"Mama!" Teriak Denara dari depan kantor kepolisian.
Arini yang tengah duduk dengan raut cemas di ruang tunggu itu segera beranjak.
"Denara, akhirnya kamu datang juga. Kamu naik apa ke sini?" Tanya Arini di tengah lalu lalang orang-orang yang sedang sibuk dengan kegiatannya.
"Denara naik ojek ma, mama kenapa di sini? Papa mana?" Tanya gadis itu, tentu Denara merasa sangat khawatir, meski sang ayah selalu galak dan cetus padanya, Denara tahu Miswar bukan orang yang suka melanggar hukum sampai harus berurusan dengan pihak berwajib.
"Papa masih di ruang pemeriksaan, mama diminta keluar setelah menjawab beberapa pertanyaan yang mereka ajukan."
"Papa bikin salah apa ma? Kenapa sampai berurusan dengan kepolisian?"
"Mama juga nggak tahu Dena, kita tunggu papa sampai boleh keluar." Dena menurut lalu duduk di samping sang mama sembari terus merapalkan doa.
Sudah hampir tiga jam sejak Dena datang, tapi Miswar belum ada tanda-tanda keluar.
"Ma, mama tunggu di sini ya. Denara mau ke toilet bentar." Pamit Dena sambik beranjak dari kursi.
"Jangan lama-lama ya, Den."
"Iya."
Keluar dari kamar mandi dengan langkah yang sedikit tergesa, Denara tidak sengaja menabrak bahu seseorang hingga ponsel orang itu jatuh.
"Yah, pak maaf saya tidak sengaja." Mengabaikan perasaan paniknya, Denara sontak membantu memungut ponsel itu.
"Maaf ya pak, saya benar-benar tidak sengaja."
"Sudah, nggak pa-pa. Ponselnya aman kok nggak rusak." Ujar salah seorang laki-laki berseragam polisi itu sembari mencoba memperbaiki bagian yang copot.
Denara mematung kala keduanya saling bertatapan, pun dengan laki-laki yang tidak sengaja Dena tabrak tadi.
"Ma-mas Djati." Ujar Denara dengan suara terkecat. Gadis itu berkedip pelan sambil meneliti tampilan sosok laki-laki yang selama beberapa hari ini dia cari.
Djati memalingkan wajahnya dengan raut yang sulit diartikan, "Maaf... Saya permisi." Ujarnya kemudian, Denara sontak menahan langkah laki-laki itu sebelum pergi terlalu jauh.
"Apa-apaan ini, kamu berlaga sok formal, dan... Ah, kamu nggak mungkin lupa sama aku kan?" Tuntut Denara dengan nada suara tak beraturan.
"Oke, kita memang nggak kenal dekat sebelumnya, aku juga nggak paham gimana bisa ketemu kamu di sini, tampilan kamu seperti ini. Dan, aku kira kamu pasti ingat wajah aku kan?"
Djati masih diam sembari menatap Denara.
"Aku perlu bicara sama mas Djati!" Tegas Dena.
"Bicara di tempat lain saja." Putus laki-laki itu pada akhirnya.
Denara menurut, gadis itu bahkan lupa dengan keberadaan sang mama yang sekarang tentu masih menunggunya.
"Jadi, mas Djati itu siapa? Kenapa sore itu bisa di depan rumah Denara. Dan parahnya lagi, mas Djati bukan orang yang akan dijodohkan dengan Putri Miswar Rizanto." Djati membawa Denara ke sebuah ruangan kosong. Cukup jauh dari lalu lalang orang.
Djati masih diam, dari yang Denara lihat, Djati saat ini tengah berusaha menyusun jawaban. Dan gadis itu berharap, teka-tekinya akan segera terpecahkan.
"Sebelum aku jawab pertanyaan kamu. Aku mau kamu jawab pertanyaanku dulu." Denara menatap tidak terima, namun tatapan Djati tidak terbantahkan.
"Mau tanya apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Takeaway
ChickLitMasalah ini bermula dari rasa iri Denara pada Raisa, sang kakak yang selalu sukses dalam hal apapun. Raisa, si sulung yang pintar dalam bidang akademis, sukses di bisnisnya dan juga cantik di mata banyak pria. Perempuan duapuluh delapan tahun itu s...