Menginap

5 1 0
                                    

"Ada apa?"

Aku menatap Raya dan Rey, bergantian. Mereka terdiam menatapku. Aneh.

"Bang Ar dapat perut L-Men dari mana?"

Rey bertanya sembari memperhatikan perutku. Aku terdiam beberapa saat dan malah menatap Raya yang rambutnya sudah tergerai. Cantik.

"Kakak mandi dulu, ntar nyusul kamu ke bawah."

Raya yang sejak tadi dusuk di kursi meja rias, meraih handuk yang tergantung di sisi pintu. Rey tampak mengangguk dan segera keluar dari kamar. Kini hanya ada kami. Terasa canggung di mana aku yang bertelanjang dada dengan Raya yang menunduk sambil memegang handuk.

Aku menetralkan debaran jantung dan mendekati Raya. Langkah kakiku mengusiknya hingga ia mengangkat wajah. Menatapku sekilas lalu mengalihlan tatapannya.

"Ekhem!"

Raya memejamkan matanya. Kini, aku sudah berada di hadapannya. Perlahan lebih dekat. "Mau ngapain?"

Tanganku tergantung di idara. Pertanyaan Raya itu sangat tidak masuk akal. Tentu saja aku ingin mengambil kunci lemari yang tergantung di belakangnya.

Kembali kugerakkan tangan yang langsung ia tepis. Alisku mengkerut. Ada apa dengan istriku ini?

"Yang, kamu kenapa?"

"Apanya yang kenapa-kenapa?! Mau modus lo?"

Ya ampun, istriku itu tampak lucu sekarang. Bagaimana ia bisa memasang wajah garang dengan leher yang memerah karena malu?

Aku tersenyum jail dan mulai lebih mendekatkan tubuh kami. Dalam satu kali hentakan, Raya berhasil masuk ke dalam pelukanku.

Istriku itu panik, tetapi matanya sesekali melirik area perutku. Ia memberontak, tak juga kulepaskan. Wajah mulai kumajukan kemudian berbisik pelan di telinganya.

Saat aku membisikkan sesuatu, Raya berhasil melepaskan pelukanku. Lagi, aku tertegun. Kalau tidak salah, Raya tak sengaja menngecup pipi.

Wanita itu bergegas masuk ke dalam kamar mandi dengan bantingan yang cukup keras. Aku menutup wajah dengan tepalak tangan karena malu, kemudian mulai mengambil kunci dan  membuka lemari.

Setelah memakai baju, aku meraih sisir yang berada di atas nakas. Mata tak sengaja menatap sesuatu yang menempel di pipi. Tanda kecupan Raya terlihat jelas di sana.

Aku memekik tertahan dan memutar badan. Tersenyum bahagia karena senang. Istriku memang sangat manis.

Acara resepsi kami berlangsung dengan sangat meriah. Para kolega bisnis Papa dan aku, mulai berdatangan. Teman seangkatan pun juga ikut hadir malam ini.

Aku dan Raya menemui beberapa kolega bisnis. Pundak terasa ada yang merangkul. Dari arah samping, Indra menatapku dengan senyuman.

"Bro, waktunya gue culik lo beserta istri lo ini."

Aku tertawa menanggapi candaannya. Teman kuliah sekaligus teman SMA-ku itu memang seperti ini. Tatapanku beralih menatap Raya. Wajah itu tampak datar dan dingin sejak kemunculan Indra.

Tanpa banyak bicara, Indra membawaku dan Raya duduk di sebuah meja besar. Teman angkatanku tengah berkumpul di sana. Raya digiring duduk di kursi, menyusul aku yang duduk di sampingnya.

Kami mulai berbincang sembari mengingat masa lalu saat aku mengejar Raya dulu. Aku hanya menanggapinya dengan malu, berbeda dengan Raya yang terlihat keberatan.

Wanitaku itu hanya tersenyum singkat jika diajak berbicara. Duduknya pun gelisah. "Guys, gue sama Raya mau nemuin teman sengkatannya Raya dulu."

Aku lantas bangkit dari kursi dan menyodorkan tangan ke arah Raya. Ia menatapku, tetapi tak menolak uluran tanganku. Setelah lepas dari situasi canggung itu. Raut wajah datar yang sempat ia perlihatkan mulai memudar.

MantanAbleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang