Denara duduk dengan perasaan gamang tepat di samping Arini. Keduanya masih menunggu Miswar keluar, sedangkan Djati entah pergi ke mana.
Mengingat semua hal yang sudah terjadi belakangan ini, Denara menjadi takut bertemu laki-laki itu, entah apa yang ada di pikiran Dena sekarang. Yang pasti, dia sangat berharap semoga tidak akan pernah bertemu Djati lagi.
"Papa!" Sambut Arini sembari beranjak lalu memeluk erat sang suami.
"Papa nggak akan dipenjarakan?" Tanya wanita itu dengan raut gelisah.
Miswar mengusap pelan bahu sang istri sambil menggeleng. "Tidak perlu khawatir, papa nggak melakukan kesalahan apapun ma, jadi papa aman." Jelasnya.
"Tapi kenapa papa bisa dipanggil pihak kepolisian?" Desak Arini.
"Ceritanya panjang, nanti kita bicara di rumah ya. Biar pengacara papa yang menyelesaikan perkara lanjutannya."
"Masih ada perkara lanjutan?" Sela Denara.
"Iya, ada beberapa berkas yang perlu dibereskan. Tapi papa sudah bisa kembali ke rumah sekarang, kalian nggak perlu khawatir."
"Ayo kita pulang." Lanjut Miswar.
"Papa sama mama duluan aja, Denara mau main dulu ke rumah teman." Pamit gadis itu membuat Miswar dan Arini mengernyit.
"Mau ke mana kamu? Ayo pulang, jangan keluyuran." Tegas Miswar membuat Denara memutar bola matanya malas.
"Dena cuma sebentar, udah ya. Dena pergi." Gadis itu berlalu begitu saja tanpa menghiraukan tatapan Miswar dan Arini yang tampak tidak suka.
......
Tujuan Dena kali ini adalah sebuah tempat makan yang berada di salah satu pusat perbelanjaan.
Tidak banyak yang bisa dia lakukan, selain memesan beragam menu makanan dan minuman. Hampir satu jam Denara berada di sana hanya untuk menenangkan diri.
Tentu, pertemuannya dengan Djati beberapa jam yang lalu membuat otaknya tidak tenang. Meski Dena sendiri tidak tahu, bagian mana yang membuatnya gelisah seperti sekarang.
"Huft! Mas Djati anggota intel. Jadi selama beberapa hari ini kita saling memanfaatkan?" Gerutunya sembari menenggak habis botol air mineral di genggamannya.
"Dan bodohnya gue mengira mas Djati adalah orang yang akan dijodohkan dengan kak Raisa! Sial, gini ya rasanya jadi orang bego."
"Baru sadar gue pentingnya sekolah!" Denara melahap habis kentang goreng pesanannya.
"Denara, kamu Denara ya? Adiknya Raisa kan?" Denara menoleh cepat, matanya melotot saat mendapati Rasya Ardjati di hadapannya.
"Kamu, Rasya Ardjati kan yang mau dijodohkan dengan kak Raisa?" Tanya Denara memastikan. Sebenarnya tanpa bertanya pun, Denara tidak lupa pada wajah laki-laki itu. Laki-laki yang seharusnya menjadi sasaran utamanya untuk dikerjai.
"Iya," Ujar Rasya sambil tersenyum.
"Daya ingat kamu tinggi juga. Padahal malam itu kita hanya bertemu sebentar." Denara tertawa canggung.
"Iya, daya ingat aku memang bagus. Cuma banyak yang ragu aja sama kemampuan yang aku punya." Seru gadis itu dengan santai.
Rasya Ardjati tertawa kecil, "Kamu ngapain di sini?"
"Seperti yang kamu lihat, aku di sini makan." Jawab gadis itu cuek, lalu kembali fokus pada makanannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Takeaway
ChickLitMasalah ini bermula dari rasa iri Denara pada Raisa, sang kakak yang selalu sukses dalam hal apapun. Raisa, si sulung yang pintar dalam bidang akademis, sukses di bisnisnya dan juga cantik di mata banyak pria. Perempuan duapuluh delapan tahun itu s...