Tersepona (Arya)

10 1 0
                                    

Dering handphone membuat langkahku terhenti. Setelah memarkirkan mobil di garasi, aku mengangkat telepon dari Rey.

"Halo, Bang Ar?"

"Iya, Rey. Ada apa?"

Ada jeda sejenak saat aku bertanya padanya. Tak lama suara bising yang tadi terdengar di seberang sana, perlahan memudar.

"Bang Ar, aku lagi di bar sama Kak Raya."
Mataku melotot. Apa? Di bar? Sama Raya?

"Kok, bisa?" Nada suaraku tiba-tiba naik. Rey di seberang sana pasti tersentak dan takut. Suaranya terdengar gugup.

"E―eh? Kak Raya nyusul a―aku ke sini. Bang Ar jangan marah dulu."

Aku menjauhkan telepon dari telinga lalu menghela napas meredam amarah. Beberapa kali memijat kening. Tak habis pikir dengan calon adik iparku itu.

"Alamat barnya di mana?"

"Di belakang gedung PT. Gagal Move On, Bang."

Aku menatap horor handphone. Nih, anak nyindir aku?

"Beneran itu nama gedungnya?"

"Ck! Aku tau Bang Ar belum move on dari Kak Raya, tapi jangan disangkut pautin sama nama PT, dong!"

Di mana suara takut dan gugupnya tadi?

"Ya udah. Abang ke sana."

Aku mematikan sepihak panggilan telepon itu. Bergegas masuk kembali ke mobil.

***

Aku memperhatikan sekitaran bar. Beberapa pria mabuk dipapah dengan wanita yang berpakaian minim. Segera kurogoh handphone, memberitahu Rey tentang keberadaanku.

"Kamu di mana?"

"Bang Ar langsung masuk aja. Kak Ray enggak mau dibawa keluar."

Aku menghela napas sejenak. Tak berani masuk ke tempat yang seperti itu. Raya tiba-tiba hinggap di pikiranku. "Oke."

Perlahan langkahku mendekati pintu masuk bar. Sambutan dari wanita pun tak sekali ataupun dua kali aku dapat.

"Rey!"

Aku sesegera mungkin berjalan menuju siluet remaja yang tengah asyik menghindari pukulan dari Raya. Sepertinya calon istriku itu tengah mabuk. Entah dia minum berapa banyak.

Bau alkohol menyeruak saat aku merangkul pinggang Raya. Ia tersenyum kecil dengan mata yang menatapku sayup. Bagaimana aku tidak jatuh cinta pada wanita ini?

"Bang Ar, mending bawa Kak Raya keluar."

Aku menggeram kesal. Nih, anak beneran minta dikirim ke dunia lain. Tanpa kusuruh, Rey merangkul lengan kakaknya dibantu olehku untuk keluar dari tempat ini.

"Jelasin. Kenapa Raya bisa kek gini?"

"Bicaranya di mobil yah, Bang. Kita ke rumah Bang Ar."

Aku yang tadinya hendak mengangguk langsung melotot menatap Rey. Ngapain ke rumahku?

Remaja edan satu itu malah masuk ke dalam mobil mengabaikan tatapanku. Kalau Raya yang melakukannya pasti sudah kucium dia. Rasanya Rey sangat ingin kupukul, tapi sayang sama restunya.

"Bang Ar mau jadi lelaki bayaran yang sedang nunggu tante-tante girang di situ?" Rey bertanya sembari mengangkat sebelah alisnya.

"Gila kamu!"

***

Hari yang nelelahkan. Aku kembali dibuat pusing karena permintaan Rey. Bagaimana bisa aku juga terseret dalam kebohongannya?

MantanAbleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang