannya di balik semak.
Usai menyembunyikan skateboard di loker, Langa melangkahkan kaki di kelas. Dari jendela yang mengkilap ia tak melihat sosok Reki di ujung kelas. Menghalau rasa khawatir Langa menyembunyikan ekspresi seperti biasa, membuka buku seperti kutu buku tidak punya teman.
Sampai kelas baru dimulai Langa baru melihat Reki. Bocah ber-headband tampak terburu-buru memasukki kelas. Sebab dahulu tidak suka hal berbau darah, Langa sangat sensitif dengan baunya. Saat Reki luwes melewatinya ia menangkap bau anyir berasal. Tidak ada yang menyadari luka di telapak tangan Reki selain Langa.
Aquamarine menyipit tajam dan mendapati luka lainnya di balik lengan, tetapi tertutup gakuran gelap mereka.
Meskipun dua hari lalu hujan, Okinawa belum memasuki musim hujan sehingga mereka belum bisa menggunakan seragam sesikut.
Langa memperhatikan Reki dengan gurat datar nyaris tidak terlihat cemas. Darahnya merembes dari balik pakaian, sebenarnya lebih mirip lumpur yang menempel.
"Reki, aku antar ke UKS?"
Reki mendelik menangkap nada tenang Langa. Ia menoleh patah-patah mirip pinokio kepergok kakek pengerajin kayu karena sudah berbohong, bedanya hidung Reki tidak memanjang.
Sekilas Langa menangkap wajah memerah Reki, tetapi si empunya cepat-cepat melengos seraya mendengkus.
"Buka bajumu."
"AP-APAAA?!" Reki menggebrak meja membuat kulitnya yang terluka menggerus permukaan meja.
"Ukh!"
"Reki Kyan."
"Tidak apa-apa, Sensei!" sahutnya sambil duduk kembali.
Langa kenapa, sih?
Sambil misuh-misuh dalam hati, Langa tahu-tahu menghampiri Reki. Tidak tahu urat malu Reki yang biasa putus, tersambung dengan kabel mana. Tahu-tahu semburat merah merambat dari kulit kemuningnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
As Unique as Petrichor
Fanfiction[Cover] Art by: Dd绿化带 on Neka Edit by: earlsulung on Canva [Blurb] Bagi Langa, sosok Reki yang ceria dan pecinta dunia skateboard dihidupnya adalah 'guru'. Namun, begitu Langa berhasil melampauinya di langit. Reki tidak melihat Langa sebagai sahabat...