Chapter 3

90 32 92
                                    

☞ Jangan lupa follow dan beri bintang serta comment

______________________________________

Waktu berlalu dengan cepat. Perlahan Kaisa dapat beradaptasi dengan lingkungan barunya. Kini Kaisa tengah sarapan bersama anak panti lainnya. Hanya sandwich serta susu strawberry. Hari ini adalah hari minggu, Kaisa berencana untuk pergi ke perpustakaan daerah. Tiba-tiba ibu panti menghampiri Kaisa dengan tergesa-gesa.

"Kaisa.." Tutur ibu panti seraya mengatur nafasnya.

"Ada apa bu?" Tanya Kaisa dengan cemas.

"Ikut ibu sebentar!" Tutur ibu panti seraya mendorong kursi roda Kaisa.

Ibu panti membawa Kaisa menuju ruangannya. Kemudian ibu panti memberikan sebuah surat kepada Kaisa. Sebuah surat tentang pemindahan rumah panti oleh orang tua Kaisa. Sebelumnya, orang tua Kaisa telah meminta ibu panti untuk segera mencari tempat tinggal lain karena tanah di panti ini akan digunakan untuk membangun mall. Namun, ibu panti menolak keras karena hanya rumah ini yang dia punya. Orang tua Kaisa tak memperdulikannya.

"Shit! Kaisa paham, kalau saja kak Kaysen masih ada disini pasti orang-orang biadab itu tak meminta kita pindah!" Tutur Kaisa menggenggam erat surat tersebut.

"Boleh keluar sebentar?" Sambung Kaisa. Kemudian ibu panti keluar dari ruangan ini.

Kaisa menelepon orang rahasia Kaisa untuk mencari tempat yang lebih besar dan lebih layak dari rumah ini. Dia menghela nafas seraya menatap sisa tabungan Kaisa yang cukup untuk membeli rumah lagi. Kemudian Kaisa pergi ke halaman belakang rumah ini. Kaisa mencoba untuk menggerakkan kakinya, namun tak sedikitpun kakinya bergerak. Namun Kaisa tak menyerah, dia terus berusaha lagi.

Srek!

Tiba-tiba Kaisa merasa seperti ada seseorang yang bersembunyi di balik pohon-pohon itu. Lalu Kaisa mendekati pohon tersebut dengan hati-hati. Kaisa berhenti. Dia menatap cap darah di salah satu pohon.

"Dia sungguh ada?" Gumam pelan Kaisa seraya menatap pohon tersebut.

Kemudian Kaisa beralih kembali ke pohon yang dia tuju. Kaisa menggerakkan kursi rodanya perlahan. Jikapun dia kembali seharusnya makhluk itu langsung muncul, batin-nya. Kaisa sampai di samping pohon besar itu, namun sayangnya tak ada siapapun disitu. Kaisa mengerjap. Lalu dia kembali ke dalam panti.

Kaisa mendatangi ibu panti yang tengah duduk dengan pikiran yang bercampur aduk.

"Walaupun kita mengancam, mendemo, mencemooh atau menasehati mereka, semuanya sia-sia. Mereka adalah iblis yang diturunkan ke bumi karena neraka penuh. Jika keinginannya tak terwujud kita yang akan jadi sasarannya, maka untuk menghindari hal yang tidak kita inginkan lebih baik kita turuti saja mereka." Tutur Kaisa.

"Saya tahu. Tapi, rumah ini sangat penting bagi saya. Rumah ini peninggalan kedua orang-tua saya dan saya tak mungkin membiarkan rumah ini hancur di tangan mereka." Balas ibu panti.

Kaisa menghela nafas, "Tapi bagaimana nasib anak-anak itu? Ibu juga tak mau kami menderita karena mereka kan?". Ibu panti menunduk seraya menghela nafas.

"Soal tempat tinggal biar Kaisa yang urus." Tutur Kaisa.

"Tapi- bisakah kamu melakukan satu hal lagi agar mereka dapat berubah pikiran? Saya tahu kamu tidak ingin menemui mereka, namun tolong lakukan ini demi masa depan anak-anak. Jika kali ini gagal lagi, saya akan menurut." Tutur ibu panti dengan memelas. Kaisa menelan salivanya. Dia tak tega menatap tatapan ibu panti yang tak ingin meninggalkan rumahnya.

"Akan Kaisa pertimbangan kan," Tutur Kaisa. Kemudian Kaisa berbalik menuju kamarnya.

Kaisa menatap jendela kamarnya. Dia mengingat kembali perkataan keji orang-tuanya. Kaisa berpikir bahwa anak-anak yang mereka buat hanyalah sebuah alat untuk memperuntungkan kepuasan pribadi mereka. Namun dibalik rasa sakitnya kepada orang-tuanya, Kaisa merasa takut saat dia bertatapan dengan orang-tuanya.

DOOZYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang