Tepat seminggu berada di sini, sudah membuatku sangat kesal. Relasi bisnis yang kunantikan, nyatanya membatalkan pertemuan kami secara sepihak.
Aku menenangkan diri dengan meminum secangkir green tea. Namun, hal itu sama sekali tak menghilangkan rasa kesalku.
Dhani yang berada di sampingku, bahkan berusaha menenangkanku.
"Tenang, Ar."
"Gimana gue mau tenang? Ini tuh, cukup ngabisin waktu gue. Mending sekarang gue pulang supaya bisa kelonan ama Raya, dibanding nunggu dia yang enggak profesional!"
"Udah. Tenang dulu."
"Enggak, yah. Di pertemuan berikutnya, gue bakalan batalin hubungan bisnis kita kalau alasannya enggak jelas!"
Aku tanpa sadar memukul meja restoran dengan keras. Hal itu menjadi pusat perhatian bagi beberapa pengunjung.
Penglihatanku gelap seketika saat sebuah tangan menutup mata. Siapa? Rangkulan di bahu pun sempat kurasakan sebelum suara seorang wanita terdengar.
"Tebak, siapa ini?"
Aku tersenyum singkat, dan menyingkirkan tangan itu dari pandangan mataku. Lantas menoleh pada wanita yang tengah berdiri di belakang.
"Arsya?"
Arsya tertawa ringan dan duduk di kursi sebelah kiriku. "Kaget, ngak?"
"Kok, bisa ada di sini?"
"Takdir kali."
Aku tertawa mendengar jawabannya itu. Lama tak bertemu dengannya, aku cukup jeli memperhatikan apa saja yang berubah dari wanita itu.
Arsya adalah teman SMA, sekaligus sepupuku. Sepupu yang amat jauh lebih tepatnya.
"Sorry, gue enggak dateng ke pernikahan lo."
"Yah, enggak papa. Bukannya lo ada di Belanda? Kok, malah ada di sini?"
"Gue ada urusan."
Aku mengerutkan alis bingung. "Lo lupa kalau ortu gue, netap di sini?"
"Ah, iya. Tante Maria dan Om Nard pernah bilang waktu datang ke nikahan gue. Lupa!"
"Biasalah. Mereka kangen ama gue. Gue kan ngangenin," ujarnya percaya diri. Aku terkekeh pelan dan kembali menyeruput green tea.
Mataku menatap riang pada layar handphone. Balasan pesan dari Raya, tampak jelas di sana. Aku mengetikkan pesan protes padanya sebab lupa memasukkan foto pernikahan kami.
Jawaban singkatnya itu membuatku tersenyum kecil.
[Maaf.]
[Mending lo cetak yang banyak aja di sana.]
Saran Raya membuatku tersenyum jail.
[Iya, Yang. Cetak yang banyak. Mas juga pengen nyetak anak bareng kamu <3]
Tak lama, balasannya datang. Aku tertawa lepas mendapati ketikan protes serta stiker marahnya. Wanitaku itu mengirimkan stiker imut nan lucu, berkarakter seekor kucing.
"Lo gila, yah?"
Aku menatap Arsya yang tengah kebingungan, lalu menggeleng pelan. Dua makhluk di samping kanan dan kiri, kuabaikan kembali.
[Mas kangen kamu :(]
[Kangen juga :)]
Aku melempar asal handphone itu di atas meja kemudian berdiri dari kursi dengan senyum malu-malu. Bagaimana bisa aku sebaper ini hanya karena Raya membalas ungkapan rasa rinduku?
KAMU SEDANG MEMBACA
MantanAble
RomansApa jadinya jika mantanmu perfect banget? Good looking? Iya! Baik? Iya! Mapan? Iya! Sholeh? Iya! Dunia Raya rasanya jungkir balik ketika sang mantan―Arya, tiba-tiba mengusik hidupnya. Si idaman kaum hawa yang membuat Raya gedek bukan main! ~~~~...