Tugas Negara

38.4K 2.7K 15
                                    

"Loh mas, nggak jadi pergi ke kantor?" Denara terkejut, lalu mendekati Djati yang justru tiduran di sofa apartemen.

"Aku bebas tugas hari ini," Jawab laki-laki itu tanpa membuka kedua matanya.

Denara mendesah kecewa, padahal dirinya pikir, ia bisa langsung keluar apartemen untuk mencari kerja, selama Djati pergi ke kantor.

Tapi jika laki-laki itu libur, artinya Denara harus pintar mencari alasan agar perkaranya tidak panjang.

"Kamu mau ke mana rapi banget?" Entah bagaimana cara laki-laki itu tahu, padahal sejak tadi Denara mengamati mata Djati masih terpejam.

"Ah, enggak ini kemeja dari ibu. Semalam dia kasih aku baju ganti, tapi baru aku pakai sekarang." Bohong perempuan itu.

Pelan-pelan Djati beranjak dari tidurnya, lalu duduk bersandar di sofa.

"Aku mau ngomong sesuatu," Ujarnya setelah menghela nafas.

"Emm.. Besok aja bisa nggak? Aku mau pergi sebentar." Pinta Denara membuat Djati mengernyit.

"Ke mana?"

"Ke.. Ke rumah teman."

Djati diam sejenak, "Bisa nggak mainnya nanti sore, biar aku yang antar. Sekarang aku butuh bicara."

"Tapi, mas."

Tatapan laki-laki itu seperti tidak ingin dibantah. Mau tidak mau, Denara menurut.

"Mau ngomong apa?"

"Aku minta, besok kamu pulang ke rumah." Perempuan yang kini tengah duduk di depan Djati sontak melotot.

"Mak-maksudnya?"

.........

Di sinilah Denara sekarang, memandang rumah megah dengan pagar tinggi yang tampak sepi.

Sesuai permintaan Djati, perempuan itu terpaksa kembali ke rumah Miswar. Membawa beberapa amanat yang laki-laki itu berikan.

Sejenak memejamkan mata sembari menghela nafas kasar, Denara melangkah ke dalam rumah.

"Non Denara pulang! Ya ampun, non... Bibi khawatir." Teriak salah satu asisten di rumah Miswar dengan suka cita.

Denara terhenyak sesaat sebelum akhirnya tersenyum penuh haru.

"Gapapa bik, aku baik-baik aja." Ujarnya saat mereka saling berpelukan.

"Makan dulu yuk, non!"

"Nanti aja bik, Dena mau ke kamar dulu. Oh iya, papa mama dan kak Raisa udah berangkat kerja ya?"

"Sudah non, mereka baru saja berangkat. Kalo non Raisa tadi dijemput mas Rasya, kurang tahu mau ke mana."

"Ya, sudah bik. Dena naik ya." Serunya lalu berjalan ke lantai dua.

Tepat setelah menginjak tangga terakhir, Dena menatap pintu besar bercat coklat keemasan. Yah, salah satu pintu di ruangan yang selama ini belum pernah Denara masuki, yakni ruang kerja Miswar.

Pelan-pelan perempuan itu berjalan ke arah sana, mengeluarkan amplop besar dari dalam tas, berisi berkas-berkas yang Djati berikan.

"Pulang?"

"Iya, bawa berkas-berkas ini dan pastikan papa kamu membacanya."

TakeawayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang