House

6 1 0
                                    

Rumah yang kupilih khusua untuk Raya ini sudah direnovasi dengan sedemikian rupa. Catnya putih cocok dipadu-padankan dengan warna birunya laut. Kini, aku dn Raya sudah berada di balik pintu rumah.

Setelah membukanya, kita disuguhkan dengan lorong kecil untuk pintu, dan rak sepatu di sebelah kanan. Akuarium pun sudah tampak jelas di lantai kacanya. Jika masuk lebih dalam, terdapat ruang tamu, ruang makan, dapur, kamar tamu,  kamar pembantu, toilet, dan satu ruangan yang sengaja ingin kujadikan gudang. Di antara ruang tamu dan ruang makan, ada tangga marmer yang menghubungkannya ke lantai dua rumah.

Raya dengan antusias ingin naik ke sana, aku hanya mengikutinya. Senyumnya itu saja sudah mampu membuatku senang.

Di lantai dua rumah, terbagi menjadi dua kubu. Kubu bermalas-malasan alias tempat tidur, dan juga kubu hidup sehat yang kusebut sebagai ruang olahraga.

Empat kamar yang berdampingan dan ruang kerja terbuka untuk diriku sendiri. Di ruang olahraga, pun tak kalah. Fasilitas olahragaku hampir sama saat di rumah orang tua. Hanya saja ditambahkan dengan peralatan game.

Dari Rey, aku mendapatkan informasi jika Raya akhir-akhir ini menggilai game. Tanpa pikir panjang, aku langsung menyediakan ruang game yang seruangan dengan peralatan olahraga.

"Ayo, ke sana." Aku menepuk pelan bahu Raya yang tengah bermain capit boneka. Ia menoleh dan menatap ke arah yang kumaksud. Tempat di mana ia akan sangat menyukainya.

Di balik jendela kaca ruang itu, pemandangan hamparan laut sungguh memanjakan mata. Bahkan kolamnya pun terbilang unik. Bagian bawah kolam tampak indah sebab dipasangi kaca yang kuat.

Di pinggir kolam, tepatnya di samping kanan, aku sudah menyiapkan tempat bersantaiku. Sengaja memasang dan menghiasinya dengan beberapa tanaman sejuk dan juga area itu bisa dijadikan tempat teduh.

Aku juga menyiapkan ayunan agar Raya bisa bersantai di sana.

"Ini beneran?"

Aku terkekeh dan mengelus rambutnya. "Iya, beneran."

"Emang lo sekaya apa sampai bisa beli rumah semewah ini?"

Aku terdiam beberapa saat. "Lo punya bisnis selain tiga tempat bisnis yang lo sebutin ke emak gue, 'kan?" Aku mengangguk.

"Gue tebak, bisnis lo yang lain itu di luar negri?"

Tanpa sadar aku mengulum bibir dan menghindari tatapan Raya. Helaan napas berat ia keluarkan.

"Gue capek. Mana nih, kamar gue?"

"Kamar kita, Sayang."

"Yah, terserah. Yang penting gue bisa ngadem."

Aku memegang bahu Raya dari belakang, mendorongnya untuk berjalan menuju kamar kami. Di dalam kamar itu sudah kusediakan akuarium juga untuk Raya di sisi kanan dan kiri TV.

Istriku itu memekik senang dan merebahkan tubuhnya di tempat tidur kami. Menatap langit-langit kamar sementara diriku bersandar seraya memperhatikannya di dekat pintu.

Aku lalu meraih koper kami dan mulai menyusunnya di lemari. Saat menyusun pakaian Raya, aku menemukan penutup istriku itu. Dengan jail kuperlihatkan pada Raya yang lantas membuatnya bangun mencoba meraihnya.

"Siniin, enggak?"

Wanitaku itu masih berusaha meraih pakaiannya. Tanpa banyak gerak ia menendang tulang keringku sampai aku menunduk sebab kesakitan. Pakaian itu kini sudah berpindah ke tangan Raya.

Ia menepuk pelan punggungku dan dengan santainya menyusun pakaiannya di lemari. Dengan tertatih, aku duduk di tepi kasur king size kami dan memperhatikan wanita itu dari belakang.

MantanAbleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang