"Ma, Pa, Raisa berangkat ya!" Celetuk perempuan itu setelah menghabiskan sepotong roti tawarnya untuk sarapan.
Arini dan Miswar sama-sama mengangguk.
"Hati-hati di jalan ya, Sayang." Imbuh Arini sembari mencium lembut pipi putri kesayangannya.
"Oke!" Jawabnya cepat lalu beranjak keluar rumah.
Denara menatap sang ayah yang kembali meneliti laporan di ponsel. Sejak tadi pria itu melakukan hal yang sama, sambil menghitung pengeluaran kemarin malam saat mengadakan pesta.
Sedangkan Arini kembali mencermati majalah yang semalam Raisa berikan. Sebuah katalog gaun pernikahan dari butik ternama.
Bahkan dua orang itu belum menyentuh sarapan mereka sama sekali.
"Pa, Raisa bilang dia dan Rasya yang akan memilih gaun pengantin mereka sendiri, kita tinggal menentukan seragam yang akan dipakai keluarga besar." Celetuk wanita itu memecah keheningan.
"Papa nurut aja, Ma. Anggarannya sudah papa siapkan. Lakukan yang terbaik, kalo perlu cari WO terbaik agar dalam waktu yang singkat ini, segala persiapan bisa seratus persen selesai."
Oh iya, barangkali Denara lupa jika rencana pernikahan itu dipercepat setelah acara pertunangan kemarin. Bahkan, kedua pihak keluarga ingin pernikahan Raisa dan Rasya dilakukan dua bulan lagi.
"Untuk pengeluaran yang kemarin sudah selesai laporannya. Mama nanti hubungi sekertaris papa untuk konfirmasi sisa budgetnya ya!"
"Iya, nanti siang selesai meeting mama ke kantor papa. Setelah itu, mama sama Raisa mau cek gedung."
"Wow, sibuk banget ya kalian hari ini." Sela Denara sambil menikmati nasi goreng di hadapannya dengan malas.
Arini melirik si bungsu sekilas, ada tatapan marah yang terpancar dari raut wajah wanita itu. Tentu Dena tahu apa yang membuat mamanya begitu ketus padanya. Apalagi kalau bukan karna Denara yang malam itu tidak menghampiri Arini, untuk berkenalan dengan mitra bisnis keluarga.
Setelah bertemu Djati di pojok taman, Denara langsung kembali ke kamarnya dengan perasaan tidak karuan.
Meski sebenarnya itu tidak harus mengganggu pikirannya, tapi kedatangan Djati tetap menjadi misteri besar bagi Denara.
Masa iya dia datang cuma sebagai tamu undangan! Aku rasa, dia punya rencana lain.
"Nanti kamu ikut mama, bantuin cari rekomendasi gedung untuk pernikahan kak Raisa!" Titah Miswar pada Denara.
Gadis itu sontak berdecak keras. "Nggak bisa, Denara udah ada janji sama teman."
"Mau ke mana?" Sahut Arini dengan raut tidak suka.
"Nggak perlu Dena jelasin juga kan?!"
"Jangan banyak bergaul sama orang-orang nggak jelas! Masa depan kamu bisa makin nggak jelas kalo kebanyakan keluyuran!" Dena menatap sinis pada Miswar yang asal bicara.
"Papa nggak seharusnya ngomong kaya gitu. Teman-teman Dena orang yang baik. Meski bukan dari kalangan atas seperti kita, Mereka jauh lebih tahu cara menghargai orang lain!" Serunya membuat Arini langsung membanting katalog di tangannya.
"Dena! Jaga ucapan kamu. Nggak sopan ngomong kaya gitu sama papa." Bela Arini pada Miswar.
"Minta maaf!" Titah wanita itu.
"Nggak!" Bantah Denara sambil menggeser kursi yang ia duduki dan beranjak dari meja makan.
"Dena!" Teriak Arini namun gadis itu sudah tidak peduli.
KAMU SEDANG MEMBACA
Takeaway
ChickLitMasalah ini bermula dari rasa iri Denara pada Raisa, sang kakak yang selalu sukses dalam hal apapun. Raisa, si sulung yang pintar dalam bidang akademis, sukses di bisnisnya dan juga cantik di mata banyak pria. Perempuan duapuluh delapan tahun itu s...